> IMPOR DIMANA-MANA BENARKAH PEMERINTAH TIDAK TAHU? - NusantaraNews

Latest News

IMPOR DIMANA-MANA BENARKAH PEMERINTAH TIDAK TAHU?

Oleh: Nurul Rabiatul Adawiyah

Di depan publik, Presiden menunjukan kemarahannya saat melihat neraca impor yang dilakukan kementerian, BUMN, dan pemerintah daerah (Pemda). Pasalnya Jokowi mengetahui bahwa impor yang dilakukan kementerian, BUMN, maupun pemerintah daerah nilainya jauh lebih besar pada konsumsi. Jokowi mengaku sedih sebab pemerintah selalu membeli barang-barang dari luar padahal kita memiliki pengadaan modal dan jasa sebesar Rp. 526 triliun. Kemudian untuk daerah anggarannya Rp. 535 triliun, selain itu anggaran modal BUMN Rp.420 triliun.

Jokowi merasa jengkel karena anggaran kementerian dan Pemda yang berasal dari APBN mayoritas dibelikan produk impor. Beliau pun mengatakan bahwa uang yang berasal dari pajak itu lebih baik digunakan untuk memperbanyak konsumsi barang buatan dalam negeri. Selain itu Jokowi mengatakan bahwa jika anggaran tersebut digunakan untuk membeli barang dalam negeri maka akan mentriger pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jadi kita tidak perlu lagi membeli barang produksi dari luar, tidak usah cari investor, cukup diam saja dan membeli barang-barang dalam negeri.

Luar biasa lipservice pemimpin saat ini, seolah-olah merasa tidak tahu apa yang terjadi. Padahal barang-barang impor tersebut tidak akan pernah masuk ke negeri kita tanpa campur tangan dan persetujuan pemimpin. Beginilah cara ampuh ala sistem kapitalis demokrasi yang selalu menonjolkan manis di bibir dan ibarat sebuah peribahasa lempar batu sembunyi tangan. Dengan demikian pemerintah tidak akan mudah disalahkan, tetapi hanya personal pejabat yang akan didepak dari jajaran dan diganti dengan yang baru.

Hal ini menunjukan buruknya wajah kapitalisme yang hanya mementingkan kedudukan bukan kepentingan rakyat. Kesalahan sebuah kebijakan seolah bukan kesalahan bersama diantara penguasa. Namun, seolah menjadi kesalahan oknum yang mudah diselesaikan. Padahal faktanya permasalahan impor bukan kali ini saja. Tetapi sudah menjadi permasalahan dari tahun ke tahun, kasus impor selalu merajalela dan belum terbukti adanya solusi tuntas dalam menyelesaikan perkara ini.

Sistem pemerintahan dalam Islam wajib berjalan mengikuti syariat atau hukum Allah. Maka, segala kebijakan digali sesuai dengan nash-nash syara dan dijalankan penuh tanggung jawab. Tidak pernah kita temukan dari para pemimpin muslim terdahulu yang lipservice seperti pemimpin saat ini. Sebab para pemimpin dalam Islam kudu memiliki kesadaran bahwa segalanya yang dia pimpin dan dia perbuat akan dimintai pertanggung jawaban diakhirat kelak, jadi konsekuensinya sangat berat.

Sehingga tidak ada yang saling menyalahkan dan mencari pembenaran sendiri. Jika pun pemimpin dalam Daulah Islam melakukan kesalahan atau pelanggaran terhadap hukum syara. Maka akan ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku dan akan ditindak oleh yang berwenang. Pejabat dalam sistem pemerintahan Islam paham bahwa tugas utamanya adalah mengayomi dan mengurus rakyat dan demi kepentingan rakyat bukan untuk kepentingan individu maupun golongan.

Seharusnya pemerintah yang memegang bisa segera menyelesaikan problem impor yang selalu merugikan rakyat. Tidak hanya beras yang diimpor oleh pemerintah tetapi cabe, garam dan bahan pangan lainnya pun diimpor. Hal semacam ini hanya menguntungkan para mafia-mafia impor yang selalu menggeruk keuntungan. Pemerintah harus mengambil kebijakan yang strategis untuk membatasi impor. Yang jumlahnya cukup untuk untuk mengoptimalkan distribusi pertanian/barang-barang dalam negeri.

Islam sebagai sistem kehidupan manusia selalu mampu menyelesaikan problematika umat dan ini pernah diterapkan selama kurun 1.300 tahun lamanya. Dalam pandangan Islam kegiatan ekspor dan Impor barang termasuk dalam kegiatan perdagangan. Negara yang menerapkan syariat Islam dilarang para pedagang melakukan ekspor dan Impor. Mengekspor komoditas strategis yang dibutuhkan didalam negeri sehingga bisa melemahkan kekuatan negara dan menguatkan musuh.

Selain itu juga ada larangan dalam Islam mengenai sistem makelar, dimana makelar ini bekerja menghubungkan perusahaan importir dengan pembuat kebijakan, yang dengannya makelar mendapat komisi. Ketegasan aturan dalam bernegara itu perlu terutama terkait dengan sistem dalam perdagangan. Sebab tolak ukur pertama yang dilihat adalah kebutuhan rakyat itu sendiri sehingga tidak merugikan rakyat itu sendiri. Dan hal ini akan terwujud apabila ada sebuah negara yang mau menjadikan syariat Islam sebagai sumber hukum.

Wallahualam bishawab.

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.