Krisis Iklim dan Lingkungan: Dampak Gaya Hidup Kapitalistik


Oleh: Ayu Fitria Hasanah S.Pd
(Aktivis Muslimah)

Jumat 25 maret 2022 para aktivis lingkungan melakukan aksi darurat iklim di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat sebagai bentuk solidaritas Global Climate Strike. Aktivis gerakan iklim, Melissa Kowara menyampaikan bahwa tema aksinya adalah tidak ada kehidupan di planet yang mati. Lebih tepatnya hendak menjelaskan kepada pemerintah bahwa bisnis yang sedang dijalankan pemerintah adalah bentuk bunuh diri massal. Diantara tuntutan yang disampaikan adalah 1) pendeklarasian darurat iklim menjadi isi prioritas, 2) memprioritaskan pembangunan yang berketahanan iklim dan keamanan di tingkat tapak melalui infrastruktur untuk kedaulatan pangan, energi, air milik masyarakat secara mandiri, 3) urgensi untuk peningkatan ambisi dan komitmen iklim yang selaras dengan Perjanjian Paris.Celciu untuk menahan laju pemanasan di  titik 1.5 derajat Celcius (Akurat.co, 25/03/2022). Aksi peduli iklim juga dilakukan oleh para mahasiswa yang tergabung dalam aktivis lingkungan di Jember. Mereka melakukan aksinya dari doubleway Universitas Jember menuju ke Kantor Pemerintah Kabupaten Jember, mereka mendesak pemerintah untuk membuat kebijakan nyata terkait perubahan iklim (Tadatodays, 25/03/2022).
Darurat iklim dan lingkungan menjadi masalah bersama, karena menyangkut nasib seluruh manusia. Karena itu, sepatutnya seluruh masyarakat harus peduli, bukan hanya para aktivis lingkungan. Menyampaikan kritik, tuntutan dan aspirasi kepada pemerintah dapat menjadi salah satu solusi untuk memperbaiki krisis iklim dan lingkungan, sebagaimana yang dilakukan oleh para aktivis lingkungan. Tetapi selain tuntutan di atas, perlu bagi seluruh masyarakat untuk melakukan analisa berpikir tentang penyebab krisis iklim dan lingkungan secara lebih komprehensif. Sebagaimana disampaikan oleh pakar lingkungan bahwa pemanasan global terjadi akibat meningkatnya jumlah emisi gas carbon di atmosfer (Budianto, 2000), yang selanjutnya menyebabkan menipisnya/kerusakan lapisan ozon sehingga peningkatan suhu di bumi semakin panas dan mempengaruhi naiknya permukaan air laut akibat mencairnya gunung es di kutub. Wajarlah kemudian terjadi ketidakseimbangan dan berbagai bencana alam, seperti cuaca ekstrim, banjir, hujan es dan sebagainya.
Faktanya hari ini penyumbang terbesar yang melepaskan emisi gas carbondioksida ke atmosfer adalah aktivitas industri oleh pabrik-pabrik besar. Aktivitas industri yang dalam prosesnya menggunakan bahan-bahan yang membahayakan iklim dan lingkungan, seperti penggunaan batu bara secara berlebihan dan terus menerus. Dilansir dari CNBC, Rabu (6/10/2021) Amerika Serikat menjadi negara yang memiliki tanggung jawab besar atas emisi karbon dioksida dari 1850 hingga saat ini. Negeri Paman Sam itu melepaskan 509 gigaton karbon dioksida sejak 1850 sehingga mewakili 20 persen dari total karbon dioksida secara global. China menyusul AS di urutan kedua dengan persentase yang relatif jauh. Negara ini menyumbang 11 persen dari total karbon dioksida secara global (https://www.liputan6) Aktivitas industri hari ini dilakukan besar-besaran meskipun membawa bahaya limbah dan sampah rumah tangga, karena kapitalisme memandang bahwa kelangkaan barang dan industri menjadi faktor utama masalah ekonomi. Pola pikir kapitalis yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi dan maksimalisasi laba dibanding kemashlahatan bumi dan manusia menjadikan pola pengolahan bumi dan pembangunannya sangat berbahaya. Sebab pola pilkir inilah yang menyebabkan mereka terus melakukan eksploitasi sumber daya alam tanpa batas meski membawa dampak buruk. Pola pikir ini juga menjadikan aktivitas produksi barang secara berlebihan. Inilah yang menyebabkan produksi limbah industri yang merusak bumi tidak pernah berhenti.
Disamping itu kapitalistik juga memberikan dorongan impulsif terus menerus kepada masyarakat agar mengagungkan nilai-nilai materialistik yang menyebabkan mereka menjadi konsumeristik. Mengukur kebahagian, kesuksesan dari barang-barang yang dimiliki, walhasil budaya konsumtif meningkat meski harus membeli barang-barang yang sebetulnya tidak terlalu dibutuhkan. Inilah yang menyebabkan produksi sampah rumah tangga meningkat pesat dan ikut memperburuk kondisi iklim dan lingkungan.
Dunia yang berada dalam jeratan ekonomi kapitalistik, secara langsung mempengaruhi pembangunan ekonomi di berbagai negara yang akhirnya juga berbasis standart ekonomi kapitalistik. Karena itu, tidak aneh jika banyak pembangunan-pembangunan atau proyek pemerintah yang justru membahayakan iklim dan lingkungan. Sebab lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi, walaupun pada akhirnya hanya dinikmati segelintir orang bukan masyarakat secara keseluruhan. Karena itu, inilah yang harus disadari oleh seluruh masyarakat, utamanya para aktivis lingkungan, bahwa masalah krisis iklim dan lingkungan adalah disebabkan diterapkannya ideologi kapitalisme di dunia, sehingga ekonominya berbasis kapitalistik, serta pola pikir masyarakat yang juga kapitalistik. Jika mengharapkan kondisi bumi yang lebih baik, maka kapitalisme perlu diganti dengan konsep berpikir Islam serta konsep pengaturan Islam. Dalam Islam pembangunan didasarkan pada kemashlahatan akal, jiwa, bumi/linkungan, sehingga tidak akan mendatangkan mudhorot. Konsep bahagia dalam Islam adalah ridho Allah, bukan berpusat pada kepemilikan barang sehingga tidak menyebabkan banyak sampah rumah tangga.

Post a Comment

Previous Post Next Post