KKB Berulah Lagi, Peran Negara di Pertanyakan


Oleh : Husna 
(Aktivis Muslimah Makassar) 

Teroris KKB di Papua kembali melakukan teror dengan membantai delapan warga sipil. Miris sekali. Oleh sebab itu, sudah selayaknya kasus ini diakhiri dengan solusi yang tersistem dan butuh peran negara yang bisa menuntaskan ke akar permasalahannya. 

Penembakan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) kembali terjadi di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, Rabu lalu. Serangan Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka itu menewaskan delapan warga sipil. Mereka adalah pekerja PT Palapa Timur Telematika (PTT), pemenang tender proyek Palapa Ring, yang sedang memperbaiki fasilitas menara Base Tansceiver Station (BTS) untuk jaringan telekomunikasi 4G. Para pekerja yang meninggal dalam insiden itu berinisial B, R, BN, BT, J, E, S, dan PD. 
Sehari kemudian, KKB menyerang 11 petugas Pos Koramil Dambet yang tengah berpatroli. Seorang prajurit TNI, Prajurit Satu (Pratu) Heriyanto, terluka tembak di bagian leher (Kompas.id/5/3/2022). 

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Komisaris Besar Faizal Ramadhani menambahkan, hasil pemetaan sementara bersama PT PTT diketahui, lokasi penyerangan delapan pekerja menara B3 berada di ketinggian 4.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan rawan cuaca berkabut. Tidak ada akses untuk kendaraan bermotor ke lokasi kejadian (Kompas.id/5/3/2022). 

Menyikapi insiden tersebut, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendesak pemerintah segera menetapkan kekerasan di Papua sebagai tindak pidana terorisme karena menyebabkan ketakutan dan mengganggu keamanan masyarakat. Dengan begitu, LPSK bisa membayarkan kompensasi kepada para korban dan memberikan perlindungan fisik, bantuan medis, rehabilitasi psikologis, dan hak prosedural lain outside a(Sindo News, 5/3/2022).

Akar Konflik

Pelaku teror dan pembunuhan terhadap warga sipil dan aparat seperti oknum KKB harus diproses hukum secara tuntas. Tidak cukup mengandalkan dialog dan komunikasi antara semua pemangku kepentingan dan KKB karena jumlah korban aksi KKB di Papua terus bertambah. 

Pendekatan pemerintah yang berupa pendekatan kesejahteraan, yang sebelumnya adalah pendekatan operasi keamanan, tidak akan berhasil dan tidak bisa dipertahankan. Tidak boleh ada lagi korban yang berjatuhan.

Kecenderungan terjadinya kejahatan oleh KKB tanpa hukuman bisa memicu kekerasan dan aksi bersenjata oleh KKB terus-menerus, aksi menuntut referendum, diplomasi luar negeri, dan sebagainya.

Sungguh, problem Papua tidak hanya soal ekonomi, tetapi juga berhubungan dengan faktor sejarah yang belum tuntas: kekerasan, pelanggaran HAM, serta masih adanya ketidakpercayaan terhadap pemerintah.

Padahal, semestinya pemerintah bisa menuntaskan persoalan kekerasan dan pelanggaran HAM karena Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua telah menyediakan mekanisme penyelesaiannya. Mulai dari proses pengadilan hingga pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi (Kompas.id/5/3/2022) 
Namun tidak pernah terwujud sehingga adanya distrust Papua terhadap Pemerintah. 

Pemerintah harus bersikap tegas memberantas kelompok separatis seperti KKB yang jelas-jelas berbahaya hingga menghilangkan nyawa manusia. Caranya dengan mengerahkan pasukan keamanan khusus untuk mengamankan, menyisir, dan merampas semua senjata api ilegal milik KKB; memberikan pengarahan tentang pentingnya integrasi dan bahaya separatisme; serta mengoptimalkan kinerja institusi di Papua untuk menjaga stabilitas keamanan.

Masalah Papua sangat sistemis, tidak hanya masalah ekonomi dan kelompok separatis, tetapi juga terkait intervensi asing.
 
Ketimpangan pendapatan di Papua dan Papua Barat tergolong menengah. Pada 2018—2020, indeks ini berkisar di angka 0,38—0,39. Angka kemiskinan di Papua dan Papua Barat juga relatif tinggi. Persentase penduduk miskin di Papua sebanyak 28,5%, sedangkan di Papua Barat mencapai 25,4%. (bps.go.id)

Sehingga banyaknya masalah ketimpangan yang terjadi membuat masyarakat Papua tidak percaya terhadap Pemerintah Indonesia hingga melakukan gerakan separatisme. 

Konsep Islam Solusinya

Solusi  untuk mengakhiri problem Papua adalah dengan menumbuhkan kesadaran pentingnya integrasi, menghapus ketidakadilan ekonomi, mencegah intervensi asing, serta bertindak tegas memberantas kelompok separatis. 

Konsep Islam bisa menuntaskan  secara sistematis akar permasalahan yang terjadi. 
sistem Islam mementingkan persatuan wilayah. 

Daya pukulnya juga besar untuk mengusir penjajah dan musuh-musuh yang membahayakan. Oleh karenanya, wilayah Papua tidak boleh lepas dari wilayah Indonesia.

Syariat Islam mampu menghapus ketidakadilan atau kesenjangan ekonomi. Wilayah Papua dengan sumber daya alam melimpah harus terjaga dan terpelihara dengan baik. Sumber tambang, misalnya, termasuk kekayaan bersama milik umat yang tidak boleh didominasi individu atau kelompok.  Khalifah yang wajib mengelolanya dan mengembalikan hasilnya untuk kemaslahatan rakyat. Dengan demikian, kesenjangan ekonomi tidak akan terjadi. Rakyat ikut pun sejahtera, bukan malah menderita.

Selain itu, Sistem Pemerintahan Islam mencegah intervensi asing dalam urusan dalam negeri wilayah Negara. “Haram” hukumnya asing ikut campur, apalagi menguasai aset-aset penting dan vital yang seharusnya dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat luas.

Sistem keamanan Negara memiliki institusi militer yang mumpuni dengan pasukan dan tentaranya yang solid, angkatan bersenjata yang terlatih, alat-alat militer dan senjata yang lengkap dan teruji untuk melawan musuh, serta siap melawan asing jika dibutuhkan. Juga akan ada kepolisian yang selalu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat setiap harinya di kehidupan publik. Demikianlah upaya Khilafah dalam menangani problem keamanan negara, termasuk Papua. 

Wallahua'allam.

Post a Comment

Previous Post Next Post