BPJS Syarat Administrasi, Jangan Sandera Hak Dasar Rakyat!


Oleh Merli Ummu Khila
Pengamat Kebijakan Publik

Tidak ada korelasinya jika sanksi administratif bagi yag tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan tidak bisa mendapatkan pelayanan publik. Sungguh sebuah pemaksaan jika kepesertaan BPJS dijadikan syarat untuk mengurus pembuatan SIM, STNK, pembelian tanah bahkan syarat haji dan umroh. Berbagai administrasi yang harusnya didapatkan rakyat dengan mudah, tapi justru semakin berbelit dan dipersulit. Rakyat seolah tidak ada pilihan, mau tidak mau wajib menjadi peserta BPJS, jika tidak maka siap-siap dipersulit ketika mengurus berbagai administrasi.

BPJS sejak awal berdirinya sudah membebani rakyat dengan angsuran dan syarat kepesertaan. Kewajiban pemerintah adalah menyediakan layanan kesehatan bagi  rakyat. Namun dengan adanya BPJS, hak rakyat mendapatkan kesehatan berubah menjadi kewajiban menanggung biaya kesehatan. Sakit atau tidak, dipakai untuk berobat atau tidak, iuran tetap wajib diangsur dengan dalih asas gotong royong. Artinya rakyat menanggung biaya berobat bagi dirinya dan peserta lainnya. Sehingga dana yang sudah  dibayarkan tidak bisa diklaim ketika yang bersangkutan tidak memakai layanan kesehatan.

Upaya optimalisasi JKN oleh pemerintah dengan menjadikannya sebagai syarat administrasi ini disahkan  melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 tahun 2022 mengenai optimalisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Presiden mengintruksikan kepada 30 kementerian untuk menjadikan kepesertaan BPJS sebagai syarat kepengurusan administrasi. Padahal  per 31 Desember 2021, peserta aktif BPJS sekitar 193 juta orang, sekitar 40 juta orang belum mendaftarkan diri menjadi peserta Jaminan Kesehatan, dan sekitar  47 juta orang lainnya pernah daftar tapi menunggak atau dinonaktifkan.


Kebijakan yang diteken terkesan tanpa melakukan jajak pendapat mendengarkan aspirasi rakyat. Bahkan Inpres JKN ini sampai tidak diketahui wakil rakyat yang duduk di kursi legislatif. Seperti dikutip dari Kompas.com, Senin, 2I/02/2022, Anggota Komisi IX DPR, Kurniasih Mufidayati mengaku kaget akan adanya Inpres tersebut. Kurniasih berpendapat bahwa banyak cara lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengoptimalkan peserta BPJS misal dengan sosialisasi dan edukasi. Atau juga bisa dengan meningkatkan kualitas pelayanan. Sehingga rakyat bisa merasakan kemanfaatannya dan mau mendaftarkan diri secara sukarela.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA LaNyalla Mahmud Mattalitti yang menganggap  Inpres JKN  tersebut  memberatkan masyarakat secara luas. LaNyalla menilai kebijakan ini tidak rasional dan merupakan bentuk pemaksaan dari negara. Bahkan beliau mengimbau pemerintah untuk tidak membuat kebijakan yang kontroversial di tengah masa sulit rakyat akibat dampak pandemi Covid-19.  Selain itu, memaksa rakyat itu tidak ada bedanya dengan otoriter, yang seharusnya tidak boleh dilakukan di negara demokrasi ini.

Sejatinya, BPJS merupakan mekanisme pengumpulan dana bahkan yang bisa diambil secara paksa kepada peserta setiap bulannya. Peserta wajib membayar iuran dengan jaminan pelayanan kesehatan saat peserta sakit saja tanpa ada klaim pengembalian. Jika dilihat secara materi, asuransi kesehatan swasta malah jauh lebih menguntungkan peserta. Maka bisa disimpulkan bahwa BPJS tidak layak disebut sebagai jaminan kesehatan, akan tetapi tak lebih dari asuransi kesehatan. Karena pada faktanya BPJS Kesehatan ini memang dikelola dengan prinsip asuransi, artinya, hanya peserta yang terdaftar dan aktif membayar premilah yang berhak mendapatkan layanan kesehatan, bukan rakyat secara keseluruhan.

Dalam Islam, kesehatan adalah salah satu hak dasar rakyat yang dijamin negara. Negara memberikan jaminan secara lansung yaitu memberikan pelayanan secara gratis dan berkualitas tanpa membedakan status sosial masyarakat. Begitu juga negara tidak membedakan apakah pasien tersebut muslim atau bukan. Selama mereka adalah warga negara daulah, maka semua berhak mendapatkan layanan kesehatan yang sama.

Salah satu bukti bahwa khilafah  begitu konsen terhadap pelayanan kesehatan yaitu Rumah Sakit Besar al-Manshuri (Bymaristan Qalawun). Rumah sakit ini dibangun oleh Khalifah Malik Manshur Saifuddin Qalawun pada tahun 683 H (1284 M). Setiap hari, pasien yang masuk dan yang keluar mencapai 4.000 orang. Keistimewaannya selain mendapatkan pelayanan secara gratis, setiap pasien yang sembuh dan yang ke luar dari rumah sakit tersebut selalu mendapatkan pakaian dan sejumlah uang untuk nafkahnya sehingga ia tidak perlu segera bekerja berat untuk mencari penghidupan. Masya Allah.

Post a Comment

Previous Post Next Post