Pengesahan UU IKN. Pindah Ibu Kota Negara Demi Kepentingan Siapa?


Oleh: Farah Sari,  A. Md
(Aktivis Dakwah Islam) 

Pemindahan Ibu Kota Negara memerlukan suatu perencanaan yang luar biasa.  Pemindahan itu harus optimal dari sisi kota yang akan dibangun, kota yang ditinggalkan, selama transisi, semua urusan pelayanan rakyat tidak boleh terganggu.  Lalu setelah pemindahan selesai, efisiensi pemerintahan harus meningkat.

//Jalan Mulus Pengesahan  UU IKN//
Dikutip dari laman dpr.go.id (18/01/22)  Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani menyetujui pengesahan RUU IKN menjadi UU IKN. Ibu Kota Negara diberi nama 'Nusantara'. DPR hanya membutuhkan 43 hari untuk menuntaskan RUU IKN. Seluruh Fraksi di DPR RI menyatakanpersetujuannya terhadap UU IKN kecuali  Fraksi PKS. Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN Ahmad Doli Kurnia Tandjung berharap UU IKN akan mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.[1]

Untuk skema pendanaan IKN didukung oleh berbagai sumber selain APBN. Di antaranya, kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), aset BUMN, sampai modal swasta yang nilainya dinamis. Pemerintah pada tahap awal menyiapkan anggaran Rp 12 triliun dari APBN untuk pembangunan IKN di Penajam Paser, Kalimantan Timur, pada 2022. Dana itu akan dipakai untuk mempersiapkan infrastruktur dasar ibu kota (tempo.co, 25/01/22) 

Sumber pendanaan lainnya juga diungkap oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa anggaran pemindahan ibu kota negara tahun 2022 akan mencatut anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Padahal, dana PEN tahun 2022  Rp 451 triliun sejatinya dianggarkan untuk penanganan pandemi Covid-19, pemberian bantuan sosial (bansos), dan pemulihan ekonomi masyarakat (kompas.com, 19/01/22) 

Pengesahan UU IKN seolah memberikan secercah harapan untuk menuntaskan masalah di Ibu Kota Negara saat ini. Dan terwujudnya masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Namun, dampak pengesahan UU IKN mungkin saja tidak seperti yang diharapkan. Jika pengesahan UU IKN terjadi atas paradigma yang salah. Pengesahan UU IKN justru dapat memperburuk periayahan terhadap rakyat, berpotensi menciptakan masalah di Ibu Kota Negara baru dan tetap meninggalkan masalah di Ibu Kota Negara saat ini.

Fokus pembahasan terhadap pengesahan UU IKN ini tidak terletak pada setuju atau tidak Ibu Kota Negara dipindahkan. Karena perpindahan ibu kota adalah sesuatu yang biasa terjadi. Bahkan dalam sistem pemerintahan islam juga pernah dilakukan. 
Fokus pembahasan terletak pada urgensitas pemindahan Ibu Kota Negara saat ini. Dilihat dari dua aspek: Pertama, apakah periayahan terhadap rakyat semakin baik setelah Ibu Kota Negara dipindahkan. Rakyat hidup sejahtera.  Kedua, apakah negara memiliki kemampuan untuk memindahkan Ibu Kota Negara.  Mampu secara dana dan konsep. 

Artinya, Jika dua hal ini tidak ada dalam pengesahan UU IKN. Yaitu tidak untuk kepentingan rakyat dan negara tidak punya kemampuan untuk memindahkan Ibu Kota Negara. Maka sudah seharusnya UU IKN ditolak. Karena akan mengakibatkan kehidupan rakyat semakin sulit. Lalu, Pengesahan UU IKN ini menjadi urgen untuk siapa?

//Buka Demi Rakyat Tapi Oligarki//
Sumber pendanaan IKN yang diambil dari APBN dan dana PEN menunjukan bahwa yang dijadikan skala prioritas  adalah realisasi IKN. Meski di atas kepentingan rakyat. Sebelum dana tersebut disunat rakyat sudah hidup dalam kondisi yang sulit ditengah pandemic Covid 19. Maka dampak berkurangnya penyaluran APBN dan PEN yang diberikan pada rakyat akan semakin mempersulit kehidupan mereka.

Sehingga mustahil Pemindahan Ibu Kota Negara akan menjadikan rakyat sejahtera. Jika dana pembangunan IKN diambil dari dana rakyat. Artinya, dalam jaminan kesejahteraan, terpenuhinya hajat hidup rakyat dipertaruhkan demi  memindahkan Ibu Kota Negara. Siapa pihak yang akan diuntungkan dari pengesahan UU IKN?  Jawabannya adalah penguasa dan pengusaha.  Rakyat hanya objek penderita. 

Dikutip dari laman walhi.or.id (2013) Kajian selama lebih dari tiga bulan yang dilakukan koalisi masyarakat sipil yakni JATAM Nasional, JATAM Kalimantan Timur, WALHI Nasional, Walhi Kalimantan Timur, Trend Asia, Forest Watch Indonesia, Pokja 30, dan Pokja Pesisir dan Nelayan. 

Dalam laporan tersebut terungkap sejumlah nama yang berpotensi menjadi penerima manfaat atas megaproyek ini yaitu para politisi nasional dan lokal beserta keluarganya yang memiliki konsesi industri ekstraktif yakni tambang batu bara, sawit, kayu, pembangkit listrik tenaga batu bara dan PLTA skala raksasa serta pengusaha properti. Lebih dari itu, diduga kuat hanya akan menjadi jalan pemutihan dosa perusahaan atas perusakan lingkungan hidup dan perampasan lahan masyarakat di Kalimantan Timur. Ini menegaskan bahwa pengesahan UU IKN demi kepentingan oligarki bukan rakyat. 

//Banjir Investasi Asing//
Jalan investasi yang dibuka lebar juga tidak kalah berbahaya. Menguatnya aroma investasi asing tecium di IKN. Presiden Jokowi sudah menunjuk tiga tokoh besar sebagai dewan pengarah pembangunan ibu kota pengganti Jakarta tersebut. Mereka adalah Sheikh Mohamed bin Zayed (MBZ), Masayoshi Son dan Tony Blair. Mereka akan membangun kerja sama dengan sistem investasi dan tidak ada skema pinjaman.

Hongaria dikabarkan siap berinvestasi senilai USD 1 miliar atau sekitar Rp13,6 triliun pada proyek tersebut. CEO SoftBank, Masayoshi Son tertarik untuk menanamkan modal di Ibu Kota Baru sebesar USD 100 miliar. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono menyebut bahwa tiga negara yakni Amerika Serikat, China dan Jepang, menawarkan bantuan untuk merancang desain ibu kota baru. (Merdeka.com, 22/01/22) 

Islam telah melarang membuka jalan bagi investor asing (kafir penjajah). Hal ini menyebabkan makin kuatnya cengkeraman mereka atas kaum muslimin. Padahal semua perkara yang menyebabkan adanya cengkeraman dominasi kafir penjajah terhadap kaum muslimin haram secara syar’i, berdasarkan firman Allah SWT:
“…… dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir (untuk mengalahkan) orang-orang yang beriman.” (Qs. an-Nisaa’ [4]: 141).

Abdurrahman al-Maliki mengemukakan, sesungguhnya pendanaan proyek-proyek dengan mengundang investasi asing adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri Islam. Investasi asing bisa membuat umat menderita akibat bencana yang ditimbulkannya, juga merupakan jalan untuk menjajah suatu negara.

//Pandangan Islam//
Islam adalah agama yang sempurna.  Karena islam berasal dari Allah Swt. Kesempurnaan islam tersebut menjadikannya memiliki cara pandang yang khas dalam membangun infrastruktur negara.  Termasuk dalam pemindahan Ibu Kota Negara dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Aspek yang akan dipertimbangkan sebagai berikut: 
 (1) Pembangunan berorientasi pada visi untuk pelayanan pada umat. Negara akan fokus pada pembangunan yang lebih urgen untuk memenuhi kebutuhan rakyat serta mempermudah rakyat dalam menikmatinya, seperti sistem layanan kesehatan, infrastruktur pendidikan yang merata, perbaikan sarana publik, dll.
(2) Skema pembiayaan pembangunan tidak dengan jalan  investasi asing atau hutang luar negeri. Negara akan membiayai penuh pembangunan infrastruktur  dengan dana  baitulmal, yakni hasil harta ganimah, fai, kharaj, jizyah, usyur, hasil pengelolaan barang tambang, dan sebagainya.

(3) Dalam pemindahkan Ibu Kota Negara memerlukan perencanaan yang matang. Semua dilakukan optimal dari aspek kota baru yang akan  dibangun, kota lama yang ditinggalkan, selama masa transisi  pelayanan terhadap rakyat tidak terganggu.
Di masa peradaban Islam, Ibu Kota Negara mengalami empat kali perpindahan. Pertama dari Madinah ke Damaskus. Kedua, dari Damaskus ke Baghdad. Ketiga, dari Baghdad  ke Kairo. Keempat, dari Kairo ke Istanbul.

Semua perpindahan tersebut memiliki alasan politik. Melansir dari laman fahmiamhar.com, pada 30 Juli 762 M, Khalifah al-Mansur mendirikan Kota Baghdad.  Al-Mansur percaya bahwa Baghdad adalah kota yang akan sempurna untuk menjadi ibu kota Khilafah. 

Modal dasar kota ini adalah lokasinya yang strategis dan memberikan kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia.  Tersedianya air sepanjang tahun dan iklimnya yang kering juga membuat kota ini lebih beruntung daripada ibu kota Khilafah sebelumnya, yakni Madinah atau Damaskus.
Setiap bagian kota yang direncanakan untuk jumlah penduduk tertentu dibangun masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan. 
Sebagian besar warga tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar. Disamping itu, perencanaan pemindahan Ibu Kota Negara juga harus memperhatikan aspek pertahanan terhadap ancaman serangan musuh islam. 

Begitulah prinsip pemindahan dan pembangunan Ibu Kota Negara dalam islam. Segala aspek akan dipertimbangkan demi mencapai kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat. Wallahualam.

Post a Comment

Previous Post Next Post