Hak Rakyat Tak Jadi Prioritas di Sistem Demokrasi

Penulis: Siti Khaerunnisa

Viralnya Desa Wadas baru-baru ini disebabkan berita tentang penolakan warga setempat terkait pembangunan proyek Bendungan Bener yang berujung intimidasi dari aparat kepada sejumlah warga yang menolak pengukuran tanah dan penambangan batu andesit yang akan digunakan untuk pembangunan bendungan. Meskipun peristiwa ini telah dikonfirmasi, tetapi banyak pihak memandang peristiwa ini adalah kejadian berulang dalam setiap proses pengosongan lahan yang menunjukkan ketakadilan yang diterima rakyat. 

Kharisma Wardhatul Khusniah dari Divisi Penelitian di LBH Yogyakarta, membeberkan sejarah proyek Bendungan Bener yang ditolak warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. dalam diskusi daring Launching Riset Penilaian Dampak Sosial: Wadas Tolak Perampasan Ruang Hidup, menjelaskan proyek itu berawal dari Master Plan Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi (MP3EI), kemudian muncul di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, serta Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional (PSN). (nasional.tempo.co, 17/2/2022).

Serta didukung oleh peraturan daerah dalam SK Gubernur Jawa Tengah No. 509/41 Tahun 2018 pula Desa Wadas menjadi lokasi penambangan batuan andesit material pembangunan proyek Bendungan Bener.

Total lahan penambangan dan pembangunan yang bendungan butuhkan yakni 145 hektare. Ditambah 8,64 hektare lahan untuk akses jalan menuju proyek pertambangan. Penambangan tersebut menggunakan metode blasting atau bahan peledak. Warga menilai aktivitas penambangan mengancam keberadaan 27 sumber mata air. Imbasnya, berpotensi merusak lahan pertanian warga.

Kalau memang untuk rakyat, seharusnya memperhatikan hak-hak rakyat. Kalau memang proyek ini memiliki benefit untuk masyarakat, maka masyarakat akan menerima. Kalaupun masyarakat menolak, berikan penjelasan yang baik dan dapat diterima masyarakat. Serta misalnya proyek tersebut jadi dilakukan dan masyarakat menerima pemerintah seharusnya memberikan ganti yang sepadan dengan apa yang mereka tinggalkan. Jangan sampai tidak peduli dengan suara-suara rakyat yang menolak, mungkin saja mereka belum paham tentang apa yang akan dibuat, atau mungkin proyek ini tidak akan berdampak baik bagi alam kedepannya. Seharusnya hal-hal seperti itu dapat dilakukan, bukan menangkap warga yang tidak setuju. 

Kalau memang ingin memperhatikan ekonomi, seharusnya pemerintah tau tiap potensi yang ada pada masing-masing daerah. Tapi Seakan pemerintah menutup mata dengan kekayaan alam, dan lebih memperhatikan sektor pembangunan saja, tapi tidak memperhatikan dampak ke lingkungan. 

Apakah benar tujuannya itu untuk memajukan kepentingan rakyat? Jika iya, kenapa jika rakyat protes di tangkap karena dianggap tidak mendukung pemerintah. Hal itu juga dapat dilihat di Wadas, bagaimana warga di sana diperlakukan. Banyak warga yang menolak kebijakan itu ditangkap, banyak juga dikirim aparat keamanan pada saat proses pengukuran tanah. Serta ada yang dikejar sampai ke hutan, sampai takut untuk kembali ke desanya. Hal ini membuktikan sistem sekarang berpihak kepada rakyat. 

Keadilan Hanya dalam Sistem Islam 
Dalam kehidupan bernegara, pasti ada saja konflik yang terjadi baik antara sesama rakyat, maupun rakyat dengan pemerintah. Tapi pada sistem saat ini, rakyat yang memiliki masalah, seolah menemui jalan buntu dengan mengadu kepada pemerintah dan penegak hukum. Karena mayoritas penguasa itu seolah lebih memihak pengusaha, sehingga banyak kebijakan yang tak jarang merugikan rakyat dan membuat rakyat makin tersisihkan dan terabaikan. 

Salam sistem khilafah, ada sistem peradilan yang dipimpin Qâdhî Mazhâlim. Mahkamah Mazhalim merupakan lembaga negara untuk melenyapkan setiap bentuk kezaliman negara terhadap warga negara Khilafah. 

Mahkamah Mazhalim berhak mencopot khalifah, pejabat, maupun pegawai negara yang melakukan tindak kezaliman. Selain karena kezaliman, Mahkamah Mazhalim tidak berhak sama sekali melakukan pemakzulan. Ini karena pemilik asal wewenang mengangkat dan menghentikan pejabat maupun pegawai negara adalah khalifah. Khalifahlah yang berhak mengangkat dan menghentikan pejabat atau pegawai negara.

Persengketaan antara Khalifah Ali radiyallahu anhu. dan rakyatnya seorang Yahudi menjadi bukti adilnya sistem Islam. Perseteruan itu terkait baju besi yang masing-masing mengakui sebagai miliknya. Khalifah Ali menyatakan bahwa baju besi yang orang Yahudi pegang adalah miliknya, tetapi beliau tidak mampu mendatangkan saksi. Akhirnya, hakim memutuskan baju besi tersebut menjadi milik si Yahudi. Mendengar putusan hakim tersebut, si Yahudi pun mengakui baju besi itu memang milik Khalifah Ali dan selanjutnya ia masuk Islam. 

Keadilan dalam penerapan aturan ini akan kita dapatkan dalam sistem khilafah, bukan dari sistem sekarang yang aturannya dapat dibuat oleh siapa saja orang yang berkuasa. 

Sungguh, hari ini kita merindukan keadilan tersebut hadir di tengah kita, pemimpin agung yang menjamin hak-hak umat, menyelesaikan persoalan dengan penuh kebijaksanaan, dan mengutamakan kepentingan rakyatnya. Juga pemimpin yang taat aturan Allah dan senantiasa menegakkan keagungan Islam. Itulah pemimpin yang hanya ada dalam naungan Khilafah Islamiah. Wallahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post