DEMOKRASI MEMPERDAYA RAKYAT


Oleh : Sri Mulyani
Ibu Rumah Tangga

Rencana pemindahan ibukota negara akan mulai direalisasikan dalam waktu dekat. Di  tengah pandemi yang belum tuntas, perekonomian yang belum pulih, puluhan juta rakyat menjadi miskin dan utang luar negeri yang hampir mencapai tujuh ribu triliun rupiah,  Pemerintah tetap bersikukuh memindahkan ibu kota ke daerah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Banyak pihak yang mempertanyakan kebijakan yang telah disepakati para wakil rakyat dan Pemerintah. 

Benarkah Rencana ini cerminan suara rakyat? Apakah suara wakil rakyat yang mengesahkan UU IKN ini benar- benarbcerminan suara ratusan juta rakyat Indonesia yg tidak pernah dimintai persetujuan?Faktanya rakyat justru banyak yang menolak rencana ini.
 
Bukan pertama kali Pemerintah dan wakil rakyat mengesahkan undang - undang yang merugikan rakyat. UU Cipta Lapangan Kerja, UU Minerba, pencabutan subsidi energi seperti BBM dan gas dan UU Ormas, baru sebagian kecil produk hukum yang menyengsarakan rakyat. Padahal dalam sistem demokrasi di katakan rakyat berdaulat, segala undang-undang, hukum, dan peraturan harus lah bersumber dari rakyat. 

Pada praktiknya, dalam sistem demokrasi, yang tercipta adalah oligarki, yakni kekuasaan yang di kuasai segelintir orang dengan mengatasnamakan rakyat, karena sudah mendapat mandat sebagai wakil rakyat, mereka merasa berhak membuat dan mengesahkan berbagai peraturan dan perundang-undangan apa saja meski tidak berpihak pada rakyat kebanyakan. Di sinilah rusaknya sistem demokrasi.

Demokrasi juga menciptakan peluang bagi lolos nya kepentingan segelintir kaum kapitalis dengan jalan membuat undang undang. Sistem demokrasi berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Sama sekali tak ada kemiripan di antara kedua nya, baik secara asas maupun aturan yang dilahirkan. Perbedaan itu terletak pada sejumlah hal. Di antaranya : Pertama, dalam Islam kedaulatan ( hak membuat hukum)  ada di tangan syariah,  bukan pada rakyat maupun penguasa. Kewajiban pemerintah adalah mengurus rakyat dengan menerapkan hukum-hukum Allah SWT, bukan sebagai pembuat hukum. Allah SWT berfirman: Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati- hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang Allah turunkan) maka ketahuilah bahwa Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah kaum yang fasik (TQS al- Maidah(5): 49).

Karena hukum yang berlaku berasal dari wahyu Allah, tentu tak ada celah bagi penguasa untuk membuat hukum yang akan menguntungkan dirinya dan kelompok. Beda dengan sistem demokrasi. Hukum dibuat oleh manusia sesuai pesanan dan kepentingan pihak yang mensponsorinya.

Kedua, di dalam Islam ada Majelis Umat yang berfungsi menyampaikan aspirasi masyarakat dan menjalankan fungsi amar makruf nahi mungkar. Majelis ini tidak membuat atau melegislasi peraturan dan undang- undang. Majelis Umat berkewajiban menegur Khalifah dan pejabatnya jika melenceng dari syariah Islam dan buruk dalam melayani umat.
Ketiga, Khalifah sebagai penguasa wajib menjadi pelindung umat. Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya imam( Khalifah) itu perisai. Orang- orang berperang di belakangnya dan dia digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan ketakwaan kepada Allah 'Azza wa Jala dan berlaku adil, maka dengam itu dia akan mendapatkan pahala. Namun, jika dia memerintahkan yang lain maks dia akan mendapatkan dosa/ azabnya ( HR al - Bukhari dan Muslim).

Wahai kaum Muslim, sesungguhnya tidak ada yang bisa memberikan keadilan dan pembelaan pada umat kecuali syariah Islam. Janganlah kita terpedaya dengan slogan kedaulatan milik rakyat. Kenyataannya hak-hak kita dirampas untuk diberikan kepada segelintir orang. Padahal Allah SWT telah mengingatkan:( TQS al - Infithar (82): 6).

Sepintas aturan- aturan yang dibuat hari ini seperti UU IKN tampak bagus dan logis , misalnya dengan alasan menghindari banjir, menaikan perekonomian,   terhindar dari kemacetan dan tidak mengandalkan APBN. Namun jika di telusuri dengan detil dan teliti akan didapat kenyataan bahwa semua berpotensi merugikan rakyat. Karena itu jika kita  mengharapkan kebijakan yang berpihak pada rakyat, semua itu hanya ada dalam Islam. Bersegeralah. Belum cukupkah umat berkali - kali diperdaya oleh kaum olirgarki dengan mengatasnamakan kedaulatan rakyat?  Wallahu a'lam bi ash- shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post