CEGAH RADIKALISME ATAU CIPTAKAN PERPECAHAN?

Oleh: Kharimah El-Khuluq

Upaya penyudutan terhadap Islam telah dilakukan oleh para pendengki Islam dengan berbagai cara. Alat penyerangan yang mereka terus gencarkan adalah dengan mengangkat isu radikalisme dan terorisme. Isu ini digiring sedemikian apiknya.

Sebagaimana terlansir di harianaceh.co.id, 26/01/2022. Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri Brigjen Umar Effendi mengaku bakal melakukan pemetaan terhadap masjid-masjid untuk mencegah penyebaran paham terorisme. Karena, beberapa masjid dianggap sering menjadi tempat penyebaran paham radikal.

Boy Rafli Amar, selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan masih menemukan adanya pondok pesantren yang diduga terafiliasi dengan jaringan teroris. Jumlahnya mencapai ratusan pondok pesantren di berbagai wilayah, (tempo.co.id, 25/01/2022).

Rencana Pemerintah melakukan pemetaan masjid terkait dengan isu radikalisme merupakan langkah yang buram. Karena, pada awalnya definisi tentang radikalisme yang dikeluarkan sangat multitafsir. Bisa mendepak siapa pun baik yang termasuk dalam definisi tersebut atau yang tidak sejalan dengan langkah Pemerintah.

Kemudian, disisi lain masyarakat akan saling mencurigai satu sama lain. Bahkan, kemungkinan akan saling menyerang antara masjid yang dianggap oleh pemerintah masjid yang menyebar paham radikal dengan masjid yang tidak menyebarkan paham radikal.

Kemudian masyarakat juga akan semakin takut menitipkan anak-anaknya ke pondok pesantren karena takut diajarkan paham terkait teroris dan radikal tersebut. Padahal, di pondok pesantren tidak ada ajaran tersebut.

Kendati demikian, sebenarnya Pemerintah ingin mencegah radikalisme atau memang Pemerintah ingin menciptakan perpecahan di tengah-tengah umat.

Maka, wajar saja jika masyarakat merasa bahwa pemerintah berlaku tidak adil terhadap umat muslim. Karena, stigma negatif terkait radikal hanya disematkan di kelompok atau lembaga Islam saja. Sedangkan, kelompok atau lembaga di luar Islam aman-aman saja dari stigma ini.

Dan tentu masyarakat memandang bahwa ini adalah cara keji Pemerintah untuk memframing seolah-seolah Islam mendatangkan suatu kemudaratan.

Sebab, dengan adanya isu terorisme dan radikalisme masyarakat akan takut mempelajari Islam. Bahkan, kaum muslim dengan adanya jargon seperti itu akan semakin menjauh dari ajaran agamanya yang paripurna.

Kemudian di sisi lain semangat juang yang dimiliki oleh umat muslim untuk menegakan Islam, yakni penerapan Islam secara kaffah akan kendor. Karena, akan dikekang oleh jargon terorisme dan radikalisme tersebut.

Maka dari itu, klaim radikal dan sejenisnya hanya akan menciptakan kegaduhan dan perpecahan di tengah-tengah masyarakat. Serta memperburuk kondisi umat khususnya umat Islam. Karena, akan semakin jauh dari ajaran agamanya.

Di dalam Islam fungsi masjid itu sebagai tempat ibadah. Pengertian ibadah tidak sebatas pada puasa, zakat, shalat, haji. Menurut Ibn Taimiyyah, ibadah adalah apa saja yang dicintai dan diridhai oleh Allah SWT. baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan.

Sebagaimana pada zaman Nabi Saw. masjid tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah mahdah saja. Melainkan juga digunakan menjadi pusat pemerintahan, musyawarah, peradilan, pendidikan.

Begitupula dengan dunia pendidikan, dalam Islam berbicara terkait pendidikan bukan semata-mata adalah ukuran nilai akademik saja. Melainkan memahamkan tsaqafah yang memancarkan nafsiyah dan syakhsiyah Islam dari diri para pelajar.

Maka dari itu, jika diamati stigma terkait radikalisme merupakan proyek kaum penjajah untuk menjaga keberlangsungan kepentingannya. Karena, dengan adanya proyek ini yang menguntungkan tentu kaum penjajah itu sendiri dengan antek-anteknya yang menjadi penguasa.

Oleh karena itu, umat Islam jangan terperdaya dan terpecah belah hanya karena stigma radikalisme dan kawan-kawannya. Umat harus mampu bangkit dan bersatu kembali memperjuangkan penerapan Islam secara kaffah.

Wallahualam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post