Mafia Tanah, Kejahatan Terstruktur




Oleh Ummu Irsyad
(Pemerhati Kebijakan Publik) 

Kasus mafia tanah kembali mencuat ke permukaan. Media diramaikan oleh kasus yang menimpa artis Nirina Zubir beberapa waktu lalu. Komplotan mafia tanah telah memalsukan enam sertifikat tanah milik keluarga Nirina. Kasus mafia tanah di Indonesia bukanlah perkara langka. Karena hal ini sudah berlangsung sejak lama. Sebelumnya, terdapat kasus yang juga terjadi di Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi DKI Jakarta. Kasus lainnya yang melibatkan mafia tanah dan tak kalah heboh adalah terkait ibunda Wakil Menteri Luar Negeri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyo (SBY) Dino Patti Djalal. Dluar kasus diatas masih banyak yang tidak terekspose oleh media. 

Mafia tanah melakukan kejahatannya secara sistematis. Mereka tidak beraksi sendirian, sebab disinyalir banyak oknum internal dari Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang menjadi bagian dari komplotan mafia tanah. Menanggapi hal ini, Menteri ATR/BPN Sofyan A Djalil menjanjikan akan memberantas mafia tanah hingga ke akar-akarnya. Pemerintah pun telah membentuk Tim Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah sejak tahun 2018 bersama Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan Agung RI untuk memberantas mafia tanah.

Namun kenyatannya Anggota Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin mengatakan, upaya memberantas mafia tanah di Indonesia bukanlah perkara mudah. Ada sejumlah tantangan dalam pemberantasan mafia tanah. Zulfikar menyebut, kekuatan mafia tanah digerakkan oleh banyak oknum lintas institusi. Para oknum ini tersebar di berbagai institusi negara guna melanggengkan praktik mafia tanah sehingga jauh dari jeratan hukum. (Republika, 17/11/2021). 

Dari sini kita bisa melihat bahwa mafia tanah ini bukanlah kejahatan individual, namun mafia tanah ini sudah menjadi kejahatan terstruktur. Dimana para pejabat sendiri sudah tau tentang hal ini. Namun alih-alih membongkar hingga ke akar-akarnya pihak kementerian hanya memberikan sanksi ringan kepada oknum bawah yang terlibat. Hal ini rasanya tidak sebanding dengan kerugian masyarakat yang diakibatkan oleh kejahatan mafia tanah tersebut. 
Pemerintah baru bergerak jika persoalan mafia tanah menyangkut orang terkenal atau dari kalangan pejabat, namun mereka seperti abai terhadap persoalan tanah di wilayah yang bermasalah. 

Banyak daerah-daerah baik itu di kota atau desa, dimana pemerintah mengklaim satu wilayah yang menjadi kepemilikan pemerintah, padahal banyak warga yang telah bertahun-tahun menempati wilayah tersebut. Hanya karena masyarakat tidak memiliki legalitas tanah mereka sendiri, akhirnya mereka terusir tanpa ganti rugi yang sepadan. Begitu juga dengan perusahaan-perusahaan besar yang berdiri dengan pembebasan lahan. Banyak diantaranya melakukan pemaksaan atau bahkan pemalsuan kepemilikan tanah, guna memuluskan pembebasan lahan tersebut. 

Kondisi ini memperlihatkan bahwa sistem kapitalis menuntut peran negara harus berkurang sehingga individu pemodal akan bebas berkuasa. Negara pun makin lemah, keberpihakannya mengarah pada pemilik kapital. Terlebih adanya cuan yang menggiurkan para pejabat yang mata duitan.

 Inilah Negara yang dikuasai oleh kapitalisme, oleh karena itu perbaikan sistem pertanahan tidak bisa dilakukan hanya dengan memperbaiki akhlak individu saja, atau hanya menghukum oknum tertentu. Namun harus direvisi secara menyeluruh terkait dengan penetapan hak katas tanah. Menetapkan sistem administrasi yang mapan, dan menciptakan masyarakat Islam yang melahirkan individu warga hingga pejabat negara yang amanah. Yang mampu mewujudkan atmosfer seperti ini hanyalah sistem Islam yang diterapkan secara kafah.

Dalam Islam kepemilikan atau penguasaan tanah didasarkan pada produktifitas tanah. Di antara sebab kepemilikan tanah yang diatur oleh Islam adalah menghidupkan tanah mati (ihyaul amwat). Menghidupkan tanah berarti memakmurkannya. Menjadikan tanah layak untuk pertanian, membuat bangunan diatasnya, atau apapun yang membuktikan pemakmuran atas tanah. 

Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya” (HR. Ahmad). 

Selain tentang kepemilikan tanah, Islam juga memiliki seperangkat hukum terkait penyelewengan kekuasaan. Lebih dari itu penunjukan pejabat negara wajib memenuhi kriteria amanah terhadap jabatannya, jadi secara preventif islam telah mencegah adanya mafia tanah dalam negara.

 Wallahu a'lam bishawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post