AUKUS, ANTARA ANCAMAN DAN STRATEGI MENGHADAPINYA


Oleh: Rahmawati Ayu K., S.Pd*)

Amerika Serikat (AS) mengumumkan aliansi baru yang besar dengan Inggris dan Australia sebuah kemajuan teknologi besar yang jelas dirancang untuk mengimbangi kekuatan Cina di kawasan Indo Pasifik. Perjanjian aliansi militer antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AUKUS) ini akan menjadi efek domino bagi kawasan indo pasifik, secara khusus Negara-negara ASEAN. AUKUS, bahkan menjadi ancaman nyata bagi keamanan kawasan ASEAN.  (sindonews.com)

Salah satu butir kesepakatan AUKUS yakni, AS dan Inggris akan membantu dalam pengadaan delapan kapal selam bertenaga nuklir. Dalam kerangka AUKUS pula, AS akan meningkatkan kekuatan kapal perang, pesawat tempur, peluru kendali, dan tentaranya di Australia.

AUKUS juga akan bekerja sama di bidang keamanan internet, kecerdasan buatan, teknologi kuantum, dan pengawasan bawah laut. AUKUS ditujukan pula untuk meningkatkan kerja sama dan rantai pasok industry pertahanan di antara anggotanya.
Akibat kesepakatan AUKUS, Australia membatalkan pembelian 12 kapal selam diesel dari Perancis. Paris pun menuding Washington dan Canberra berkhianat.

*Analisa politik dibalik AUKUS*

Menanggapi perjanjian aliansi militer ini, pengamat militer Budi Mulyana menilai ada dua tujuan riil: *pertama*, aliansi ini warning dan sinyal terhadap menguatnya eksistensi Cina. Sebagaimana diketahui, AS mengalihkan perhatiannya dari kawasan timur tengah ke Pasifik. Ditandai dari penarikan mundur pasukan AS dari Afghanistan. Ini menunjukkan AS memiliki pengaruh di kawasan Indo Pasifik, sekaligus menunjukkan kebijakan politik luar negeri Presiden AS Joe Biden untuk mewaspadai maneuver-manuver yang dilakukan emerging power Cina.

Jika diperhatikan secara historis, AS memang belum memiliki jaminan yang kuat di kawasan Pasifik. Sedangkan di kawasan Atlantik, sudah ada NATO yang sudah teruji puluhan tahun dalam perang dingin. Oleh karena itu, ketika emerging powernya Cina meningkat, AS mulai mengarahkan perhatian di kawasan ini dengan menjalin sekutunya di Pasifik, salah satunya Australia.

*Kedua*, lanjutnya, secara politis, AUKUS menguatkan hubungan atau relasi antara AS dan Inggris. Ini akan berimplikasi terhadap konteks percaturan politik Eropa dengan menguatnya persaingan antara Inggris dan Perancis. Karena yang merespon negatif terhadap munculnya AUKUS ini adalah Perancis.
Hanya saja, meski AUKUS adalah istilah yang baru dimunculkan, tetapi kerjasama militer di antara ketiga Negara ini secara historis saling terkait. Australia masih menjadi Negara dominionnya Inggris. Selain itu AS dan Inggris adalah sekutu yang kuat pasca Perang Dunia II dan bersama dalam NATO. 

Namun menurutnya, pengadaan kapal selam bertenaga nuklir yang  dikembangkan Australia akan meningkatkan ekskalasi ketegangan nuklir di kawasan Pasifik. “Terlebih jika ini dikaitkan dengan menguatnya eksistensi Cina di kawasan ini,” ujarnya lagi. Dengan kata lain, Australia dijadikan sebagai titik tolak AS dan Inggris yang posisinya sangat jauh dari kawasan ini. Karena Australia sangat eksis di kawasan Pasifik. Walaupun AS memiliki sekutu-sekutu lain di kawasan Pasifik. (www.muslimahnews.com)

*Bagaimana Indonesia bersikap?*

Kemunculan AUKUS ini tentu tidak bisa dianggap fenomena yang biasa terjadi antar Negara besar dalam perebutan pengaruh dan penjagaan eksistensi mereka. 

Lebih dari itu, harus dipahami kemunculan AUKUS ini bisa menambah banyak pintu masuk kepentingan Negara besar untuk menjajah kawasan Indo Pasifik, terutama kawasan Laut Cina Selatan (LCS).

Maka sebagai salah satu Negara di kawasan Indo Pasifik dan bersinggungan langsung dengan LCS, harusnya Indonesia memahami manuver politik ini. Jika tidak dan justru berkompromi, tindakan ini bisa menyebabkan Indonesia kehilangan kekuatan, kekayaan, serta kemampuan menyejahterakan dan melindungi rakyat akibat proyek penjajahan Negara-
Negara besar di kawasan ini.

Sebagaimana dalam kitab Mafahim Siyasi yang ditulis Syekh Taqiyuddin an Nabhani, suatu Negara yang menganut ideology akan memiliki pemikiran (fikrah) yang menjadi asas dalam menjalankan hubungannya dengan Negara/bangsa lain, AS sebagai Negara penganut ideology kapitalisme dan pemimpin blok kapitalis, memiliki pemikiran untuk menyebarkan ideologinya. Adapun metode (thariqah) blok kapitalis untuk mewujudkan pemikirannya adalah dengan cara penjajahan.
Indonesia sebagai negeri muslim mayoritas terbesar di dunia, semestinya bisa menjadi Negara yang memimpin dan mengarahkan kawasan sekitarnya untuk lepas dari penjajahan. Allah telah memerintahkan agar sumber daya alam (SDA) yang ada sebagai milik kaum muslimin dan diharamkan dikuasai asing/penjajah. Maka jika ada pihak-pihak yang ingin menguasainya, Negara harus melawan dan memberikan sanksi, sehingga kepemilikan SDA tetap menjadi serikat bagi kaum muslimin. 

Sayangnya posisi ini hanya akan dicapai jika Indonesia sadar akan posisi dan potensi strategisnya dan mengadopsi ideology Islam (menerapkan system khilafah) untuk membangun politik luar negerinya. Sebab jika negeri muslim ini tetap terkungkung dalam system kapitalisme, maka yang hanya bisa dilakukan adalah tunduk dengan gembong kapitalisme, yaitu AS. Ini sama saja menyerahkan diri untuk dijajah.

Politik luar negeri dalam Islam merupakan representasi dari akidah Islam yang mengharuskannya untuk menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Maka dalam membangun hubungannya dengan Negara-negara lain, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya, dakwah Islam harus dijadikan asas setiap tindakan dan kebijakan. Ini berdasarkan kenyataan bahwa Rasulullah SAW diutus untuk seluruh umat manusia. Allah SWT berfirman:
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا كَاۤفَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيْرًا وَّنَذِيْرًا وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Saba : 28)

Oleh karena itu, ketika terjadi perebutan pengaruh politik oleh Negara asing di wilayah kekuasaan kaum muslimin seperti di kawasan Indo Pasifik, Negara Khilafah akan melindungi kawasan tersebut melalui jihad. Khilafah akan menunjukkan kekuatan dan eksistensinya di kawasan tersebut. Sehingga peluang pihak asing untuk berkuasa dan menguasai wilayah kaum muslimin akan tertutup. Allah SWT berfirman:
وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِهٖ عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمْ وَاٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْۚ لَا تَعْلَمُوْنَهُمْۚ اَللّٰهُ يَعْلَمُهُمْۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يُوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ
Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan). (QS. Al Anfal: 60)

Ayat tersebut diatas memerintahkan kepada umat Islam untuk mewujudkan kekuatan militer yang tangguh dan menggunakannya secara penuh dalam berbagai kesempatan yang tidak hanya membuat umat Islam mampu menghadapi Negara-negara adidaya, tetapi juga mampu menjadi Negara adidaya di dunia. Serta jauh dari pengaruh dan tekanan aliansi-aliansi Barat. Wallahu a’lam bisshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post