KONDISI AFGHANISTAN DAN NARASI PERANG MELAWAN TERORISME


Oleh: Ummu Fahri 
(Aktivis Dakwah Perindu Perubahan)

Dikuasainya Afghanistan oleh Taliban, Agustus lalu telah menyita perhatian publik dalam skala besar. Hal ini lumrah mengingat konflik Afghanistan memiliki magnitudo besar dalam mengubah wajah politik internasional. Tumbangnya rezim Mohammad Ashraf Ghani Ahmadzai yang dibentuk Amerika Serikat, diproyeksi akan menjadikan Afghanistan sebagai medan pertarungan kepentingan negara-negara besar, seperti China, Rusia, Turki, India dan Pakistan. Selain itu, bangkitnya Taliban diprediksi akan menggeliatkan kembali terorisme internasional. Proyeksi terakhir inilah yang diwaspadai banyak negara, termasuk Indonesia.

Dua proyeksi di atas tidaklah berlebihan. Akan sulit bagi Afghanistan saat ini untuk mencapai konsolidasi internal dalam waktu dekat. Taliban yang digulingkan Amerika Serikat pada 2001 karena dianggap melindungi Usamah bin Laden pemimpin Al-Qaidah yang dituding Amerika Serikat sebagai dalang dibalik tragedi 9/11 tentu akan benar-benar memastikan bahwa tidak ada residu Amerika Serikat yang tertinggal.

Pembersihan dengan kekerasan terhadap kelompok-kelompok pendukung Ashraf Ghani, baik sipil maupun militer, niscaya akan dilakukan. Selain itu, faktor lainnya yang memberatkan konsolidasi internal adalah penerimaan rakyat Afghanistan sendiri terhadap Taliban.

Banyaknya narasi-narasi yang digaungkan setelah  kelompok Taliban menduduki Afganistan, kekhawatiran akan adanya kelompok-kelompok teroris yang menebar teror, termasuk di Indonesia.Badan Intelijen Negara (BIN) tengah melakukan deteksi dini terhadap kelompok teroris di Indonesia yang memiliki kedekatan ideologi dan jaringan dengan Taliban.

Tindakan tersebut merupakan upaya antisipasi mengingat selama ini pergerakan kelompok teroris di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan situasi di tingkat global dan regional.BNPT dan Detasemen khusus 88 Polri juga memiliki pendapat yang sama.Beberapa tokoh menganjurkan Polri,TNI, dan BIN melakukan upaya preventif agar kejadian Taliban di Afghanistan tidak dicontoh masyarakat di Indonesia.

Densus 88 Anti-teror Polri menangkap 37 orang yang diduga teroris di 10 Provinsi sejak 12 Agustus lalu dan disebut  mereka merencanakan tindakan teror pada 17 Agustus.Sebagian besar dari yang ditangkap adalah kelompok JI.

Pada era tahun 90-an, anggota JI (Jama'ah Islamiyah) Indonesia melakukan pelatihan militer di Afghanistan dan kemudian diyakini melancarkan serangkaian aksi teror di Indonesia- diantaranya bom Bali, bom Kedutaan Australia hingga bom Hotel Marriot Jakarta, yang menewaskan ratusan orang. Jemaah Islamiah sendiri adalah kelompok yang berafiliasi dengan jaringan teroris Al-Qaeda pimpinan Osama Bin Laden yang dekat dengan Taliban.

Inilah salah satu narasi yang terus -menerus digaungkan, kekhawatiran akan adanya kelompok Islam guna menerapkan Syariat   Islam terus dijegal  dengan narasi yang negatif.

Ketika Taliban mendapatkan kemenangan,narasi Islam radikal makin digencarkan.Oleh karena itu, Indonesia meningkatkan program kontra terorisme, deradikalisasi, kampanye Islam moderat, dan kegiatan semacam itu.Wajar karena Indonesia memilih bersama dengan AS dalam Global War on Terorism dan sudah menjadikan moderasi beragama sebagai salah satu program prioritas nasional.

Disamping itu pada Januari 2021 lalu, disahkan Peraturan Presiden (Perpres) No.7/2021 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstrimisme (RAN-PE) Berbasis kekerasan yang mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.

RAN-PE ini bertujuan mencegah ancaman ekstrimisme berbasis kekerasan dan mengarah pada aksi Terorisme di Indonesia.Perpres tersebut dianggap sebagai bentuk peran negara dalam mengaruskan moderasi beragama untuk mencegah ekstrimisme yang mengarah pada Terorisme.

Krisis Afghanistan dan Intervensi Tuan Imperialis telah nyata salah satu upaya barat untuk menghadang Islam politik.Upaya penerapan Islam secara kaffah telah distorsi sebagai pemahaman yang ekstrim yang harus dilawan dengan moderasi beragama.Narasi islamofobia kembali digaungkan agar umat menolak penerapan syariat Islam dalam negara.

Sistem Islam dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah senantiasa dianggap tidak relevan untuk diterapkan di seluruh dunia. Padahal ketika menelisik dalam historis dimana sistem Islam mampu memberikan kontribusi bagi seluruh dunia yang hidup dalam naungannya tidak terkecuali non muslim sekalipun.

Islam adalah agama yang cinta damai, bahkan tidak pernah sekalipun ditemukan Islam sebagai agama penjajah. Narasi yang terus -menerus digaungkan oleh barat untuk menghalangi tegaknya sistem Islam membuktikan kekhawatiran akan eksistensi barat tidak lagi aktif didunia.

Oleh karenanya, berbagai upaya dilakukan untuk menghalangi dan menjegal para pengemban dakwah, dengan kelompok radikal, teroris. Sehingga mengaburkan pemahaman umat Islam akan syariat Islam dan Islam kaffah. 

Islam mengharuskan negara untuk memimpin dunia dan menjadi Rahmat bagi seluruh alam,serta mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh manusia.Semua itu akan menjadi nyata dengan Daulah Khilafah Islamiyah.

Wallahu a'lam Bishshawab..

Post a Comment

Previous Post Next Post