Impor Cabai, Kebijakan yang Dipertanyakan.


Oleh: Diana Nofalia, S.P

Baru-baru ini masyarakat dihebohkan oleh video viral yang memperlihatkan seorang petani cabai mengamuk dan merusak kebun cabai miliknya. Disinyalir kemarahan petani tersedia diduga akibat harga cabai di pasaran turun.

Slamet mengatakan, harga cabai yang anjlok di pasaran menandakan adanya masalah yang seharusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah. Pemerintah harus hadir melindungi petani indonesia. Jangan hanya berpikir impor terus, sementara nasib petani kita semakin sengsara, ujarnya, Jumat (27/8) lalu.

Slamet menyatakan impor cabai di semester I 2021 sebesar 27,851 ton. Naik 54 persen dibanding tahun 2020 sebesar 18.075 ton. (https://www.rctiplus.com/news/detail/ekonomi/1495864/petani-cabai-ngamuk-karena-harganya-murah-dpr-pemerintah-jangan-hanya-berpikir-impor-terus)

//Peran negara dipertanyakan//

Fakta diatas tentunya membuat masyarakat bertanya-tanya, dimana peran negara dalam mengurusi kebutuhan dan kesejahteraan rakyatnya dalam hal ini petani cabai. Yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah mengurangi impor cabai selama pandemi. Tapi kenyataannya yang terjadi adalah pemerintah melakukan impor besar- besaran sehingga mengakibatkan anjloknya produk lokal.

Abainya negara pada urusan rakyat tak hanya dalam hal swasembada pangan saja, tapi juga bidang lainnya. Hal ini tentunya ada yang melatarbelakanginya. Bahkan kita bisa lihat beberapa tokoh pemerintahan negeri ini sudah mulai ancang-ancang untuk mengamankan kursi untuk pemilu selanjutnya.

Dalam sistem kapitalis, partai memang "harus" _concern_ pada kekuasaan. Itu konsekuensinya ideologis. Saat Pemilu mereka berlomba menjadi pemenang, baik sendiri maupun berkoalisi. Lalu ketika kalah menjaga oposisi, dengan harapan pada Pemilu berikut menjaga pemenang dan menjadi partai yang berkuasa. Lazimnya, untuk tujuan itu tidak ada cara yang diharamkan; semua boleh-_money politics_, konspirasi, dan sebagainya.

Konsekuensi dari ideologi kapitalisme inilah yang membuat elite politik negeri ini hanya mengambil manfaat dari suara masyarakat tapi mengenyampingkan urusan dan kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain kekuasaan dan jabatan tetaplah menjadi hal yang utama. Miris memang, tapi itulah kenyataan pahit yang dipertontonkan kepada masyarakat secara terang-terangan.

//Hijrah menuju sistem Islam//

Hijrah dari sisitem kapitalisme yang tidak menjamin rasa keadilan bahkan kesejahteraan harusnya sesegera mungkin kita lakukan. Politik yang berkeadilan hanya ada dalam politik sistem Islam.

Gambaran implementasi konsep politik Islam yang berkeadilan tampak dalam: (1) Pemberian sertifikat tanah (Tahun 925 H/1519 H) kepada para pengungsi Yahudi yang lari dari kekejaman inkuisisi Spanyol pasca jatuhnya pemerintah Islam di Andalusia. (2) Surat ucapan terima kasih dari pemerintah Amerika Serikat yang sedang dilandasi kelaparan pasca perang dengan Inggris (abad 18). (3) Surat jaminan perlindungan kepada raja Swedia yang diusir tentara Rusia dan mencari eksil ke khilafah (30 Jumadil Awwal 1121 H/7 Agustus 1709 H). (4) pemberian izin dan ongkos kepada 30 keluarga Yunani yang telah berimigrasi ke Rusia, namun ingin kembali ke wilayah khilafah, karena di Rusia merupakan justru tidak sejahtera (13 Rabiul Akhir 1282/5 September 1865). (5) Pasukan Khilafah Turki Utsmani tiba di Aceh (1566- 1577), termasuk para ahli senjata api, penembak dan para teknisi. Untuk mengamankan wilayah _Syamatiirah_ (Sumatera) dari Portugis. Dengan bantuan ini Aceh menyerang Portugis di Malaka.

Negara yang berdasarkan syariat Islam menjamin kebutuhan pokok setiap individu masyarakat secara layak dalam politik ekonomi Islam serta memberikan kemungkinan kepada semua orang untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier mereka dalam bingkai _life style_ masyarakat Islam. Jaminan kesejahteraan diberikan kepada orang-perorang seluruh rakyat, bukan secara makro/agregat/kolektif. Walhasil, Islam memastikan kesejahteraan dan kemiskinan dapat diatasi dengan benar dan riil.

Jaminan kesejahteraan pemenuhan kebutuhan pokok orang perorang terlihat jelas pada saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintah. Ibnu Abdul Hakam meriwayatkan, Yahya  bin Sa'id, seorang petugas zakat pada masa itu, berkata, "Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada masa itu makmur. Akhirnya, saya membeli budak lalu memerdekakannya."

Gambaran singkat politik Islam yang berkeadilan dan mensejahterakan diatas menjelaskan kepada kita bahwa sistem inilah yang pantas diterapkan. Apalagi telah terbukti, sistem kapitalis-sekular yang diterapkan saat ini telah banyak menimbulkan banyak penderitaan dan ketidakadilan.

Wallahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post