Hipokrisi Demokrasi Anti-Kritik

Oleh: Pilar Bela Persada (Mahasiswi, Komunitas Annisaa Ganesha)

Akses kebebasan menyampaikan pendapat perlahan mulai menyempit dan tertutup lagi. Padahal negeri ini menganut sistem demokrasi yang konon menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Di bulan Agustus 2021 saja, kita menjumpai rentetan razia mural jalanan. Salah satu yang paling mencuri perhatian publik adalah terkait perkara mural Jokowi 404: Not Found. Mural ini sebenarnya telah dihapus sejak hari Kamis (12/08/2021). Namun tagar #Jokowi404NotFound malah berhasil naik memuncaki trending di twitter pada hari Sabtu (14/08/2021). Ramainya tagar ini tidak lain adalah wujud keheranan publik soal penghapusan mural sebagai aspirasi kritik  yang seharusnya menjadi hak bagi setiap anggota masyarakat.

Berdasarkan pengamatan dari pakar sosiologi politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, sepanjang reformasi, belum pernah ada insiden penghapusan mural yang mengandung kritik sosial. Terakhir ia saksikan hal yang seperti ini terjadi ketika era Orde baru. Alih-alih mendengarkan dan mengoreksi kebijakan, pemerintah secara konsisten merespons semua narasi yang berbau protes dengan 'pendekatan keamanan’. Hal ini semakin menunjukan kecenderungan yang lebih mengarah ke karakter otoritarianisme (bbc.com/indonesia). 

Demi menjaga status quo di tengah krisis multidimensi negeri yang kian parah, pemerintah memang lebih memilih bersikap otoriter membungkam suara rakyatnya. Sambil secara ajek juga merespon dengan berbagai bualan bahwa mereka berdiri sebagai entitas yang tidak anti-kritik. Penguasa hari ini pun kian menampakkan dirinya seolah-olah menjadi satu-satunya pihak yang benar, sehingga bisa menjadi dalih untuk membungkam ruang ekspresi bagi publik. 
Padahal, kritik yang disampaikan rakyat kepada penguasa adalah hal yang lumrah yang bisa terjadi di sistem pemerintah mana pun. Bedanya, apakah pemerintahnya memberi ruang atau tidak. Jika tidak berarti dia penguasa otoriter, jika memberi ruang, konon dia penguasa demokratis. Tapi nyatanya, negeri ini yang katanya masih menganut demokrasi pun, apa yang dilakukan oleh pemerintahnya malah menunjukan sebaliknya. Kebebasan berpendapat hanya dibuka jika tidak mengancam posisi kekuasaan, misalnya saja, belakangan terjadi kasus pelecehan agama Islam kembali, tapi apa yang dilakukan pemerintah? Sebaliknya, jika kritik itu berpotensi menggoyang rezim, meskipun yang disampaikan adalah sebuah fakta kebenaran, jangan harap pelaku nya masih bisa melenggang bebas.

Budaya menasihati penguasa, menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan, sejatinya suatu hal yang tidak asing dalam Islam. Bahkan, Allah SWT mewajibkan hal itu kepada rakyat, umat Muslim untuk melakukan muhasabah lil hukam dan atau amar ma’ruf nahi munkar. Umat Muslim tidak boleh membiarkan penguasanya melakukan kedzaliman, apalagi kemaksiatan. Karena pemimpin dalam Islam memang dipilih umat untuk menerapkan aturan Allah, yang dijamin memberikan rahmat ke seluruh alam, tidak hanya rahmat untuk muslim saja tetapi juga non-muslim akan merasakannya.

Dalam praktiknya yang komprehensif, sebagai satu-satunya sistem yang shahih, Islam menjamin kontinuitas ruang diskusi bagi publik melalui keberadaan majelis umat. Menurut buku Sistem Pemerintahan Islam yang ditulis Abdul Qadim Zallum, Majelis Umat adalah salah satu majelis yang beranggotakan orang-orang yang mewakili kaum muslim dalam memberikan pendapat dan juga sebagai tempat rujukan bagi Khalifah (pemimpin negara) untuk meminta masukan atau nasihat dalam berbagai urusan. Mereka mewakili umat dalam melakukan kontrol dan mengoreksi para pejabat pemerintah (muslimahnews.com). Sehingga, kita melihat bahwa Islam adalah sebuah sistem yang secara tulus benar-benar dapat memastikan kesejahteraan umat. Namun hal ini hanya akan terwujud jika Islam diterapkan dalam sebuah ideologi negara, suatu sistem kehidupan yang diterapkan di seluruh aspek bidang. Tidak seperti demokrasi yang hari ini terlihat betapa hipokritnya, hanya mejadi alat politik para penguasa untuk bisa terus melanggengkan kekuasaannya. Jangan coba-coba mengkritik kalau tidak mau dibui.
Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post