AFGHANISTAN DAN SUMBER DAYA ALAM YANG DIPEREBUTKAN


Oleh: Nurhalidah, A.Md.Keb

Afghanistan merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Walaupun demikian, negara yang terkurung daratan di Asia Selatan dan Asia Tengah ini mempunyai kekayaan mineral besar yang belum dimanfaatkan, yang mungkin saja bisa menjadikannya negara paling kaya. Menurut Ilmuwan dan pakar keamanan yang mendirikan kelompok Ecological Futures, Rod Schoonover, bahwa Afghanistan sebenarnya adalah salah satu wilayah yang paling kaya akan logam mulia tradisional dengan nilai cadangan mineral mencapai satu triliun dolar, (Radarsukabumi.com, 21/08/2021).

Menurut para pengamat, meskipun situasi Afghanistan saat ini dikepung oleh kekacauan, tidak menyurutkan minat dari negara-negara seperti China, Rusia, Pakistan, dan India, mencoba untuk terlibat dalam penambangan mineral ini.

Dari pengambilalihan kekuasaan afghanistan oleh taliban, tergambar bahwa kekayaan sumber daya alam yang melimpah menjadi incaran oleh negara-negara barat yang ekploitatif. Seperti, Cina dan Rusia. Mereka mulai menjalin komunikasi yang teratur dengan perwakilan taliban. Walaupun, sebenarnya mereka belum mengakui secara resmi terhadap taliban. Namun, negara-negara Barat akan mempunyai segala macam taktik untuk menyusupkan dirinya ke dalam negara jajahannya.

Karena tidak adanya kedaulatan yang penuh yang dimiliki oleh negara afghanistan dan negara berkembang lainnya maka mereka menjadi incaran para negara barat. Sehingga, negara Barat leluasa untuk menjarah kekayaan alam yang dimiliki oleh negara jajahannya. Sedangkan, negara-negara yang dijajah disibukkan dengan masalah internal. Hal ini, merupakan bagian dari taktik negara barat. Supaya, negara jajahannya abai terhadap agenda perampokan yang mereka lakukan atas sumber daya alam tersbut.

Maka dari itu, jumlah penduduk yang padat, baik menjadi minoritas maupun mayoritas muslim, kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal itu, tidak akan memiliki makna apa-apa tanpa adanya kedaulatan penuh yang dimiliki oleh negara. Karena, kekayaan Alam hanya sebatas nampak di ujung mata namun tidak di nikmati oleh negara itu sendiri. Melainkan, di nikmati oleh negara penjajah.

Walaupun kenyataannya dalam suatu negara tersebut sudah dinyatakan merdeka dan memiliki presiden atau pemimpin. Akan tetapi, keberadaan negara hanya sebagai simbolis dan pemimpin hanya sebagai boneka para negara penjajah. Sebab, kepemimpinan dalam bingkai demokrasi. Hanya ada hubungan simbiosis mutualisme antara pemilik modal dengan penguasa. Keadaan ini akan tetap terputar pada poros yang sama. Kendati tahun pun berganti tidak akan membawa pengaruh apa-apa. Selain dari, kesengsaraan yang di nikmati oleh umat. Hal ini, tetap berlaku semasih berada dalam lingkaran bingkai demokrasi.

Oleh karena itu, jika keberadaan negara demokrasi tidak membawa pengaruh positif terhadap umat. Maka, umat butuh kepemimpinan lain yang mampu mengubah keadaan yang kacau balau menjadi keadaan aman, damai nan sejahtera dunia dan akhirat. Pilihannya hanya pada kepemimpinan Islam. Sebab, tapak tilasnya telah dibuktikan selama ±13 abad mampu mengguncang 2/3 belahan dunia dengan kedamaian.

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Maksud dari raa'in adalah khalifah sebagai pemimpin tunggal kaum Muslim di seluruh dunia memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusan umat. Apapun yang menjadi urusan umat menjadi tanggung jawab dari pemimpin. 

Fungsi pemimpin dalam pemerintahan Islam tidak hanya sebagai pengurus urusan umat melainkan sebagai pelindung atas umat. Fungsi junnah dari Khalifah ini tampak ketika ada Muslimah yang dinodai kehormatannya oleh orang Yahudi Bani Qainuqa’ di Madinah, Nabi saw melindunginya, menyatakan perang kepada mereka, dan mereka pun diusir dari Madinah. Selama 10 tahun, tak kurang 79 kali peperangan dilakukan Rasulullah Saw, demi menjadi junnah bagi Islam dan kaum Muslim.

Demikian, keberadaan negara dalam bentuk kepemimpinan Islam tidak hanya sebatas simbiolis. Melainkan, menjalankan segala kewajibannya sebagai penuh ketaatan kepada Sang Khalik bukan taat dan patuh pada kaum penjajah.

Wallahu a’lam bishshawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post