Perketat Jalur Masuk Kota, Efektif Menekan Penyebaran Virus?


Oleh Suci Ajun
(Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Banggai, Sulteng) 

Keberadaan Covid-19 yang sudah memasuki daerah Banggai Laut, Sulawesi Tengah, membuat resah masyarakat sebab mengancam kesehatan dan jiwa. Dalam rangka menekan penyebaran virus corona, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Banggai Laut menggalakkan pengetatan disemua pintu masuk pelabuhan dengan terus melakukan sosialisasi tentang protokol kesehatan. 

Pemerintah memperketat semua pintu masuk pelabuhan dengan cara penumpang yang naik kapal yang menuju Banggai Laut harus dengan menunjukan  hasil pemeriksaan rapid test antigen negatif. Kebijakan yang diterapkan berarti tetap memberikan keleluasaan masyarakat untuk melakukan perjalanan keluar masuk daerah, namun harus tetap menerapkan protokol kesehatan yakni menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. (Kabarbenggawi.com, 19/8/2021) 

Pada kenyataannya, kebijakan tersebut dinilai kurang efektif dalam menekan penyebaran virus corona. Pasalnya masyarakat masih bisa leluasa melakukan perjalanan keluar daerah yang akan memungkinkan  mereka bertemu dengan orang yang positif corona di daerah lain.
 
Akibatnya,  bukan hanya kasus yang bertambah, angka kematian pun akan bertambah. Sangat disayangkan, ditengah kondisi pandemi yang belum membaik, metode yang digunakan juga belum memadai untuk mengakhiri pandemi. Diperparah lagi kondisi masih dalam pandemi tetapi kegiatan dan tempat wisata tetap dibuka. Dimana hal ini akan mengundang pendatang luntuk berkunjung ke Banggai Laut. 

Kebijakan yang dikeluarkan seakan-akan memiliki maksud sebagai jalan tengah yang menjadi solusi dari kondisi pandemi dan krisis ekonomi. Kebijakan ini merupakan salah satu contoh bahwa ada pihak yang lebih mementingkan aspek ekonomi dibandingkan kesehatan atau bahkan nyawa rakyat. Inilah sistem Kapitalisme dalam mengatasi pandemi yang tidak mengutamakan kesehatan dan keselamatan rakyat. 

Berbeda dengan Sistem Islam dalam mengatasi wabah atau pandemi dengan lebih mementingkan kesehatan dan keselamatan umatnya. Sebagaimana Nabi saw. bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
“Sungguh lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang Muslim.” (HR an-Nasai, at-Tirmidzi dan al-Baihaqi). 

Solusi Islam dalam mengatasi wabah atau pandemi yaitu pertama, melakukan isolasi atau karantina. Rasulullah saw bersabd:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

“Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Jika terjadi wabah di tempat kalian berada, janganlah kalian keluar dari wilayah itu.” (HR.al-Bukhari)

 Isolasi/karantina yang dilakukan atas wilayah yang terkena wabah tentu dengan tujuan agar wabah tidak meluas ke daerah lain. isolasi dilakukan dengan melihat pergerakan virus di setiap daerah. Inilah fungsi dari penetapan zona. Agar bisa ditentukan penanganan yang tepat. Daerah mana yang harus isolasi dan mana yang tidak. 

Selain itu, pemerintah juga wajib memenuhi berbagai kebutuhan daerah yang diisolasi. Tindakan cepat isolasi/karantina cukup dilakukan di daerah terjangkit saja. Daerah lain yang tidak terjangkit bisa tetap berjalan normal dan tetap produktif. Daerah-daerah produktif itu bisa menopang daerah yang terjangkit baik dalam pemenuhan kebutuhan maupun penanggulangan wabah. Sehingga perekonomian secara keseluruhan tidak terdampak.

Kedua, Jaga Jarak. Di daerah terjangkit wabah diterapkan aturan berdasarkan sabda Rasul Saw.:
 “Janganlah kalian mencampurkan orang yang sakit dengan yang sehat.” (HR.al-Bukhari)

Jaga jarak dilakukan dengan physical distancing seperti yang diterapkan oleh Amru bin ‘Ash dalam menghadapi wabah Tha’un ‘Umwas di Palestina kala itu dan berhasil. Tetapi untuk mengetahui siapa yang sakit dan yang sehat harus dilakukan 3T (test, treatment, tracing) massal secara terus menerus. pemerintah memiliki peran utama dalam melakukan 3T. Jadi tidak bisa menyerahkan pada kesadaran individu semata. Contohnya, ada orang yang tidak mau melakukan tes karena biaya tes yang tidak murah, atau karena takut ketika dites positif, lalu harus diisolasi, sehingga dia tidak bisa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Inilah yang menjadi salah satu penyebab sebaran virus sulit untuk ditekan. Sebab, kecepatan dalam melakukan 3T itu menjadi kunci.

Dalam Islam, tes akan dilakukan dengan akurat secara cepat, masif, dan luas. Tidak ada biaya sedikit pun. Lalu dilakukan tracing kontak orang yang positif dan dilakukan penanganan lebih lanjut. Yang positif dirawat secara gratis ditanggung negara. Termasuk kebutuhan diri dan keluarganya selama masa perawatan pun menjadi tanggung jawab negara. 

Negara mendapatkan pemasukan dari semua pendapatan SDA yang melimpah dan bisa juga dari aset-aset negara lainnya, tanpa bergantung pajak dan utang luar negeri. Sehingga negara bisa memberikan pelayanan kesehatan secara gratis dan dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarga pasien. Dengan langkah seperti  itu, kita bisa memisahkan antara orang yang sakit dan yang sehat. Mereka yang sehat tetap bisa menjalankan aktivitas kesehariannya. Tanpa dibayang-bayangi virus corona. Aktivitas ekonomi pun tetap produktif. 

Inilah sistem Islam yang menjadi solusi dari persoalan umat termasuk pandemi saat ini. Saatnya kita kembali pada hukum syariat, agar dampak pandemi Covid-19 tidak semakin parah dan duniapun bisa kembali normal sebagaimana sebelum datangnya virus corona. Sebab Sistem Islamlah yang memberi solusi dengan mengutamakan kesehatan dan keselaamatan umatnya.
Wallahu a’lam bish showwab

Post a Comment

Previous Post Next Post