Ironi TKA Masuk Saat PPKM Level 4


Oleh Eva Rahmawati
Aktivis Muslimah

Disaat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4, publik dikejutkan dengan kedatangan sebanyak 34 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok. Hal ini dibenarkan oleh pihak imigrasi, menurut Kepala Imigrasi Kelas 1 Khusus Bandara Soekarno-Hatta Romi Yudianto memastikan puluhan warga asal Tiongkok itu itu telah memenuhi persyaratan dan sesuai aturan yang berlaku. (Tempo.co, 8/8/21).

Bukan kali ini TKA asal Tiongkok masuk ke Indonesia saat PPKM. Awal Juli lalu, 20 TKA Tiongkok juga tiba di Makassar, Sulawesi Selatan. Mereka diperbolehkan masuk dengan alasan bekerja di proyek strategis nasional.

Dari catatan imigrasi Soekarno-Hatta, setidaknya ada 24.594 WNA yang telah memasuki indonesia dari periode 1 Juni hingga 6 Juli 2021 dan sebanyak 2.024 orang WNA tiba di periode 1-9 Agustus 2021.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mempertanyakan komitmen Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, untuk menutup pintu bagi TKA masuk Indonesia selama penerapan kebijakan PPKM.

Tentu saja kebijakan ini melukai rakyat. Menciderai rasa keadilan. Apalagi rakyat pun membutuhkan pekerjaan. Akan tetapi lapangan pekerjaan justru diserahkan ke TKA. Geram pasti, mengingat selama pandemi gelombang PHK terus terjadi. Pengangguran kian banyak. 

Kebijakan ini makin menegaskan fakta UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan dibuat pemerintah untuk memudahkan masuknya TKA yang mengancam lapangan pekerjaan pekerja lokal.

Derasnya warga asing masuk ke Indonesia dikala pandemi, dikhawatirkan semua kalangan akan membawa jenis virus baru. Hal ini nyatanya terbukti, Varian Delta yang sebelumnya hanya ada di India kini menyebar begitu cepat di Indonesia. 

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) Daeng M Faqih menyebut lonjakan kasus COVID-19 saat ini didominasi varian Delta atau B1617.2. Varian Delta yang pertama kali diidentifikasi di India juga memicu penularan lebih cepat hingga gejala COVID-19 kerap memburuk. (detik.com, 7/7/21).

Nasi sudah menjadi bubur. Varian Delta sudah menyebar. Indonesia 'kebobolan'. Hal ini wajar terjadi, disaat negara lain memperketat perjalanan internasional dari dan ke luar negeri, Indonesia malah membuka lebar arus masuk WNA. Dengan dalih wisata dan tenaga kerja. 

Maka lonjakan kasus Covid 19 varian baru sungguh tak bisa dibendung. Lonjakan ini bukan hanya di Ibu Kota, melainkan hampir merata di seluruh daerah-daerah. Berdasarkan data dari pemerintah per tanggal 10 Agustus 2021, jumlah kasus positif Covid 19 3.718.821, sembuh 3.171.147, meninggal 110.619 (covid19.co.id).

Inkonsisten dan Abai terhadap Keselamatan Jiwa

Dari awal Pandemi, para ahli sudah bicara. Memberikan langkah-langkah yang semestinya dilakukan pemerintah untuk menekan laju Cobid19. Dengan segera lockdown tempat yang pertama kali ditemukan covid 19. Tapi, saran dari para ahli dikesampingkan. Parahnya justru penguasa jumawa, yakin bahwa Covid 19 tak akan berdampak luas.

Disamping itu saran dari semua kalangan untuk segera menutup pintu masuk warga WNA tak dihiraukan. Arus masuk TKA terus meningkat. Bahkan ketika PPKM Darurat diberlakukan, masih dijumpai TKA masuk. Kebijakan ini dinilai rakyat tidak adil dan melukai rakyat.

Mengapa kepada rakyat sendiri begitu ketat, sementara TKA masih bisa masuk? Jika pemerintah mau  konsisten, pengetatan diberlakukan secara adil baik untuk rakyat sendiri dan TKA.

Menekan laju penularan Covid 19 salah satu dengan membatasi mobilitas masyarakat. Akan percuma jika hanya diberlakukan untuk rakyat, sementara warga asing leluasa keluar masuk Indonesia. Pelonggaran terhadap warga asing kontradiktif dengan penerapan PPKM darurat.

Dalam menangani kasus Covid 19 rezim masih setengah hati. Terlihat dari kebijakan-kebijakan yang diambil. Khususnya dalam hal masuknya TKA. Sudah jamak diketahui bahwa Corona bukanlah virus endemik yang berasal dari Indonesia. Virus ini pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina. Kemudian, virus Covid 19 varian delta yang kini menjadi kasus terbanyak dan berbahaya berasal dari India.

Mudahnya warga asing masuk ke Indonesia adalah buah kebijakan kapitalistik. Hal ini tidak terlepas dari perjanjian regional antara Indonesia dengan negara lain. Perizinan masuknya TKA bekerja di dalam negeri lebih mudah semenjak UU Cipta Kerja diteken.

Kini negeri ini dihadapkan pada situasi genting. Lonjakan kasus Covid 19 terus melaju, sementara tenaga kesehatan mulai berguguran. Rumah sakit over load hampir kolaps, ditambah dengan oksigen yang kian menipis.

Butuh solusi yang mampu mengatasi semuanya. Berharap pada sistem kapitalisme hanya menambah masalah kian pelik. Karakter kapitalistik hanya memprioritaskan ekonomi, tanpa memedulikan keselamatan jiwa. Bahkan pandemi ini malah dijadikan ajang bisnis. Para kapital tak segan-segan mengambil kesempatan ini untuk menambah pundi-pundi uang.

Solusi komprehensif hanya mampu diwujudkan dalam sistem Islam. Dalam menghadapi wabah, langkah awal yang ditempuh dengan lockdown area yang terkonfirmasi adanya virus. Untuk menekan penyebaran virus, negara tegas dan serius. Dengan menjamin kebutuhan pokok rakyat selama lockdown, maka sangat kecil kemungkinan rakyat masih keluar ke wilayah lain.

Mobilitas masyarakat dari dalam dan luar dijaga. Seperti dikisahkan saat Khalifah Umar bin Khattab Ra mengunjungi negeri Syam. Dalam perjalanan bertemu dengan Abu Ubaidah dan sahabat-sahabat lainnya. Mereka melaporkan bahwa negeri Syam sedang dilanda wabah. Sempat terjadi perdebatan antara tetap melanjutkan perjalanan ke negeri Syam atau kembali ke Madinah.

Setelah mendengar pendapat dari Abdurrahman bin Auf, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, "Jika kalian berada di suatu tempat (yang terserang wabah), maka janganlah kalian keluar darinya. Apabila kalian mendengar wabah itu di suatu tempat, maka janganlah kalian mendatanginya." (HR. Bukhari).

Umar bin Khattab Ra mengambil keputusan untuk menyelamatkan lebih banyak kaum muslimin dan manusia secara umum agar tidak dibinasakan oleh wabah penyakit. Demikianlah prinsip yang dimiliki pemimpin di bawah naungan sistem Islam yang lebih mengutamakan keselamatan jiwa rakyatnya. 

Wallahu a'lam bishshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post