Kebocoran Masif. Data 279 juta Penduduk Diperjualbelikan, Salah Siapa?

Oleh : Ummu Fathiyya

Diduga, terjadi kebocoran data pribadi sebanyak 279 juta penduduk di Indonesia. Berita ini viral setelah muncul tweet di media sosial pada Kamis (20/5/2021). Disebutkan bahwa, data yang bocor tersebut dijual di situs surface web Raid Forum. Situs ini dapat diakses siapa saja dengan mudah karena bukan merupakan situs gelap atau situs rahasia.

Pemerhati keamanan siber sekaligus staf Engagement and Learning Specialist di Engage Media Yerry Niko Borang mengatakan, data yang dibocorkan mulai dari nama hingga gaji. Menurut Yerry penjual data mengklaim mempunyai ratusan juta data. Lalu diberikan sampel gratis berisi 1 jutaan data penduduk. Akan tetapi menurut temuan Kominfo yang disampaikan Jumat (21/5/2021), jumlahnya bukan 1 juta tetapi 100.002 data. (Kompas.com)

Mengingat hasil sensus jumlah penduduk Indonesia hingga Desember 2020 mencapai 271.349.889 jiwa (Penduduk awal Januari 2021). Maka jumlah 279 juta ini mewakili data hampir seluruh WNI. Diinformasikan, sebagian data tersebut juga mencakup data penduduk yang telah meninggal dunia. 

Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi menemukan dugaan bahwa sampel data yang beredar merupakan data dari BPJS Kesehatan. Dedy menjelaskan dugaan tersebut diketahui melalui struktur dalam data. Adapun data yang bocor berupa nama, NIK, nomor HP, alamat tinggal, email, nomor NPWP, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, foto, jumlah gaji, hingga status pembayaran terkait BPJS Kesehatan.

Kasus serupa, sebenarnya juga pernah terjadi. Misalnya kasus yang menimpa situs e-commerce Bukalapak pada 2019 lalu, di mana 13 juta data pengguna beredar di internet. Kemudian, bocornya data 91 juta pengguna Tokopedia pada Mei 2020, dan yang terbaru adalah data pasien Covid-19 yang konon berhasil dicuri peretas. Namun, bedanya kasus kali ini data yang bocor jumlahnya terlampau banyak dan sangat meresahkan.

Pakar keamanan internet dari Vaksincom Alfons Tanujaya membeberkan sejumlah bahaya yang dapat mengintai akibat kebocoran data pribadi. Meliputi pengajuan pinjaman secara online, kejahatan disektor perbankan dan dapat digunakan untuk mendaftar berbagai layanan online secara ilegal.

"Data akan dieksploitasi misalnya dengan membuat KTP Aspal dan digunakan untuk kepentingan kriminal. Misalnya mengajukan pinjaman atas nama korban," kata dia melalui pesan singkat kepada detikcom, Jumat (21/5/2021).

"KTP Aspal dapat digunakan untuk membuka rekening bank bodong yang akan digunakan untuk menampung hasil kejahatan. Ketika uang sudah dikuras, pemilik data yang kelimpungan akan berurusan dengan pihak berwajib," beber Alfons.

"Data kependudukan juga dapat digunakan untuk mendaftar banyak layanan secara ilegal. Dan data tersebut jika digunakan sebagai kredensial maka data tersebut rentan diretas," tambahnya.

Kebocoran data yang beruntun ini, menjadi suatu problematika yang seolah dibiarkan berlarut-larut terjadi. Di masa pandemi saat ini, di tengah banyaknya kegiatan yang dilakukan secara online, Indonesia tidak memiliki satu undang-undang yang secara khusus mengatur perlindungan data pribadi baik secara online ataupun offline. Sejak 2016, Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Namun, pembahasan RUU yang diusulkan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo),  belum disahkan dan diundangkan hingga hari ini. 

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai, perlindungan data pribadi di Indonesia belum disikapi secara serius.

"Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum serius untuk melindungi data pribadi, berbeda dengan negara-negara lain yang justru sangat serius memikirkan perlindungan data pribadi warganya," kata Sahroni dalam keterangan tertulis, Jumat (21/5/2021).

Menengok kembali bagaimana RUU Ciptaker yang menuai banyak polemik dan protes dari masyarat, telah disahkan sejak 2 November 2020. Namun, pembahasan RUU data pribadi yang secara nyata urgen untuk segera disahkan, malah hanya dijadikan wacana hingga saat ini. Seolah sebagai solusi setengah hati. Kemunduran dan penguluran pembahasan terhadap RUU ini tentu akan memberikan implikasi dimana rakyatlah yang paling dirugikan perlindungannya.

Oleh karena itu diperlukan sistem yang dapat menyelesaikan secara tuntas dan mendasar. Yaitu sistem yang menjadikan negara bertanggung jawab penuh atas urusan dan keselamatan rakyatnya. Sistem aturan ini hanya ada dalam Islam. Karena aturan islam bersifat universal yang mampu menyelesaikan solusi seluruh masalah umat manusia, tidak hanya umat islam saja

Maka sudah saatnya kita mengalihkan pandangan kita. Bahwa kebijakan yang memihak rakyat hanya ada dalam Islam. Selama 13 abad Islam memimpin dunia di bawah naungan Khilafah. Dengan aturan Islam yang diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan baik untuk agama Islam atau bukan, mereka semua sejahtera dan mendapatkan perlindungan.

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post