AYAM IMPOR IMBAS PERDAGANGAN NEOLIBERAL


Bazlina Adani
Mahasiswi UMN Medan

Indonesia terancam kena gempuran daging ayam impor murah dalam beberapa waktu ke depan. Penyebabnya bukan karena kekurangan stok di dalam negeri, melainkan ada kewajiban dari Indonesia untuk memenuhi tuntutan setelah kalah gugatan dari Brasil di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). “Pemerintah tidak berencana impor daging ayam, tapi ada ancaman daging Brasil karena kita kalah di WTO.”, kata Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Singgih Januratmoko kepada CNBC Indonesia, Jumat (23/4/21).

Persoalan impor ayam Brasil membuat para peternak lokal harus merasakan dampaknya. Bagaimana tidak, ayam impor yang diwacanakan akan masuk ke Indonesia tersebut membanderol harga lebih murah dibandingkan dengan harga ayam lokal. Mahalnya harga ayam lokal juga disebabkan karena melambung tingginya harga pakan ternak itu sendiri, seperti jagung dan lainnya. Ini menyebabkan para peternak harus menyesuaikan harga jual dengan biaya peternakannya.

Seperti yang disampaikan oleh salah seorang peternak di Kabupaten Malang, H Imam Sibaweh mengatakan, harga jual jagung melambung tinggi. Dari semula Rp 4.200 hingga Rp 4.500 per kilogram, menjadi saat ini dijual sebesar Rp 6.200 per kilogram. "Sementara harga jagung yang saling menguntungkan antara petani dan peternak berkisaran antara Rp 4.200 per kilogram hingga Rp 4.500 per kilogram," ujarnya kepada TIMES Indonesia, Kamis (6/5/2021).

Sengketa antara Brasil dengan Indonesia sudah terjadi sejak beberapa tahun silam. Brasil berhasil menggugat Indonesia karena sebelumnya Indonesia dinyatakan telah menghambat masuknya ayam impor. Pasalnya, negara-negara yang bergabung di dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) salah satunya Indonesia, harus mengikuti berbagai kesepakatan yang ada. Perdagangan ini dibentuk untuk melancarkan para importir dan eksportir dengan memperluas pasar dari perdagangan bebas ini untuk mencapai kepentingan para pemodal tentunya. Maka Indonesia yang terkategori sebagai negeri yang mempunyai hasil ternak harus mendulang kenyataan pahit dengan membuka impor ayam tersebut.

Penerapan perdagangan pasar bebas ini tentunya akan menimbulkan kecenderungan bagi Indonesia sendiri menjadi lebih bergantung kepada negara-negara lain. Penjajahan ekonomi pun akan tetap terjadi disamping adanya eksploitasi terhadap orang-orang yang memiliki kelemahan ekonomi. Begitu juga dengan persaingan antara produk-produk milik pedagang lokal dengan produk importir, dan ini justru akan melemahkan kondisi produk atau pun komoditas dalam negeri.

Ini semua terjadi karena sistem kapitalisme dengan wajah liberalnya tengah menjadi pintu masuk yang melancarkan terjadinya perdagangan pasar bebas. Hegemoni global dengan penerapan perdagangan pasar bebas meniscayakan adanya kebebasan untuk menguasai perekonomian negeri jajahannya yang tak mempunyai kedaulatan. 

Sistem kapitalisme yang berasaskan manfaat dan keuntungan akan memanfaatkan dengan segenap kekuatan politik yang dimiliki untuk mencengkeram negeri-negeri jajahan dibawah kedigdayaan hegemoninya. Mereka membentuk satuan perdagangan internasional semata-mata demi mencapai kepentingan para pemilik modal yang sesungguhnya. Alhasil, negeri-negeri berkembang yang berada dibawah asuhannya berhasil didikte dan hanya menjadi pengikut sejati.

Hal ini tentu berbeda dengan Islam. Di dalam islam kegiatan impor dan ekspor merupakan bentuk perdagangan (tijârah). Karena itu, hukum asal perdagangan baik domestik maupun mancanegara adalah mubah (boleh), sebagaimana hukum umum perdagangan. Namun dalam hal ini harus tetap memperhatikan realita perdagangan tersebut. Sebagai negara yang menerapkan hukum Islam, maka aktivitas perdagangan ini pun harus diatur berdasarkan hukum Islam.

Prinsip yang diadopsi oleh negara Islam dalam aktivitas perdagangan berbeda dengan prinsip-prinsip yang diadopsi oleh negera-negara sekuler. Di dalam negara sekuler saat ini, kebanyakan mengadopsi prinsip dari mana asal komoditas, bukan prinsip kewarganegaraan pedagangnya. Berbeda dengan negara Islam yang mengadopsi prinsip asal kewarganegaraan pedagangnya, bukan asal komoditasnya. Maka negara Islam tidak akan melakukan perdagangan dengan negara yang jelas-jelas memusuhi Islam. Dalam hal ini, mereka yang termasuk ke dalam negara tersebut dikatakan sebagai kafir harbi.

Kebijakan pengembangan pasar luar negeri di dalam daulah Islam termasuk juga perdagangan akan tetap diupayakan sepanjang untuk mencapai tujuan-tujuan sistem perekonomian. Dalam konteks impor-ekspor, warga daulah Islam diperbolehkan melakukan perdagangan dengan kafir mu’ahad selama memperhatikan setiap perjanjian yang berlaku antara daulah Islam dengan negara mereka.

Jadi, negara tidak melarang aktivitas impor. Namun tetap memperhatikan kebijkan-kebijakan yang diatur oleh syari’at. Inilah metode perdagangan yang diadopsi negara islam. Melalui metode ini negara mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat sehingga dapat meningkatkan perekonomian negara. Dan negara pun tidak mudah bergantung pada produk luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

Selain itu, bentuk kerjasama di dalam Islam juga akan melihat bagaimana kondisi politik luar negeri daulah Islam. Tentu ini berkaitan dengan negara-negara yang terikat perjanjian dengan daulah islam. Maka kafir harbi tidak diperbolehkan menjalin kerjasama dengan daulah Islam apalagi sampai menguasai seluk beluk perpolitikan mau pun perekonomian daulah.

Dengan demikian, untuk melepas jeratan negeri kapitalis yang membelenggu negeri-negeri muslim saat ini hanya dengan penerapan syariat islam secara kaaffah. Penerapan syariat islam kaaffah lah yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat, dan itu hanya bisa diterapkan di dalam institusi daulah khilafah islamiyah. Wallahua’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post