Sekolah Tatap Muka, Antara Bahaya dan Desakan Umat


Oleh: Erni Yuwana (Aktivis Muslimah)


Kegagalan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia berefek pada gagalnya dunia pendidikan. Indonesia tidak siap untuk menghadapi kinerja pendidikan daring (PJJ). Sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) via online justru menambah kemelut masalah bagi guru, siswa maupun orang tua. Guru dianggap lalai bahkan tidak mampu memaksimalkan tugasnya sebagai seorang guru via daring. Tak jarang guru hanya mengirimkan soal tanpa memberikan penjelasan yang mumpuni, ditambah sulitnya signal dan perangkat gawai yang kurang memadai. Para siswa pun bergelut dalam dunia maya tanpa batas, bahkan tak jarang mengakses situs pornografi dan pornoaksi. Orang tua kalang kabut merasa tak siap menjadi pendidik dan guru bagi anaknya. Hal ini diperparah dengan gaptek (gagap teknologi) dan kurangnya pendidikan sang ibu.


Dunia pendidikan seolah bertekuk lutut di hadapan pandemi virus Covid-19. Desakan untuk membuka kembali sekolah datang dari semua lini masyarakat, termasuk dari pihak orang tua yang merasa putra-putrinya tidak mendapat pendidikan yang semestinya. Sayangnya, desakan membuka sekolah tersebut tidak diimbangi dengan pengendalian negara secara optimal terhadap virus covid-19. Keadaan ini tentu berbahaya bak mempertaruhkan keselamatan di tengah paparan virus covid-19 yang meluas.


Dunia pendidikan kini bingung menentukan arah, antara membuka sekolah namun menerjang bahaya atau mengambil sistem pembelajaran jarak jauh tapi tak membuahkan hasil dan progres mencerdaskan generasi, justru pelajar terbuai dengan interaksi di dunia online. Dilansir dari media online republika.co.id pada tanggal 3 april 2021, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan setidaknya ada lima hal yang harus disiapkan sebelum sekolah tatap muka dilakukan. Kelima hal tersebut adalah peran pemerintah daerah, sekolah, guru, orang tua, dan siswa.


Pertama, pemerintah daerah harus mampu melakukan pemetaan keamanan daerah, menentukan sekolah mana yang siap dan belum siap untuk pendidikan tatap muka. Kedua, pihak sekolah juga harus menyiapkan seluruh infrastruktur kesehatan yang dibutuhkan dalam adaptasi kebiasaan baru malawan virus Covid-19. Ketiga, guru dan siswa juga wajib melaksanakan protokol kesehatan dengan ketat, seperti kedisiplinan memakai masker, menjaga kebersihan dan higienis diri. Keempat, orangtua juga harus terus memantau anak, baik ketika berangkat dan pulang sekolah tepat waktu tanpa membuang waktu di luar rumah dan sekolah. Kelima, Anak-anak harus tereduksi dan faham pentingnya menjaga kesehatan, disiplin dalam protokol kesehatan dan menjaga kebersihan.


Kelima komponen tersebut nyatanya sangat sulit diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kesulitan tersebut juga datang dari abainya tanggung jawab pemerintah. Pemerintah belum mampu menyediakan infrastruktur - fasilitas kesehatan yang memadai dan memastikan keamanan kesiapan sekolah untuk melaksanakan KBM di masa pandemi. Hal ini berbeda dengan penanganan dalam sistem Islam. Dalam sistem islam, negara membuat kebijakan bukan berdasar desakan publik semata namun menimbang faktor jaminan keamanan-keselamatan manusia.


Dalam sistem Islam, nyawa manusia menjadi prioritas utama. Makan, ketika pandemi terjadi, memberlakukan lockdown adalah langkah pertama akan dilakukan. Rosulullah SAW bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Artinya: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari).


Masyarakat yang terpapar virus pun dilarang keluar wilayah dan masyarakat yang berada di luar wilayah pandemi dilarang masuk ke dalam wilayah terpapar. Negara juga bertanggung jawab dalam menjamin seluruh  pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan memastikan seluruh warganya tidak kekurangan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, dari mulainya wabah hingga berakhirnya wabah. Edukasi masyarakat berjalan dengan baik, hingga tidak abai terhadap wabah ini. Tidak pula bertaruh nyawa di medan pandemi akibat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


Negara juga senantiasa menjaga kesehatan masyarakat dengan pola hidup sehat dan adab menjaga kebersihan. Negara juga menyediakan fasilitas-fasilitas kesehatan yang memadai untuk umat. Segala pengeluaran negara akibat penanganan pandemi diambil dari sumber pemasukan negara yang berasal dari kharaj, fai, ghanimah, jizyah, usyur, dan lain-lain. Jika kas negara dalam keadaan kosong, maka mekanisme adil pun tetap diterapkan. Syariat islam juga akan mendorong kaum aghniyah (orang kaya raya) untuk berlomba dalam sedekah dan menolong sesama. Negara juga dapat menarik pajak namun terbatas kepada orang-orang kaya tertentu untuk penanganan wabah. Namun penarikan pajak ini jarang sekali terjadi dalam sistem Islam. Demikian kesempurnaan syariat Islam dalam mengatur urusan umat dalam mengatasi wabah. Wallahu'alam bi shawab. 

Post a Comment

Previous Post Next Post