Pertahanan negara diabaikan, prajurit jadi korban


Oleh : Dewi Soviariani
Ibu dan pemerhati umat


Tragedi Nanggala 402 telah membuka pemikiran kita bahwa sesungguhnya sebagai bangsa maritim Indonesia sangat minus dalam memperhatikan industri Alutsista yang menjadi senjata terdepan dalam pertahanan negara. "Nenek moyang ku orang pelaut" begitu lah semboyan masyarakat 
 mengakui bahwa Indonesia merupakan bangsa maritim yang besar. Berbagai bentuk sarana laut sudah menjadi perhatian tersendiri sejak zaman nenek moyang bangsa ini. Sayangnya dalam cengkeraman kapitalisme, Indonesia meremehkan wilayah bahari ini dengan tidak memprioritaskan sarana dan prasarana penunjang nya.

Masalah keterbatasan anggaran menjadi alasan pemerintah untuk menganaktirikan industri Alutsista yang sejati nya menjadi garda pertahanan terdepan negara ini. Dikutip dari koran TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah pencarian KRI Nanggala 402 di perairan Utara Bali, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berbicara soal modernisasi alutsista di tiga matra-TNI AD, TNI AL, TNI AU.  "Kita memang perlu meremajakan alutsista kita. Banyak alutsista kita memang karena keterpaksaan dan karena kita mengutamakan pembangunan kesejahteraan kita belum modernisasi lebih cepat," kata Prabowo, Kamis, 22 April 2021.

Eks Danjen Kopassus itu mengatakan investasi di bidang pertahanan memang sangat mahal. Tak jarang pimpinan negara selalu dihadapkan dengan dilematis, antara mengutamakan pembangunan kesejahteraan, dengan tetap menjaga kemampuan pertahanan supaya kedaulatan tidak diganggu. Terlebih di tengah pandemi ini, Prabowo mengatakan pembangunan kesejahteraan sedikit banyak menghambat modernisasi. Namun ia mengatakan hal ini akan segera diurus.

Rencana pemerintah pasca tenggelam nya kapal selam Nanggala 402 telah membuka mata kita bagaimana abainya pemerintah terhadap benteng pertahanan negara kita. kejadian tenggelamnya KRI Nanggala ini harus menjadi peluit peringatan agar pemerintah mengevaluasi alutsista yang dimiliki, termasuk sistem perawatan (MRO)-nya, berikut juga kebijakan anggaran pertahanan serta penerapannya.
Selain itu evaluasi lembaga pendidikan TNI juga harus dilakukan agar para perwira mendapat kesempatan menperoleh ilmu pengetahuan terkait teknologi alutsista yang mumpuni.

KRI Nanggala adalah kapal selam kedua milik Indonesia dengan kelas cakra. Kapal ini dipesan Indonesia pada 1977 dan mulai digunakan pada 1981. Media massa mencatat kapal ini dua kali menjalani perawatan. Pertama di Korea Selatan pada 2009 untuk menjalan overhaul. Kapal sepanjang 59,5 meter dan lebar 6,3 meter ini lantas kembali ke Komando Armada RI Kawasan Timur pada 2012. Perawatan kedua dilakukan pada 2020 di Jawa Timur.
Dari data tersebut jelas perawatan kapal selam yang dilakukan pemerintah tidak Maksimal, keterbatasan anggaran menjadi alasan pemerintah untuk tidak memberikan perhatian penuh. Sementara pemerintah sibuk dengan alokasi anggaran untuk pelaksanaan pembangunan saja. Kesalahan dalam menempatkan prioritas utama pada akhirnya merenggut nyawa. Hal ini tak lepas akibat tunduk nya penguasa pada sistem Kapitalisme yang cenderung menitikberatkan sektor ekonomi semata.

Mimpi buruk industri Alutsista yang menelan korban

Anggota Komisi I Sukamta kembali mengingatkan pentingnya pembaruan dan peremajaan alutsista. Sukamta bilang peremajaan dan pemeliharaan penting agar tidak menimbulkan masalah seperti insiden Nanggala di masa depan. "Terlalu mahal harga nyawa anggota TNI kita, apalagi negara berkewajiban melindungi seluruh tumpah darah Indonesia. Jangan mereka menjadi korban akibat kelalaian peremajaan alutsista kita justru saat latihan," kata anggota DPR RI asal dapil DI Yogyakarta itu, Kamis.

KRI Nanggala-402 yang dinyatakan hilang kontak sejak Rabu (21/4) saat melaksanakan latihan di Perairan Bali ini, diawaki oleh 53 personel dengan Komandan Letkol Laut (P) Heri Oktavian. Para prajurit tersebut harus mengorbankan nyawa akibat sarana kapal selam yang tidak mendapatkan perawatan maksimal dari pemerintah. Bukan perkara gugur nya mereka sebagai pejuang atau pahlawan, dalam hal ini seharusnya kejadian tenggelam nya kapal selam bisa diminimalisir jika ada upaya serius dari pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang terbaik.

Jebakan hutang yang digelontorkan asing membuat Indonesia berkutat untuk melunasi nya, sehingga industri militer tidak bisa berkembang. Sudah banyak nyawa yang harus dikorbankan akibat menggunakan Alutsista yang tidak sesuai prosedur. Sementara Medan yang dihadapi para prajurit tersebut tidak main-main. Karena nyawa mereka yang harus dipertaruhkan.
Ada 2 KRI lain yang mengalami insiden selain Nanggala. Pertama adalah KRI Rencong-622 buatan Korea Selatan tahun 1979 yang terbakar dan tenggelam di Papua Barat pada September 2018; kemudian KRI Teluk Jakarta-541 buatan Jerman Timur tahun 1979 tenggelam di Jawa Timur pada Juli 2020. Haruskah kedepannya masih ada korban jiwa kembali jika negeri ini tak segera membenahi akar masalah sebenarnya. 

Kekuasaan asing membuat Indonesia lemah dan terjajah

Tragedi kecelakaan yang terjadi akibat rentanya alutsista harus dievaluasi secara cepat dan tepat sehingga tidak menjadi pengulangan yang akhirnya negeri ini dipandang lemah. Dalam kendali kapitalisme sudah bukan rahasia jika negara negara besar pemilik modal menjebak negeri negeri yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk terus masuk kedalam puasaran hutang yang mereka berikan. Dengan dalih bantuan mereka berhasil menjajah dan merampok negeri negeri tersebut.

Tak terkecuali Indonesia, lemah nya pertahanan dalam negeri membuat asing dengan leluasa mengendalikan bangsa ini dari segala arah. Mereka menciptakan persenjataan canggih dan mahal sehingga sulit dijangkau oleh negeri berkembang seperti Indonesia. Akibatnya dari sisi militer Indonesia dipandang sebelah mata. Sehingga menjadi ajang rebutan bagi negara besar kapitalis. Melihat potensi Indonesia yang besar namun lemah sisi pertahanan nya, menjadi kan Indonesia sebagai negara tempat suplai produk sampah dan merusak dari luar. Wilayah nya sudah diklaim oleh beberapa negara asing, sumber daya alam nya dikeruk habis menyisakan limbah dan bencana bagi masyarakat. Dengan mudah nya asing mengontrol bangsa ini bahkan mereka dengan mudah membangun pangkalan militer untuk mengepung wilayah Indonesia. Sadar kah masyarakat melihat kondisi ini. Jelas bahwa sesungguhnya Indonesia sedang tidak baik baik saja. Indonesia sedang terjajah. Hagemoni barat yang telah memasok ideologi Kapitalisme lah penyebab kekacauan bangsa ini.

Indonesia butuh politik Islam

Islam memberikan solusi atas kondisi negeri ini, Islam mengatur bagaimana benteng pertahanan sebuah negara adalah sektor penting yang harus berpijak mandiri tanpa boleh bergantung pada bangsa lain. Sebagai bangsa maritim yang besar sungguh memalukan jika kebutuhan sarana penunjang kelautan nya tidak berkualitas. Berkaca pada negara adidaya Islam 1400 tahun yang lalu, bagaimana Negara Islam membangun armada maritim nya yang besar dan disegani oleh penjuru dunia.

Pada masa kejayaan Islam, sungai Nil mempunyai peranan penting dalam perdagangan internasional dan industri pembuatan kapal. Kota itu dikuasai Islam sejak Amr bin Ash menaklukkan wilayah itu.
Kapal perang berbeda dengan kapal dagang, kapal perang bentuknya lebih ramping. Kapal ini bisa menggunakan dayung atau layar, tergantung dari fungsinya.

Selain dibangun di pelabuhan-pelabuh  yang ada di Mesir, pada zaman kejayaan Islam kapal perang juga dibuat di wilayah Barat, seperti Tripoli dan Tunis di Afrika Utara, kemudian di Sevilla, Almeria, Pechina, dan Valencia di Spanyol. Selain itu, kapal- kapal perang juga di buat oleh kaum Muslim di Messina dan Palermo dengan mempekerjakan ribuan orang. Industri pembuatan kapal juga berkembang pada zaman Dinasti Fatimiyyah. Mereka memperluas fasilitas pembuatan kapal perangnya di Tunis.

Ada beberapa armada yang penting pada zaman kekuasaan Dinasti Fatimiyyah, yakni armada Sheen, Al-Harariq, Al-Harareeb, dan Al-Taraid. Setelah kekuasaan Fatimiyyah meredup, industri pembuatan kapal dilanjutkan oleh Dinasti Ayyubiyah dan Mamluk. Pada 566 H (1170 M), Salahudin Al-Ayubi berhasil membuat bagian-bagian badan kapal di galangan kapal Mesir. Salahudin juga memerintahkan pendirian dermaga perakitan kapal untuk memasok kapal-kapal dalam pertempuran melawan pasukan tentara Perang Salib.

Keunggulan industri pembuatan kapal juga berlangsung hingga di era Kekhalifan Usmani Turki. Pemerintahan Usmani mengembangkan Istanbul (kota Islam) menjadi pusat pelayaran. Sultan Muhammad II pun menetapkan lautan dalam Golden Horn sebagai pusat industri dan gudang persenjataan maritim. Pemerintahan Ottoman juga berhasil membangun sebuah kapal di Gallipoli Maritime Arsenal. Di bawah komando Gedik Ahmed Pasha (1480), Daulah Usmani membangun basis kekuatan lautnya di Istanbul.

Tak heran, jika marinir Turki mendominasi Lautan Hitam dan menguasai Otranto. Saking kokohnya kekuatan militer Ottoman di lautan, Sultan Salim I kerap berseloroh, “Jika Scorpions (Kristen) menempati laut dengan kapalnya, jika bendera Paus dan raja-raja Prancis serta Spanyol berkibar di pantai Trace, itu semata-mata karena toleransi kami.”

Begitulah gambaran bagaimana negara Islam menjadi kan industri maritim dan militer nya begitu besar, dan akhirnya bisa menggentarkan musuh musuhnya, baik musuh yang nyata maupun musuh laten. Firman Allah:

ÙˆَاَعِدُّÙˆْا Ù„َÙ‡ُÙ…ْ Ù…َّا اسْتَØ·َعْتُÙ…ْ Ù…ِّÙ†ْ Ù‚ُÙˆَّØ©ٍ ÙˆَّÙ…ِÙ†ْ رِّبَاطِ الْØ®َÙŠْÙ„ِ تُرْÙ‡ِبُÙˆْÙ†َ بِÙ‡ٖ عَدُÙˆَّ اللّٰÙ‡ِ ÙˆَعَدُÙˆَّÙƒُÙ…ْ ÙˆَاٰØ®َرِÙŠْÙ†َ Ù…ِÙ†ْ دُÙˆْÙ†ِÙ‡ِÙ…ْۚ Ù„َا تَعْÙ„َÙ…ُÙˆْÙ†َÙ‡ُÙ…ْۚ اَللّٰÙ‡ُ ÙŠَعْÙ„َÙ…ُÙ‡ُÙ…ْۗ


Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya.
TQS Al Anfal [8]:60

politik Islam yang memiliki pengaturan terhadap pertahanan secara detail. Militer ini sangat dipengaruhi visi politik luar negeri Khilafah yaitu dakwah dan jihad ke seluruh penjuru dunia. Militer bertugas menjaga kekuasaan khalifah untuk melaksanakan penerapan aturan Islam. Khalifah adalah panglima pasukan tetapi Khilafah bukan negara militer.

Selain itu dengan penerapan ekonomi Islam, maka negara akan memiliki anggaran besar dari pos-pos penerimaan dari kepemilikan umum dan pos lainnya. Sehingga tidak perlu khawatir untuk bisa membangun postur pertahanan yang kuat.

Wallahu a'lam Bisshawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post