Mewujudkan Iklim Takwa pada Lembaga Penyiaran, Berhasilkah?


Oleh Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember, Penulis Opini AMK

Ramadan tiba ... Ramadan tiba, marhaban ya Ramadan. Semua umat Islam di seluruh penjuru dunia menyambutnya dengan penuh rasa suka cita dan bergembira. Ikhlas melaksanakan seruan Allah, "Hai, orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. al-Baqarah [2]: 183)

Mengacu hal tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegaskan, selama bulan Ramadan 2021 siaran televisi diperketat. Dalam rapat pleno menyambut bulan Ramadan pada (12/3/2021), yang dihadiri oleh KPI, Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan perwakilan lembaga penyiaran, menghasilkan ketetapan dan ketentuan antara lain:

Pertama, Lembaga Penyiaran wajib mematuhi dan menghormati nilai-nilai agama, kesopanan, kesusilaan, dan kepatuhan siaran.

Kedua, menambah durasi dan frekuensi program bermuatan dakwah dengan da'i yang kompeten, kredibel, dan tidak terkait organisasi terlarang.

Ketiga, memperhatikan pemakaian busana bagi presenter, host, dan pendukung atau pengisi acara.

Keempat, tidak boleh menampilkan adegan yang menimbulkan mudarat seperti, ungkapan kasar, candaan yang berlebihan, berpelukan, bermesraan dengan lawan jenis, makian yang bermakna cabul/jorok/vulgar/menghina agama lain.

Kelima, selama Ramadan tidak boleh menayangkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya, mengeksploitasi konflik/privasi seseorang, dan bincang-bincang seks. Juga dilarang menayangkan gerakan tubuh, tarian yang berasosiasi erotis, sensual, dan cabul.

Tentu saja ketentuan dan panduan larangan untuk Lembaga Penyiaran selama Ramadan tersebut, mendapat apresiasi luar biasa dari umat Islam. Sudah seharusnya negara peduli dan menciptakan suasana untuk mendukung tercapainya tujuan puasa yakni takwa.

Sejatinya kaum muslimin tidak hanya membutuhkan tayangan yang mendukung tercapainya tujuan puasa, tetapi juga sistem yang benar-benar mewujudkan tujuan takwa.

Bukankah ketakwaan itu harusnya dimiliki oleh setiap individu sepanjang hidupnya, terus berlanjut hingga nyawa dicabut pemilik-Nya? Sebab, takwa inilah yang menentukan jalan menuju ke surga. Takwa ini pula yang menghadirkan kebahagian di dunia dan di akhirat. Sehingga kesejahteraan dan rahmat meliputi alam semesta.

Apa artinya jika hanya berlaku selama bulan Ramadan? Itu sama dengan mengembalikan pada keadaan sebelumnya, sia-sia.
Telah kita ketahui bersama bahwa media penyiaran sekuler adalah merupakan salah satu sumber penyebab kerusakan di tengah masyarakat, yang mana tayangannya justru mengilhami atau mendorong pelaku kejahatan untuk meniru.
Semestinya larangan itu berlaku untuk seterusnya, tidak hanya di bulan Ramadan saja.

Itulah bukti kerusakan sistem sekularisme, sistem yang menafikan agama dalam pengaturan kehidupan di ranah publik. Mana bisa mewujudkan individu takwallah. Justru sebaliknya, sistem sekuler inilah yang menyebabkan kerusakan di semua lini kehidupan.

Sebagai contohnya media massa sekuler, yakni lembaga penyiaran yang tidak dapat berdiri mandiri. Sebab, statusnya di bawah bayang-bayang pengaruh ideologi kapitalis-sekuler yang berusaha memperalat media massa. Karena dinilai mempunyai peran penting untuk mengakomodir berbagai kepentingan penguasa dan pengusaha. Tanpa memikirkan norma-norma kesantunan, moral, dan agama.

Kebebasan merupakan pilar yang dipakai sebagai pijakan dan orientasinya, sehingga ketika modal dan penguasa menelikung media massa, maka terjadi penguasaan di ranah politik dan ekonomi. Di ranah  ekonomi, pemilik modal yang mengontrol isi media, yang dipikirkan hanya uang dan uang tanpa memikirkan haram dan halal.

Adapun di ranah politik ada intervensi dari penguasa sehingga terjadi pembungkaman. Akibatnya yang diberitakan bukan fakta yang terjadi sebenarnya. Justru merekayasa berita, baik data maupun fakta sesuai keinginan rezim dan para kapital. Dampaknya, masyarakat tertipu karena mendapatkan berita bohong atau hoaks, kemudian digiring untuk melanggengkan kekuasaan dan hegemoninya.

Lebih dari itu, media di bawah sistem sekuler yang diadopsi negara ini, akan menjajakan produk dan budaya barat, juga ide-ide kufur yang meracuni akidah umat Islam. Ini sangat berbahaya karena media massa sebagai alat penjajahan.

Intinya media massa dalam sistem sekularisme, justru menjadi alat untuk menghancurkan akidah umat dan menjauhkan dari agamanya. Artinya sistem yang rusak ini, tidak akan bisa mewujudkan ketakwaan individu, keluarga, masyarakat, maupun negara. Masih berharap? 

Saatnya diganti dengan sistem Islam. 

Berbeda halnya dalam sistem Islam.
Media massa didaulat sebagai sarana dakwah baik di dalam maupun di luar negeri. Menebar kebaikan, mencegah kemungkaran. Sebagai alat kontrol dan sebagai benteng penjaga umat dan negara. Juga sebagai sarana edukasi mencerdaskan umat dan mendukung penerapan dan pelaksanaan hukum-hukum Islam.

Sebab, kaidah syaraknya adalah:

الأَصْلُ فِي اْلأَفْعَالِ التَّقَيُّدُ بِحُكْمِ اللهِ

“Hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum Allah.”
 
Karena itu negara dan warga negara harus terikat dengan hukum syarak. Walhasil, di tengah masyarakat Islam tidak ada tempat bagi penyebaran pemikiran atau ide-ide kufur yang rusak dan merusak, sesat dan menyesatkan. Seperti sekularisme, pluralisme, liberalisme, nasionalisme, HAM, demokrasi, kesetaraan gender, dan isme-isme lainnya. 

Juga berita manipulatif, seperti berita bohong, fitnah, propaganda negatif, Islam Nusantara, moderasi agama, dan sebagainya. Karena dalam Islam semua itu diharamkan. Semua bentuk pelanggaran akan diberi sanksi yang tegas berdasarkan hukum Allah.

Oleh sebab itu, perlu adanya institusi yang menerapkan hukum Allah (syariat Islam) yakni khilafah.

Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam bagi seluruh kaum muslimin di seluruh dunia, yang dipimpin oleh seorang khalifah yang menerapkan hukum-hukum Islam secara kafah (total) dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia.

Dengan demikian, khilafah berfungsi sebagai junnah (perisai) yakni sebagai penjaga dan pelindung warga negaranya baik muslim maupun nonmuslim. Termasuk menjaga dan mewujudkan ketakwaan. 

Takwa adalah puncak hikmah dari ibadah puasa Ramadan. Perwujudannya adalah melaksanakan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya, baik sebelum Ramadan, selama, dan sesudahnya. Artinya takwa adalah tunduk, patuh, dan terikat secara totalitas pada syariat Islam. Jadi, hanya khilafahlah yang bisa memujudkan ketakwaan individu dan mendorong perubahan sistemik. Oleh sebab itu wajib bagi setiap muslim untuk menegakkan khilafah ala minhajjin nubuwwah.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post