Liberalisasi Akidah di Balik Doa Bersama Semua Agama


Oleh Etti Budiyanti
Member AMK dan Komunitas Muslimah Rindu Jannah

Liberalisasi akidah tak henti-hentinya dipertontonkan penguasa negeri ini. Masih teringat di benak kita, tahun 2014 lalu, wacana menghapus kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). Untungnya masyarakat saat itu langsung merespon dengan menolaknya. Penguasa saat itu berkelit, mengatakan bahwa tak ada rencana itu. Padahal, sangat jelas ada LSM dan Komnas HAM yang mendorong penghapusan kolom agama tersebut. 

Pada akhir 2020, kita juga telah menyaksikan ada 155 buku pelajaran agama Islam yang direvisi dengan menghilangkan kata jihad. 

Kemudian, pada awal Februari 2021, keluar Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri yang intinya sekolah tidak boleh mewajibkan, melarang, atau menganjurkan siswa  mengenakan jilbab atau kerudung. Sungguh aturan yang kebablasan. Bagaimana bisa, mewajibkan sesuatu yang wajib malah dilarang.

Bahkan yang lebih menyakitkan umat Islam, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Peta Jalan Pendidikan 2020-2035, dimana frase agama dihilangkan. 

Lebih parah lagi, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyurati Menteri Agama supaya buku pelajaran agama Islam terbitan Kemdikbud yang menyinggung soal Kitab Injil dan Taurat dikaji ulang. Aneh, tentu mustahil bila umat Islam menulis tentang Injil dan Taurat berdasar pandangan Yahudi dan Nasrani.

Kegaduhan terbaru dari Kemenag adalah pernyataan Menteri Agama untuk menggunakan doa dari semua agama di tiap kegiatan. 

Dikutip dari Antara.News, 05/04/2021, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas meminta setiap acara yang berlangsung di Kementerian Agama turut memberikan kesempatan kepada agama lain dalam mengisi doa dan tidak hanya doa untuk agama Islam saja.

Entah apa sebenarnya yang terjadi. Yang pasti, tampak jelas ada upaya untuk menjauhkan Islam dari kehidupan secara sistematik dan kontinu. Sikap islamophobia makin terlihat. 

Dengan dalih demokrasi, toleransi dan kebhinekaan, rezim berusaha mencengkeramkan islamophobia. Sayangnya, umat semakin lama semakin paham. 

Bagaimana dikatakan toleransi, padahal dalam Islam toleransi berarti membiarkan pemeluk agama lain menjalankan ibadahnya masing-masing. Bukan ikut merayakan atau beribadah. Bayangkan saat kita ikut mendengarkan doa pemeluk agama lain, tentu kita akan ikut mengaminkan. Padahal,  Tuhan yang mereka sembah berbeda dengan kita. Tiap agama memiliki aturan atau syariat yang berbeda. Sehingga sejatinya, doa bersama dengan penganut agama lain adalah bukti liberalisasi agama. Rakyat semestinya menyadari bahwa sistem sekuler yang memisahkan agama dalam kehidupan ini tidak akan sejalan dengan tujuan memberlakukan syariat.

Liberalisasi merupakan derivat dari ideologi kapitalisme. Kita paham bahwa ideologi tersebut menginginkan kebebasan, baik dalam berpendapat, kepemilikan, bertingkah laku maupun berakidah. Bagaimana akidah bisa semakin kuat, kalau yang diajarkan justru kebebasan berakidah. Terlebih penganjurnya justru dari Kementerian Agama. Sungguh miris sekali.

Kebijakan doa bersama ini tentu sejalan dengan upaya moderasi agama. Bahkan merupakan upaya mencampurbaurkan agama atau sinkretisme. Hal yang sangat diharamkan dalam akidah Islam. Allah telah berfirman dalam Al-Qur'an Surat al-Baqarah ayat 42:

"Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahui." (TQS. al-Baqarah [2]: 42)

Bila kita membaca sirah Rasulullah saw., tak pernah sekali pun, doa bersama dilakukan. Padahal, dalam masyarakat Daulah Islam di Madinah atau pada masa khilafah-khilafah selanjutnya, juga terdapat kaum Yahudi dan Nasrani. Tetapi sikap toleransi atau saling menghormati pemeluk beragama sangat kuat. Tak pernah ada yang merasa dizalimi.

Maka, apakah wacana doa bersama di setiap kegiatan perlu diselenggarakan? Rupanya perlu pemikiran lebih lanjut, bila kita menginginkan umat ini memiliki akidah yang kokoh. Justru sebenarnya negara mempunyai kewajiban untuk menjaga agar umatnya memiliki akidah yang kuat, bukan berusaha mengadu domba dengan pemikiran-pemikiran batil yang merusak akidah umatnya. 

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post