Benarkah Islam Menerima Semua Sistem Temasuk Demokrasi?



Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Bela Islam Idiologis Akademi Menulis Kreatif


Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, ketika menjadi speaker dalam webinar tadarus demokrasi sesi I, yang diselenggarakan oleh Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) Initiative pada (17/4/2021). Dalam acara tersebut, beliau menyatakan bahwa agama khususnya Islam dapat menerima sistem politik dan pemerintahan apapun termasuk demokrasi.

"Agama itu peraturan dan normanya, prinsipnya, datang vertikal dari Tuhan. Pedoman hidup manusia. Wahyu Tuhan yang wajib diikuti sesuai keyakinan. Sementara, demokrasi hanya modal dan sistem di dalam bernegara lahir secara horizontal," kata Mahfud MD.

Lanjutnya, meski berbeda sumbernya, agama bisa menerima sistem politik dan sistem negara jenis apapun. Baik demokrasi, kerajaan, monarki, otokrasi, teokrasi, dan sistem apapun saja. Sebab, prinsipnya agama bersifat netral. (Tribunnews.com, 17/4/2021)

Pernyataan Mahfud MD semakin membingungkan dan menyesatkan.
Jauh sebelum menjabat jadi menteri mengatakan, "Malaikat masuk ke dalam sistem di Indonesia (demokrasi) pun bisa jadi iblis," ucap Mahfud. (Republika.co.id, 7/10/2013)

Pernyataan tersebut, menunjukkan sebuah pengakuan kalau sistem demokrasi itu sesungguhnya sistem yang rusak dan merusak. "Pemilu di semua tingkatan di Indonesia dinilai gagal melahirkan pemimpin yang baik, juga pemilih yang berperilaku tidak baik, yang disebabkan dominasi politik transaksional," ujar Mahfud.

Anehnya setelah menjadi pejabat Menkopolhukam omongan Mahfud MD bertolak belakang. Seakan demokrasi adalah sistem yang baik. Sampai berani mengatakan, "Meniru sistem pemerintahan Nabi Muhammad saw. haram hukumnya." (NU Online, 25/1/2020)

Sejatinya, pernyataannya tersebut untuk menafikan dan menolak sistem Islam (khilafah). Sebab, khilafah adalah warisan Rasulullah yang akan membahayakan bagi eksistensi kafir penjajah.

Itulah alasan mengapa selalu menolak khilafah dan memberikan stigma buruk bahwa khilafah tidak cocok dan membahayakan  NKRI. Sebaliknya untuk melanggengkan demokrasi, kembali pernyataannya
diulang lagi, dengan penegasan bahwa agama khususnya Islam, dapat menerima sistem politik dan pemerintahan apapun, termasuk demokrasi.

Jika Mahfud MD bersikap jujur dan obyektif, mengapa  tidak menguji kelayakan sistem khilafah? Katanya agama menerima semua sistem? Tampak sekali jika Mahfud MD alergi dan terus menyerang serta menyesatkan tentang sistem khilafah. 

Padahal, demokrasi di negeri asalnya Yunani menuai caci maki. Semisal Aristoteles (348-322 SM) menyebut demokrasi sebagai mobocracy yang menggambarkan sistem yang bobrok dan dinilai rentan akan anarchisme (kebrutalan).

Walhasil, Mahfud MD mengatakan agama  cocok dengan demokrasi, adalah sebuah kebohongan. Lebih tepatnya, demokrasi sebagai alat penjajahan di negeri-negeri muslim. Sejatinya justru demokrasi bertentangan dengan Islam. Ada beberapa sebab, antara lain:

Pertama, demokrasi lahir dari rahim sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Berasal dari akal manusia. Sedangkan Islam asasnya akidah Islam. Agama untuk mengatur semua lini kehidupan. Berasal dari wahyu Allah Swt.

Kedua, kedaulatan di tangan rakyat, artinya manusia berhak membuat hukum yang diwakili oleh anggota dewan. Sedangkan Islam kedaulatan di tangan syarak. "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah." (QS. al-An'am [6]: 57)

Ketiga, kebebasan adalah pilar demokrasi yang diagung-agungkan.(Menurut Plato di dalam bukunya The Republik, liberalisasi atau kebebasan adalah pilar demokrasi sekaligus biang petaka yang menyebabkan negara demokrasi akan gagal selama-lamanya). Sedangkan Islam tidak mengenal kebebasan. Karena hukum asal perbuatan manusia terikat dengan hukum Allah (kaidah syarak).

Keempat, tolok ukur perbuatan berdasarkan manfaat. Sedangkan Islam berdasarkan haram dan halal.

Kelima, dalam mengambil keputusan berdasarkan suara terbanyak. Dalam Islam tergantung dari obyek pembahasan, yakni:

1. Jika materinya menyangkut status hukum syariah, standarnya adalah dalil syariah terkuat, bukan suara mayoritas.

2. Jika materinya menyangkut aspek-aspek teknis dari suatu aktivitas, standarnya suara mayoritas.

3. Jika materinya menyangkut aspek-aspek yang memerlukan keahlian, standarnya adalah pendapat yang paling tepat (ahlinya), bukan suara mayoritas.

Jadi, nyata benar dan terbukti jika pernyataan Menkopolhukam Mahmud MD adalah sebuah kebohongan yang menyesatkan dan mungkar. Sebab, demokrasi adalah sistem kufur yang cacat sejak lahir dan justru bertentangan dengan agama Islam. Mana mungkin demokrasi ada kesesuaian atau cocok dengan agama? Aneh, Aristoteles dan Plato saja tidak percaya bahkan menyatakan demokrasi brutal dan akan gagal. Mengapa masih dipertahankan?

Hanya khilafah sistem yang sahih karena berasal dari Allah Saw. dan merupakan warisan Rasulullah saw. khilafah adalah ajaran Islam. 

Allah Swt. berfirman: 

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu." (QS. al-Ahzab [33]: 21)

Artinya kita sebagai umatnya wajib meneladani Rasulullah saw. sekaligus sebagai imam kita. Sebagaimana halnya kita  mengikuti imam di saat salat. Artinya, kita harus mengikuti perilaku Nabi Muhammad saw. dalam seluruh aspek kehidupan. Sebagaimana para sahabat yang hidup di masa Rasulullah, tabiin, tabiut tabiin dan di masa kejayaan Islam.
Telah berhasil mengikuti jejak beliau mengemban risalahnya dengan menerapkan khilafah yang menyejahterakan semua umat manusia.

Saatnya kita campakkan demokrasi, sistem kufur yang membuat malaikat pun bisa berubah menjadi iblis. Tidak lain mereka adalah  orang-orang yang mengingkari hukum Allah, menolak khilafah, orang yang mengaruskan moderasi agama, pejuang dan pembela demokrasi, pejuang sekularisme, pluralisme, liberalisme, dan isme-isme lainnya. Serta yang memfitnah, mengkriminalisasikan ulama, pejuang khilafah, dan lainnya.

Saatnya diganti dengan sistem Islam (khilafah) yang merupakan janji Allah Swt. dan bisyarah (kabar) Rasulullah saw. yang akan tegak kembali.

«تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللّٰهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللّٰهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللّٰهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللّٰهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللّٰهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ» ثُمَّ سَكَتَ

“Di tengah-tengah kalian ada zaman kenabian. Atas kehendak Allah zaman itu akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian. Khilafah itu akan tetap ada sesuai kehendak Allah. Lalu Dia akan mengangkat khilafah itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (pemerintahan) yang zalim. Kekuasaan zalim ini akan tetap ada sesuai kehendak Allah. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (pemerintahan) diktator yang menyengsarakan. Kekuasaan diktator itu akan tetap ada sesuai kehendak Allah. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan muncul kembali khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian.” (Hudzaifah berkata): Kemudian beliau diam (HR. Ahmad dan al-Bazzar).

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post