Gurita Prostitusi di Tengah Pandemi


Oleh Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember, Penulis Opini AMK

Kasus prostitusi mencuat lagi, kali ini melibatkan seorang artis Cynthiara Alona sebagai pemilik hotel yang dijadikan lokasi prostitusi online. Penggerebekan dilakukan oleh polisi dari Subdit 5 Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya, di hotel Alona, Jalan Kompleks Deplu, Jalan Lestari Nomor 29A, RT03/RW01, Kreo Larangan, Kota Tangerang, Banten, pada hari Selasa, 16 Maret 2021, pukul 23.30 WIB. Dari penggerebekan  polisi mengamankan 43 orang yang diduga terlibat kegiatan prostitusi online, juga mengamankan sejumlah barang bukti.

Hotel Alona bintang dua dulunya merupakan sebuah tempat kos, ada tiga puluh kamar. Saat penggerebekan penuh dengan anak-anak di bawah umur berusia 14-16 tahun dan para hidung belang. Sebagai tersangka Cynthiara Alona selaku pemilik hotel, DA selaku mucikari dan AA selaku pengelola hotel. Ketiganya terjerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 296 KUHP dan atau Pasal 506 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara.

"Adapun motifnya karena sepi pada masa pandemi Covid-19, agar operasional hotel tetap berjalan maka menerima perbuatan cabul di hotelnya," tutur Kombes Yusri Yunus Kabid Humas Polda Metro Jaya. (CNN Indonesia, 19/3/2021)

Miris, eksploitasi dan prostitusi anak kian marak terjadi, trennya terus meningkat, dan semakin menggurita di musim pandemi Corona. Menurut Tenaga Ahli Staff Kepresidenan bidang sumber daya manusia (SDM), Erlinda menyebutkan bahwa kasus kekerasan seksual atau prostitusi yang melibatkan anak dibawah umur cukup tinggi. Menghimbau kepada masyarakat dan keluarga yang memiliki anak perempuan di bawah umur untuk lebih berhati-hati dan waspada, agar anaknya tidak menjadi korban prostitusi online maupun kekerasan seksual.

"Data dari tahun 2020 saja, yang terbongkar ada lebih dari seribu anak kasus korban prostitusi, ditambah yang belum terbongkar tentu angkanya jauh lebih besar lagi. Pada periode Januari-Maret 2021, lima ratus anak menjadi korban kasus prostitusi anak." Ujar Erlinda saat menyampaikan dalam kegiatan press release di Gedung Ditreskrimum Mapolda Metro Jaya, (19/3/2021).

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan, Susanto mengatakan isu prostitusi memang meresahkan. "Prostitusi berdampak negatif bagi anak dan generasi, karena perilaku mereka berpotensi ditiru oleh anak." Menurut analisa Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ada enam penyebab prostitusi marak yakni:

1. Eksploitasi mucikari, melakukan berbagai tipu daya dan rayuan kepada wanita termasuk anak-anak di bawah umur (belum 18 tahun) untuk dijadikan pekerja seks.

2. Faktor berpikir instan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.

3. Keterpaksaan, karena
dipaksa dan diperbudak oleh pihak lain.

4. Pengaruh teman atau lingkungannya (keluarga tidak harmonis, Ibu bekerja di luar rumah dan lainnya).

5. Pengaruh gaya hidup hedonis, seperti kecenderungan menafikan nilai agama, norma kesusilaan.

6. Faktor frustasi, lari dari masalah yang dihadapi.

Sejatinya akar masalah dari semua itu, akibat diterapkannya sistem sekularisme. Yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Wajar, jika jauh dari agamanya membuat akidahnya lemah, sehingga tidak merasa diawasi Allah. Akhirnya, cenderung melakukan perbuatan semaunya. Apalagi, pilar dalam sistem ini adalah kebebasan (liberalisme). Semua serba bebas, bebas berakidah, bebas berpendapat, bebas bertingkah laku dan bebas berkepemilikan. Mereka tidak takut akan dosa, karena tolok ukur perbuatannya bukan haram dan halal, melainkan asas manfaat. Bebas bertingkah laku inilah yang mendorong mereka nekat melakukan prostitusi yang penting mendapatkan materi.

Adapun kebebasan berkepemilikan ini melahirkan sistem ekonomi kapitalis, yakni ekonomi dikuasai oleh pemilik modal. Negara hanya sebagai regulator (pembuat undang-undang) yang memihak pada investor. Kebijakannya justru merugikan rakyat. Dampaknya, tentu rakyat yang menjadi korban dan dimiskinkan. Apalagi dalam masa pandemi terjadi resesi ekonomi, otomatis membuat semua serba sulit dan lengkaplah penderitaan wong cilik. Akibatnya orang miskin yang lemah iman, untuk mencukupi kebutuhannya nekat dengan jalan pintas. Seperti menjadi mucikari, menjual diri menjadi prostitusi, dan sebagainya. 

Parahnya lagi, jika gaya hidupnya membebek dan mengikuti budaya barat. Mengukur kemuliaan dan kenikmatan hidup dengan kekayaan dan kemewahan. Kesuksesan diukur dengan banyaknya pundi-pundi harta. Itulah virus kapitalis yang sudah meracuni generasi muda saat ini. Semua akan dilakukan demi terpuaskan nafsunya. Di sisi lain iklan-iklan berseliweran menggoda, pornoaksi dan pornografi turut membiusnya. Maka demi kesenangan sesaat dengan bergaya hidup mewah semua akan dilakukan, meskipun harus menabrak norma agama.

Ekonomi kapitalis juga mendorong kaum wanita bekerja membanting tulang, meninggalkan sang buah hati. Fungsi ummun warabatul bait sebagai ibu pendidik utama dan pertama serta mengatur keluarga diabaikan. Sungguh dampaknya luar biasa, dengan tidak adanya perhatian, pengawasan dan kasih sayang dari orang tuanya, membuat anak broken home dan rentan melakukan kemaksiatan kenakalan remaja.

Ditambah hukum yang tumpul dan tebang pilih serta tidak menimbulkan efek jera. Akibatnya pelaku kejahatan prostitusi anak tidak kapok. Bahkan, semakin hari jumlahnya semakin bertambah banyak dan menggurita dimana-mana. Sesungguhnya yang menjadi biang kerok dari semua problematika umat, termasuk prostitusi adalah sistem demokrasi-sekuler. Sistem yang menyengsarakan dan menyesatkan.

Saatnya Kembali Ke Sistem Islam

Islam merupakan agama yang sempurna, sebagai pedoman dan petunjuk hidup, mengatur semua aspek kehidupan. Oleh sebab itu  Allah Swt. mewajibkan kepada orang beriman untuk berislam secara kafah, sebagaimana firman-Nya:

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. al-Baqarah [2]: 208)

Agar bisa berislam secara kafah semua individu muslim wajib memiliki iman yang kuat dan kokoh agar menjadi insan takwallah. Sebab, konsekuensi dari keimanan adalah melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah Swt. Islam juga mewajibkan masyarakat untuk ikut memelihara dan menjaga keimanan individu, yakni saling beramar makruf nahi munkar. Juga memuhasabahi penguasa agar tidak melenceng dari syariat. 

Hal ini dikarenakan negara (khilafah) berfungsi untuk menerapkan syariat Islam secara kafah (sempurna). Termasuk menerapkan sanksi hukum bagi pelaku kejahatan dengan tegas tanpa pandang bulu. Sanksi bagi pezina yang belum menikah di cambuk seratus kali (100x). Sedangkan yang sudah menikah hukuman rajam, yakni tubuhnya ditanam dalam tanah setinggi dada, kemudian dilempari batu hingga mati.

Keistimewaan hukum Islam sebagai jawabir yakni penebus dosa, besok di akhirat tidak dimintai pertanggungjawaban. Juga sebagai jawazir, yakni memberikan efek jera bagi orang lain. Dengan sanksi yang tegas semua kemaksiatan termasuk prostitusi, kekerasan seksual, dan trafficking (penjualan orang), akan dibabat tuntas sampai akarnya. Di sisi lain, telah terbukti bahwa sistem demokrasi-sekuler  menyengsarakan dan menyesatkan, sehingga menyuburkan prostitusi dan trafficking. Saatnya kita campakkan dan kembali ke sistem Islam yang diridai Allah Swt. 

Sementara keagungan dan kemuliaan Islam baru bisa dirasakan, ketika syariat Islam diterapkan secara sempurna dalam institusi khilafah. Khilafah sebagai mahkota kewajiban. Dengan tiadanya khilafah selama seabad, seluruh umat Islam tidak bisa melaksanakan kewajibannya secara sempurna. Misalnya, muamalah dan uqubat (sanksi hukum), karena untuk penerapannya butuh peran negara. Akibatnya, umat Islam terkungkung oleh kemaksiatan, kenistaan, dan kenestapaan. Oleh sebab itu, wajib hukumnya untuk menegakkan kembali khilafah yang merupakan janji Allah dan bisyarah (kabar gembira) Rasulullah saw.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post