SKB SERAGAM KEAGAMAAN, SYARIAH FOBIA DAN TIDAK MENDIDIK


Oleh : Junari, S.Ikom

Pemerintah mengeluarkan aturan terkait pemerintah daerah dan sekolah negeri soal seragam beratribut agama. Aturan yang tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) ketiga menteri itu menyatakan Pemuda maupun sekolah tidak dibolehkan  melarang murid mengenakan seragam atribut agama, SKB tersebut ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Menag menyebutkan, lahirnya SKB 3 Menteri ini merupakan upaya untuk mencari titik persamaan dari berbagai perbedaan yang ada di masyarakat.

Pemerintah diwakili tiga menteri yakni, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim; Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian; dan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan SKB tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut di sekolah. Salah satu poin dalam SKB tersebut, melarang Pemda atau sekolah mengkhususkan seragam dan atribut dengan keagamaan tertentu.

Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga mentri soal larangan atribut sekolah keagamaan, terus menuai polemic, kali ini ketua MUI pusat Dr Cholil Nafis memberikan pandagannya, ia melihat SKB tiga menteri itu wajib di tinjau ulang atau dicabut karena tidak mencerminkan lagi adanya proses pendidik.

Keputusan dalam SKB tiga menteri yang terkait seragam sekolah ada enam poin diantaranya; Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara: Seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, seragam dan atribut dengan kekhususan agama, serta tidak mewajibkan dan tidak pula melarang seragam atau atribut. Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang, apabila ada pelangaran maka saksi akan diberikan kepada pihak yang melangar serta terancamnya keranah bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya, apabila sekolah melanggar kebijakan yang tidak di khususkan untuk mengenakan atribut keagamaan.

Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara: Seragam dan atribut tanpa kekhususan agama seragam dan atribut dengan kekhususan agama “Hak untuk memakai atribut keagamaan adanya di individu. Individu itu adalah guru, murid, dan tentunya orang tua, bukan keputusan sekolah negeri tersebut,” ujar Mendikbud Nadiem.

Dengan diberikannya kebebasan terhadap murid dalam hal berpakaian seragam , maka hal ini menunjukan ketidak perdulian serius terhadap penerus bangsa di negeri ini dengan memeberikan kebabasan bukan menjamin untuk bertaqwa terhadaap kebijakan justru membuat murid menjadi bersewenang-wenang. 

Dengan adanya berbagai serangan oleh para kapitalisme ternyata yang menjadi sasaran utamanya adalah anak muda dengan dijadikan alatnya sarana prasarana lewat pendidikan alih-alih memberikan kebebasan, yang justru kebebasan itu sendiri yang mengudang murid untuk melakukan semaunya. Dalam dunia pendidikan pula di sistem yang rusak memberikan dampak yang cukup parah dengan tidak ada kebijakan yang tegas untuk pendidikan dengan menciptakan disiplin dan taqwa terhadap dunia pendidikan. 

Dilihat dari kebijakan kebebasan dalam atribut agama serta tidak wajibnya untuk memberikan identitas pada berpakain murid  muslim dan non-muslim hal ini megambarkan dunia pendidikan tidak sedang baik-baik saja, melainkan kerusakan yang nyatanya di ciptakan oleh para penjajah, para kapitalisme itu sendiri dengan diberikan kebebasan terhadap membebaskan mengenakan atribut dan serangam pada murid.

Dengan alasan hak setiap siswa, SKB 3 Menteri justru bertentangan dengan tujuan Pendidikan untuk mencipta insan bertakwa. Alih-alih mendidik menaati agama, malah mendorong kebebasan berperilaku serta tidak mencerminkan pendidik yang harus di didik mulai dari taat dalam berpakaian hingga disiplinnya.

Lebih dari itu siswa muslim di daerah minoritas justru akan terus dirugikan karena SKB ini tidak mungkin menghapus regulasi daerah yang melarang memakai identitas agama. Jadi, harapan adanya kebebasan CV berjilbab bagi siswi Muslimah, Bali, dll tidak terwujud dalam SKB ini.

Ini hanya menegaskan Syariah pobia rezim sekuler saat ini, yang hanya mengencarkan untuk menanamkan paham sekuler dalam hal  kebebasan yang justru membuat peserta didik menjadi lemah dan tidak adanya identitas yang dididik untuk mentaati.

Dunia pendidikan menjadi terpuruk disebabkan rezim yang dzolim yang hanya menerapkan kebijakan dengan tidak melihat situasi untuk melengkapi kebutuhan yang diperlukan siswi muslimah guna mempererat identitasnya, kebijakannya pun dengan sangat mudah di terapkan hanya dengan persetujuan yang di tanda tangani oleh ketiga mentri hal ini bertolak belakang dengan Khilafah yang menjadi rujukan dalam kebijakannya hanya kepada Al-qur’an dan sunnah sehingga tidak ada pelencengan dalam kebijakan karena bersumber dari yang maha pencipta.

Dalam pandangan islam muslimah yang sudah baligh wajib hukumnya untuk berpakaian syar’i untuk menunjukan identitas sebagai muslimah didalam lingkungannya maupun di dunia pendidikan tidak dibedakan, berpakaianpun diatur dalam Al-qur’an karena islam agama yang sangat sempurna mengatur dari berbagai aspek.

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang. (Al-Ahzab [33]:59).

Apabila muslimah berpakaian diluar dari syariat maka dosa ditanggung nya sendiri, sehingga dalam daulah islam negara sangat memperhatikan mulai dari dosa individu serta di terapkannya syariat untuk kemaslahatan rakyatnya, maka peran dunia pendidikan sangat di butuhkan untuk mencetak generasi yang paham terhadap syariat, sehingga tidak ada keselewengan dan kebebasan dalam berpakaian.

Walhasil hanya islam yang mampu menerapkan kebijakan yang sangat sempurna dengan menerapkan aturan secara kaffah atau menyeluruh sehingga tidak adanya seperti saat ini yang bertolak belakang dengan kebutuhan peserta didik  muslimah yang harus disiplin serta menunjukan identitasnya sebagai seorang.  

Hanya kembali pada syariat solusi yang tepat dalam problematika saat ini yang menjadi tolak ukur dalam melakukan sebuah kebijakan itu di ukur dalam syariat sehingga tidak ada satupun kebijakan yang datang dari kesepatan manusia melainkan kebijakan itu datangnya semata-mata hanya datang dari sang pembuat hukum yaitu Allah SWT, sehingga apapun problem yang ada mulai dari berpakaian hingga mengatur urusan, dalam maupun luar negeri apalagi ranah pendidikan akan teratur dengan sangat tepat, maka kembali kepada syariat hukumnya wajib.
 
Wallahu a’lam bi ash-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post