Goresan
Pena : Sahara (Aktivis Dakwah Lubuk Pakam )
Bagi siapapun keluarga adalah bagian
terpenting dari kehidupannya. Tempat pertama kali tumbuh dan bergantung dengan
kedua orang tua atau saudara yang lainnya. Saling terikat dan membutuhkan satu
sama lain. Tempat yang selalu ada kehangatan dan kenyamanan didalamnya.
Membersamai dalam keadaan suka maupun duka, bisa dipastikan ini adalah impian
kebanyakan orang tentang keluarganya.
Namun sistem sekuler, yang telah menggurita
di setiap sendi kehidupan. Merubah impian indah itu menjadi mimpi buruk. Dimana
keluarga yang harmonis menjadi keluarga kapitalis. Tidak ada kasih sayang yang
tulus, melainkan terikat dengan manfaat dan tujuan lain yang menguntungkan.
Sadar atau tidak, sistem kapitalis dengan asas sekuler telah berhasil merubah
banyak orang, bersikap individualis dan hedonis. Jadi wajar saja, bila yang
terjadi dalam keluarga, adalah kekacauan.
Dilansir dari salah satu berita, dikatakan
bahwa Beberapa waktu lalu di Bandung geger kabar seorang anak menuntut
ayah kandungnya sendiri dengan gugatan sebesar Rp 3 miliar.
Sang anak yang diketahui bernama Deden ini
tega menggugat ayahnya, Koswara (85) ke Pengadilan Negeri Kelas
IA Bandung, Rabu 20 Januari 2021. (Pikiran-Rakyat.com) Gugatan tersebut berawal dari tanah warisan seluas
3.000 meter per segi milik orangtua Koswara. Sebagian tanah tersebut disewa
oleh Deden untuk dijadikan toko. Namun tahun ini, tanah itu tak lagi disewakan
oleh Koswara karena akan dijual dan hasil penjualannya akan dijual kepada ahli
waris termasuk saudara kandung Deden.
Tak hanya Koswara, Deden dan istrinya, Ning
juga menggugat adiknya nomor lima yang bernama Hamidah. Dalam gugatan tersebut,
Deden meminta Koswara dan Hamidah membayar Rp 3 milir jika Deden pindah dari
toko yang dibangun Deden di atas tanah warisan.
Selain itu, Koswara dan Hamidah juga diminta
membayar ganti rugi material Rp 20 juta dan imateriil senilai Rp 200 juta. Saat
sidang yang di gelar di PN Banndung, Selasa (19/1/2021), terlihat Koswara
tertatih-tatih dipapah dua anaknya, Imasa dan Hamidah saat memasuki ruang
persidangan.
Sementara itu dalam sebuah wawancara,
Koswara sempat mengaku kecewa saat mengetahui anak ketiganya, Masitoh menjadi
pengacara kakaknya dan sama-sama menggugat dirinya. “Padahal dia juga anak saya
yang ketiga. Pengacara, Masitoh SH MH,” kata Koswara.
Ia mengatakan tak memiliki uang untuk
membayar gugatan jika kalah di pengadilan. “Saya uang dari mana. Menyekolahkan
mereka juga sudah lebih dari itu (Rp 3 miliar). Nyarinya juga hujan panas
berangkat kerja untuk cari uang demi keperluan mereka.
Bagaimana,miris bukan? Inilah Potret
keluarga korban kapitalisme. Orientasi materi menjadi pertimbangan utama, tidak
faham hukum syariat dan moralitas hilang.
Sekulerisme berhasil mendoktrin banyak orang
memiliki gaya hidup liberal, sehingga mereka bisa bebas melakukan apapun, dan
kebebasan ini justru malah terlewat batas. Hingga dengan senang hati menggugat
ayah sendiri.
Banyak nya potret malinkundang sebagai anak
durhaka ini disebabkan karena Islam tidak digunakan untuk problem solving
melainkan hanya sebagai legalitas agama saja.
Lantas bagaimana Islam menuntaskan masalah dalam keluarga
?
Islam tidak hanya mengatur ritual
peribadatan saja. Tapi juga memancarkan aturan dalam setiap fikrah-nya.
Adapun karakter syariat Islam yang pokok adalah memiliki keterkaitan dan
keterpaduan antara yang satu dengan yang lainnya.
Pelaksanaan satu hukum akan menuntut pelaksanaan hukum
yang lain secara terpadu. Oleh karena itu, pelaksanaan syariat secara
parsial(sebagian)akan menyebabkan ketimpangan. Sebab ada kewajiban yang lain
yang tidak ditunaikan.
Kasus buruknya akhlak anak kepada orang tua, tak bisa
dilihat dari satu sisi saja, namun harus dipandang secara komprehensif bahwa
ini adalah kesalahan sistem yang perbaikannya pun harus berskala sistem.
Bukan hanya sekadar memperbaiki perilaku ibunya, anaknya,
atau ayahnya saja. Perilaku ayah, ibu, dan anak sangat dipengaruhi banyak
faktor. Setidaknya ada empat faktor.
Pertama, faktor pendidikan.
Sistem pendidikan sekuler yang sekadar berorientasi pada
akademik hanya akan melahirkan siswa pintar namun minus pemahaman akidah, serta
pola sikapnya yang cenderung buruk.
Sedangkan sistem pendidikan Islam membina para siswanya
untuk menjadi individu yang berkepribadian Islam. Yaitu memahami Islam
dengan kaffah dan berperilaku sesuai dengan syariat. Sehingga wajib
bagi negara untuk memfasilitasi tersedianya sekolah dengan kualitas kurikulum
dan tenaga pengajar yang unggul.
Kedua, faktor budaya yang masuk ke tengah-tengah
masyarakat haruslah yang sesuai Islam.
Negara akan sangat selektif menyaring budaya yang masuk
dan beredar di tengah-tengah umat. Di era digital seperti saat ini, media massa
dan media sosial adalah entitas yang sangat signifikan dalam transfer budaya.
Fungsi media dalam negara Khilafah adalah untuk
menguatkan akidah. Akan tercipta jawil imaniyang kuat di tengah
masyarakat. Media pun menjadi sarana mencerdaskan umat karena memuat berbagai
informasi. Negara wajib mencegah informasi yang buruk, apalagi yang
kontraproduktif terhadap akidah umat.
Ketiga, pelaksanaan uqubat.
Sistem sanksi harus jelas dan tegas. Bagi siapa saja yang
melanggar aturan, harus segera ditindak. Misalnya pelaku perzinaan, jika telah
terbukti berzina apalagi ada pengakuan, harus segera dilaporkan. Tak
peduli apakah itu orang tuanya atau siapa pun, karena perzinaan adalah tindakan
kriminal.
Hukum sanksi dalam Islam berfungsi
sebagai jawabir(penebus dosa) dan jawazir (mencegah terulangnya
kriminalitas).
Keempat, faktor ekonomi.
Faktor inilah yang menjadi pemicu terjadinya perceraian.
Sulitnya para suami mendapatkan pekerjaan dan negara yang tidak menjamin
pemenuhan kebutuhan dasar, telah semakin memberatkan beban kepala keluarga.
Begitu pun berbondong-bondongnya para ibu keluar rumah
untuk bekerja membantu ekonomi keluarga, telah menjadi jalan terlalaikannya
kewajiban pengasuhan. Anak haus belaian kasih sayang orang tuanya dan juga
kehilangan sosok untuk dijadikan teladan. Akhirnya, hilanglah rasa hormat dan
bakti pada orang tuanya.
Maka dari itu, Khilafah akan menjamin pemenuhan kebutuhan
pokok per individu dan menyediakan lapangan kerja bagi para ayah. Sistem
kepemilikan yang mengharamkan SDA dikuasai asing akan menjadikan keuangan
Khilafah kuat dan stabil, sehingga mampu membiayai itu semua.(www.muslimahnews.com)
Demikianlah Islam memberikan solusi yang
hakiki untuk membentuk keluarga yang harmonis. Dan seluruh aturan diatas tidak
akan bisa diterapkan secara real apabila tidak ada sebuah institusi yang
menerapkan nya, maka oleh sebab itu sudah seharusnya kita memperjuangkan
kembali kehidupan Islam yang kaffah dalam bingkai daulah khilafah Islamiyyah.
Sebab hanya Islam, satu - satunya agama sempurna dan paripurna yang memancarkan
aturan bagi seluruh aspek kehidupan manusia dan aturan ini asalnya bukan buatan
manusia melainkan dari sang Khaliq, Allah SWT yang telah menciptakan alam
semesta beserta isinya, termasuk pula menciptakan manusia . Wallahu a'lam
bishowab.
Post a Comment