Islam Haramkan Suntik Kebiri bagi Pelaku Pedofilia

Oleh: Ria Apriani, S.Pd.

Aktivis Dakwah di Kota Depok


Permasalahan kejahatan seksual di negeri yang menganut sistem sekuler yang diselesaikan dengan suntik kebiri ternyata tidak bisa menjadi solusi. Ada solusi lain yang mampu memecahkan permasalahan kejahatan seksual secara komprehensif. Solusi ini tak bisa lahir dari keterbatasan akal manusia yang penuh dengan kepentingan pribadi dan kelompok, tapi lahir tanpa ada konflik kepentingan dan campur tangan hawa nafsu manusia. Pemecahan masalahnya pun  langsung dari Sang Pencipta, Allah SWT yang telah memberi aturan terbaik bagi diri manusia dan kehidupannya. Itulah syariat Islam.

Syariat Islam hadir dengan dua fungsi, yaitu pertama, fungsi preventif tercermin dari sistem pergaulan sosial (nizhamul ijtima’iy) yang begitu lengkap, mencakup pengaturan laki-laki dan perempuan di kehidupan khusus serta di kehidupan umum (public area). Islam memandang perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga.

Secara umum, Islam mengatur mulai dari penetapan batasan yang jelas akan aurat laki-laki dan perempuan, pakaian penutup aurat, kewajiban menjaga pandangan, larangan tabarruj, larangan khalwat dan ikhtilat, pengaturan safar bagi perempuan, dorongan menikah hingga pengaturan rumah tangga. Dengan kelengkapan aturannya, Islam menutup celah aksi pornografi pornoaksi serta memastikan laki-laki dan perempuan mampu mengoptimalkan peran dalam masyarakat dengan tetap terjaga kehormatannya.

Kedua, fungsi kuratif berupa sanksi hukum bagi siapa pun yang melanggar syariat. Meliputi hukuman bagi lelaki yang tidak mau menafkahi keluarganya, hukuman bagi pembuat serta penyebar konten pornografi pornoaksi, hingga adanya hukum jilid dan rajam bagi pezina. Begitu juga, para predator seksual akan mendapat sanksi berat berupa jilid jika dia belum menikah dan rajam hingga mati jika dia sudah atau pernah menikah.

Adapun hukuman kebiri bagi pelaku pedopil  ternyata tidak menyelesaikan masalah, malah menambah masalah baru. Jika kita lihat, kebiri (kastrasi atau al khishaa), yaitu pemotongan testis sebagai upaya untuk menghilangkan syahwat dan membuat mandul. Metode kebiri ada dua, yaitu metode fisik dilakukan dengan memotong organ testis, yang berarti sudah dihilangkan testosteron sebagai hormon pembangkit gairah seks. Akibatnya laki-laki akan kehilangan gairah seks dan sekaligus menjadi mandul permanen. (Jawa Pos, 22/10/2015).

Metode kebiri hormonal, dilakukan bukan dengan memotong testis atau penis, tapi dengan cara injeksi (suntikan) hormon kepada laki-laki yang dikebiri. Ada dua metode injeksi yakni injeksi obat yang menekan produksi hormon testosteron, dilakukan berulang-ulang sehingga hormon testosteron seolah-olah hilang  dan injeksi hormon estrogen kepada laki-laki yang dikebiri, sehingga ia memiliki ciri-ciri fisik seperti perempuan. Hormon testosteron akan menurun dan gairah seksual juga akan ikut menurun. Bila suntik hormon estrogen ini dihentikan, keadaan orang yang dikebiri akan pulih seperti semula. Metode kebiri yang akan dijatuhkan pemerintah adalah metode injeksi, bukan metode fisik. (Jawa Pos, 22/10/2015).

Islam haramkan suntik kebiri bagi pelaku pedofilia  berdasarkan tiga alasan yakni: Pertama, syariah Islam dengan tegas telah mengharamkan kebiri pada manusia, tanpa perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan fuqaha. (Imam Ibnu Abdil Barr, Al Istidzkar, 8/433; Imam Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bari, 9/111; Imam Badruddin Al ‘Aini,‘Umdatul Qari, 20/72; Imam Al Qurthubi, Al Jami’ li Ahkam Al Qur`an, 5/334; dan Imam Shan’ani, Subulus Salam, 3/110). Dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah disebutkan, “Imam Ibnu Hajar Al Asqalani berkata,'(Hadits yang melarang kebiri) adalah larangan pengharaman tanpa khilafiyah di kalangan ulama, yaitu kebiri pada manusia.’ (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 19/121).

Salah satu dalil yang menunjukkan haramnya kebiri adalah hadits-hadits shahih, di antaranya dari Ibnu Mas’ud ra, dia berkata, ”Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama istri-istri. Lalu kami berkata (kepada Nabi SAW), ‘Bolehkah kami melakukan pengebirian?’ Maka Nabi SAW melarang yang demikian itu.” (HR Bukhari no 4615; Muslim no 1404; Ahmad no 3650; Ibnu Hibban no 4141). (Taqiyuddin An Nabhani, An NizhamAl Ijtima’i fi Al Islam, hlm. 164; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 19/119).

Kedua, syariah Islam telah menetapkan hukuman untuk pelaku pedofilia sesuai rincian fakta perbuatannya, sehingga haram hukumnya membuat jenis hukuman di luar ketentuan syariah Islam. (QS al-Ahzab: 36). Rincian hukumannya sebagai berikut:  (1) jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah perbuatan zina, hukumannya adalah hukuman untuk pezina (had az zina), yaitu dirajam jika sudah muhshan (menikah) (HR Bukhari no 6733, 6812; Abu Dawud no 4438) atau dicambuk seratus kali jika bukan muhshan (QS An Nuur : 2); (2) jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah liwath (homoseksual), maka hukumannya adalah hukuman mati, bukan yang lain; (3) jika yang dilakukan adalah pelecehan seksual (at taharusy al jinsi) yang tidak sampai pada perbuatan zina atau homoseksual, hukumannya ta’zir. (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 1480; Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul ‘Uqubat, hlm. 93).

Ketiga, metode kebiri yang digunakan adalah metode injeksi kedua, yakni yang diinjeksikan adalah hormon estrogen, hukumnya juga haram dari sisi lain. Karena injeksi itu akan mengakibatkan laki-laki yang dikebiri memiliki ciri-ciri fisik seperti perempuan, misalnya tumbuh payudaranya. Padahal Islam telah mengharamkan laki-laki menyerupai perempuan, sesuai hadits Ibnu Abbas ra bahwa, ”Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR Bukhari, no 5546).

Semakin banyak dan sadisnya kekerasan seksual anak mengindikasikan terjadi problem sistemis. Kaum perempuan dan para ibu yang peduli terhadap masalah ini sudah seharusnya menyadarkan masyarakat dan penguasa untuk menerapkan sistem Islam.

Kasus-kasus yang terjadi tidak semata dikarenakan faktor tunggal individu-individu penjahat, melainkan menyangkut tata nilai dan aturan yang diterapkan. Penyelesaiannya pun harus menyentuh perubahan sistemis, perubahan integral. Tidak cukup dengan menangkap pelaku dan memberi hukuman sekeras-kerasnya saja. Harus menyuntikkan tata nilai Islam di tengah masyarakat bukan liberalisme.

Pemberlakuan sistem Islam secara kaffah adalah solusinya. Baik berupa penerapan sistem ekonomi Islam yang menghasilkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan. Juga sistem ijtimaiy yang menghasilkan individu bertakwa dan beradab ketika berinteraksi dengan sesamanya. Jauh dari pelecehan apalagi kekerasan dan penyimpangan seksual.

Hanya khilafah yang mampu mewujudkan semuanya. Karena khilafah akan menegakkan seluruh aturan Allah. Khilafah pula yang akan mengerahkan segenap kemampuan untuk memberikan riayah dan himayah (pengaturan, pengayoman, dan perlindungan). Khilafah tidak akan membiarkan satu anak pun mengalami kekerasan dan menghentikan lahirnya predator-predator baru. Wallahu a’lam.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post