Hukum Minol dalam Kacamata Islam


Oleh : Durothul Jannah
(Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)

Dulu sejak di bangku SMP, sempat guru PMP saya bertanya untuk semua siswa di kelas. Seperti ini pertanyaannya, "Kalau ada yang kasih minuman beralkohol setetes, apa yang akan dilakukan?" Dan serentak, kami semua menjawab tidak akan diminum. Hal ini terjadi, seiring dengan pemahaman kami atas hukum meminum minuman beralkohol, yaitu haram.

Begitupun saat ini, ada yang namanya Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol dengan dalih untuk menciptakan ketertiban dan menaati ajaran agama, walaupun tidak ada data akademis yang menunjukkan jumlah kasus kriminalitas akibat minuman beralkohol. Sebagai salah satu pengusung RUU Larangan Minuman Beralkohol ini, Anggota Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Illiza Sa’aduddin Djamal, berpendapat bahwa aturan itu penting untuk menjaga ketertiban. Karena minuman beralkohol dapat merusak kesehatan dan berakibat fatal terhadap hilangnya akal. Banyak kasus pemerkosaan dan kematian akibat kecelakaan lalu lintas dan kasus-kasus lainnya dalam keadaan mabuk.

Minol atau Khamr memang biang kerusakan atau induk berbagai macam kejahatan. Hal ini sejalan dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani sebagai berikut:
“Khamr adalah induk berbagai macam kerusakan. Siapa yang meminumnya, shalatnya selama 40 hari tidaklah diterima. Jika ia mati dalam keadaan khamr masih di perutnya, berarti ia mati seperti matinya orang Jahiliyyah.”

Namun, ada pihak yang terlihat mengkritik RUU Minuman Beralkohol (Minol) ini. Mereka tak menyetujui hal ini karena dianggap akan membunuh pariwisata, atau ada pihak juga yang mengatakan bahwa larangan ini akan menjadikan masyarakat tidak dewasa -karena banyaknya larangan-. Seperti pernyataan Ketua Asosiasi Pengusaha Minuman Beralkohol Indonesia, Stefanus, jika RUU ini lolos, orang yang mengkonsumsi alkohol tak sesuai aturan akan dibui. Menurutnya hal ini akan membunuh pariwisata Indonesia. (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54919329) 

Selain dapat membunuh pariwisata, RUU ini dianggap tidak akan menjadikan masyarakat Indonesia dewasa. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Gomor Gultom melalui pesan singkat, bahwa pendekatan Undang-Undang ini sangat infantil alias segala sesuatu dilarang. Menurutnya kapan kita akan dewasa dan bertanggungjawab? (https://www.cnnindonesia.com)

Sesungguhnya pro-kontra pelarangan minum beralkohol ini, bukanlah sesuatu yang mengherankan. Dimana standar hidup dalam mencapai sebuah kebahagiaan lebih pada kemanfaatan saja. Semua dihitung dengan untung dan rugi tidak dengan pandangan yang jelas. Sehingga bisa menjadikan sesuatu yang haram bisa berubah ketika semua membolehkannya. Begitu juga sesuatu yang halal bisa berubah menjadi sesuatu yang dilarang, ketika kebanyakan orang tidak menghendakinya.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya ketegasan dalam penerapan aturan. Padahal pengharaman khamr dalam Islam adalah bagian dari perlindungan akan akal. Minol atau khamr sudah jelas menimbulkan kekacauan akal manusia. Bahkan mendorong berbagai tindakan kriminal atau kejahatan, selain juga melalaikan dari mengingat Allah Swt. Sebagai seorang muslim, tidak boleh mencari-cari dalih untuk menghalalkan minol. Seperti dengan dalih, jika dilarang akan mematikan perekonomian dan akan merugikan negara. Pembuatan aturan yang hanya berdasarkan kepentingan atau kemanfaatan, tidak akan mampu melahirkan aturan yang membawa kemashlahatan untuk semua. Seperti aturan yang lahir dari syariat Islam. 

Saat ini pelaksanaan syariat Allah Swt. adalah suatu ilusi. Karena aturan yang lahir dari sistem Kapitalis melahirkan individu sekuler yaitu memisahkan aturan agama dengan kehidupan, termasuk negara. Dimana agama tidak bisa dijadikan rujukan untuk mengurusi kehidupan bermasyarakat dan negara. 

Oleh karena itu, tidak akan mungkin seluruh syariat dapat ditegakkan di dalam Demokrasi. Karena Demokrasi tak akan memberikan ruang dan syariat Islam tak akan bisa tegak di atas dasar sekulerisme. Ia hanya bisa tegak dengan akidah Islam, dengan sebuah institusi yang juga berdasarkan akidah Islam. Dan institusi yang mampu menerapkan Islam secara keseluruhan, hanyalah sebuah institusi yang bernama Khilafah Islamiyyah.
Wallahu a’lam bishshwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post