Sekolah Kembali Dibuka, Orang Tua Dilema

Oleh : Elvana Oktavia, S. Pd

Setelah kurang lebih sejak kemunculan wabah korona mulai menampakkan peningkatannya, beberapa sektor termasuk sekolah-sekolah diputuskan untuk menerapkan belajar dari rumah, namun setelah kurang lebih selama 3 bulan berjalan, metode belajar dari rumah ini bagi sebagian daerah berjalan tidak efektif. 

Kini dalam rangka beradaptasi dengan dengan new normal, pembelajaran akan berlangsung secara tatap muka dan hanya berlaku di daerah zona hijau. Berdasarkan kalender akademik, Tahun Ajaran Baru 2020/2021, akan dimulai pertengahan Juli 2020.

  

Menurut Wapres, Ma'ruf Amin, pada saat membuka rapat koordinasi nasional Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) secara daring, Kamis (11/6/2020), hanya daerah yang masuk zona hijau yang dapat memulai kegiatan persekolahan secara tatap muka.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad mengatakan, keputusan pembukaan sekolah di zona hijau tetap menjadi kewenangan pemerintah setempat.

Adapun diantara sekian zona hijau itu adalah Kota Tegal dan Kabupaten Rembang. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah menyatakan sekolah di dua daerah ini dimungkinkan buka kembali, jika memenuhi persyaratan. Yakni melaksanakan protokol kesehatan, berada di kabupaten atau kota zona hijau, dan selama dua pekan tidak ada penambahan jumlah pasien positif.

Selain itu, sekolah harus memiliki sanitasi yang cukup, seperti air bersih, kemudian jumlah siswa per kelas harus setengahnya, lalu pengawasan dan persiapannya lebih ketat. Kemudian jarak fisik antarsiswa diatur, memiliki ketersediaan sanitasi atau air bersih, menggunakan masker atau face shield, dan menyediakan tempat cuci tangan dengan sabun.

Kasus Terkonfirmasi Positif Pada Anak Terus Meningkat

Ketua Umum Ikatan Dokter Anak  Indonesia (IDAI), Aman Bhakti Pulungan, angka kematian anak akibat COVID-19 di Indonesia adalah yang paling tinggi. Berdasarkan pelaksanaan deteksi kasus secara mandiri yang dilakukan oleh IDAI, hingga 18 Mei 2020 hasil data kasus Covid-19 pada anak-anak yakni PDP sebanyak 3.324 kasus, 129 anak berstatus PDP meninggal dunia, 584 kasus anak terkonfirmasi positif, dan 14 anak meninggal akibat Covid-19.

Sedangkan update terkini (12/6/20) kasus Covid-19 yang dilansir dari situs resmi covid19.go.id, secara keseluruhan mencapai angka 36.406 orang (bertambah 1.111 orang) orang dan kasus meninggal sejumlah 2.048 (bertambah 48 orang).

Tentu angka tersebut bukanlah angka yang sedikit. Anak-anak dan orang dewasa hidup sangat erat berdampingan dan saling ketergantungan. Penularan bisa saja terjadi dalam kehidupan sehari-harinya melalui orang dewasa kepada anak-anak, begitupun sebaliknya. 

Dilansir dari republika.co.id (1/6/20), Psikolog sekaligus Koordinator Divisi Pencegahan pada Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Ruhui Kalimantan Timur, Siti Mahmudah Indah Kurniawati,  S. Psi, telah menghimbau agar tidak terburu-buru menerapkan belajar di sekolah dalam menghadapi era normal baru. Karena beberapa hari terakhir ini beliau banyak menerima keluh kesah para orang tua terkait wacana kembalinya anak-anak ke sekolah. Yaitu apakah anak-anak di sekolah bisa saling bekerja sama atau tidak, karena anak-anak cenderung sering usil dan mudah terbawa pengaruh teman-temannya yang tentu memiliki latar belakang keluarga yang berbeda-beda perhatiannya dalam pencegahan covid-19 ini. Dan apakah protokol kesehatan di sekolah berjalan dengan persiapan yang matang atau adakah jaminan yang diberikan terhadap keselamatan anak-anak.

Dengan berkaca pada jumlah angka kasus terkonfirmasi yang terus bertambah, bahwasanya tidak benar kelompok usia anak tidak rentan terhadap Virus Corona atau hanya akan menderita sakit ringan saja. Apalagi sampai mengakibatkan meninggal dunia. Sungguh kehilangan nyawa generasi penerus satu persatu akibat virus ini bukanlah hal yang main-main. Nyawa manusia meski anak-anak, juga butuh diselamatkan. Karena nanti merekalah yang akan menjadi pengisi masa depan negeri ini. Mereka pula lah penerus harapan dan cita-cita bangsa. 

Orang tua siswa dilanda dilema.

Meski himbauan untuk bersekolah kembali ditujukan kepada yang berada di daerah zona hijau dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, tetap saja rasa khawatir ini masih bergejolak.  Sebab meski di berbagai daerah telah menerapkan PSBB untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 saja, kenyataannya jumlah terkonfirmasi positif justru bertambah, apalagi jika sekolah akan dibuka kembali. Membayangkan bagaimana serunya mereka kembali bertemu bersama karena telah lama tidak berjumpa dan rindu suasana ramainya bermain, hingga hilang tujuan karena tidak fokus terhadap aturan yang diberlakukan oleh sekolah. Jangan sampai dengan dibukanya kembali sekolah pada tahun ajaran baru nanti, justru menambah kasus baru bahkan jauh lebih besar lagi. Nyawa manusia bukanlah kelinci percobaan. Yang jelas Indonesia tidak ingin seperti di Prancis dan Korea Selatan yang membuka sekolah, tapi pada akhirnya justru banyak murid terpapar.

Islam Melindungi Jiwa

Kondisi ini menunjukkan bahwa penguasa jauh dari serius dan niat baik untuk mengurusi rakyatnya. Mereka hanya sibuk mengamankan kepentingan masing-masing. Tanpa berpikir berbagai dampak yang timbul akibat adanya kebijakan yang coba-coba. Inilah ciri penerapan sistem kapitalisme. Mereka lebih mementingkan aspek ekonomi dalam mengatasi wabah dan seolah menomorduakan nyawa manusia. 

Ada pula pejabat yang dengan entengnya melontarkan bahwasanya korban yang meninggal kala itu masih  500 jiwa termasuk tergolong sedikit, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 260 juta.

Allah SWT mengancam orang yang menghilangkan nyawa seorang Mukmin :

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

Siapa saja yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, balasannya ialah Neraka Jahanam. Dia kekal di dalamnya. Allah murka kepada dia, mengutuk dia dan menyediakan bagi dia azab yang besar (TQS an-Nisa' [4]: 93).

Islam memberikan penghargaan yang sangat tinggi pada darah dan jiwa manusia. Menghilangkan satu nyawa manusia disamakan dengan membunuh seluruh manusia (Lihat: QS al-Maidah [5]: 32).

Nabi saw. bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

“Sungguh lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang Muslim.” (HR an-Nasai, at-Tirmidzi dan al-Baihaqi).

Sebagaimana kita ketahui, sejak awal di umumkannya terdapat pandemi di Wuhan, China, kemudian perlahan ke berbagai negara dan wilayah. Indonesia masih membuka pintu bagi para turis asing atau WNI yang memiliki riwayat berpergian ke wilayah terjangkit. Tak heran wabah ini terus menyerang dan meluas, terutama banyak menyerang di kota-kota besar misalnya di Jakarta dan Surabaya, Jawa Timur. Kota-kota tersebut kini berstatus zona merah bahkan hitam karena memiliki angka kasus positif terbanyak di Indonesia.

Harusnya saat ini yang harus diproritaskan pemerintah dalam mengatasi wabah adalah menekan angka penyebaran covid-19 agar tak bertambah. Karena keselamatan manusia harus didahulukan.  

Perlindungan dan pemeliharaan syariah Islam terhadap nyawa manusia diwujudkan melalui berbagai hukum. Di antaranya melalui pengharaman segala hal yang membahayakan dan mengancam jiwa manusia.

Nabi saw. bersabda,

لاَ ضَرَرَ وَ لاَ ضِرَارَ

“Tidak boleh (haram) membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” (HR Ibn Majah dan Ahmad).

Virus covid-19 sampai sejauh ini masih belum ada obatnya, persis dengan terjadi ketika pada masa Rasulullah SAW. Beliau mengatasi wabah ini dengan cepat dan tanggap melakukan metode karantina wilayah. Hanya saja perbedaannya, yang dikarantina atau diisolasi adalah untuk

para penderita. Mereka dijauhkan dari orang-orang yang sehat sementara sampai benar-benar sembuh dan tidak ada penambahan kasus baru. Beliau pulalah yang memerintahkan untuk tidak dekat-dekat dengan para penderita. Mereka yang positif dirawat secara gratis ditanggung negara. 

“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebaliknya jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu” (HR. Al-Bukhari).

Jadi, harus dipastikan pula daerah yang berzona hijau benar-benar steril dari lalu lalang orang yang pernah berada di wilayah terjangkit dengan menerapkan lockdown total (tidak ada yg keluar daerah yang terjangkit sama sekali selama pandemi), baik guru, siswa, orangtua maupun orang-orang yang kontak dengan mereka. Tentu semua itu disertai dengan langkah-langkah dan protokol kesehatan lainnya yang diperlukan. Sehingga kekhawatiran untuk kembali bersekolah dengan cara tatap muka pun berkurang. 

Inilah yang harusnya kita harapkan bagi generasi muda muslim. Anak-anak adalah aset dan konstruktor peradaban dunia. Jangan biarkan mereka tumbang  karena pandemi ini. Kembalikan peran anak-anak selaku makhluk Tuhan-nya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala, semata untuk menuju ketaatan dan ketakwaan pada-Nya. Jangan jadikan mereka tumbal.

Sudah seharusnya menjadikan Islam kembali memimpin peradaban, yang tegak di atas landasan iman. Dengannya negara dan penguasa menjalankan amanah sebagai pengurus dan perisai umat dengan akidah dan syariat. Kehidupan pun akan dilingkupi keberkahan dan kemuliaan seluruh alam. Karena sistem hidup yang diterapkannya berasal dari Sang Maha Pencipta Kehidupan.