Rakyat Menjerit Tersengat Harga Listrik



Oleh : Hj. Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember, Pegiat Literasi Opini

Keluhan masyarakat soal tagihan listrik yang membengkak kembali merebak. Masyarakat mempersoalkan kenaikan tagihan listrik hingga kelipatan dua, bahkan empat kali lipat. Wajar jika masyarakat kaget tersengat dibuatnya. Ada dugaan kenaikan listrik secara diam-diam atau subsidi silang yang diterapkan untuk pengguna daya 450 Volt Ampere (VA) dan 900 VA.

Karena listrik termasuk kebutuhan pokok. Maka wajar, jika banyak masyarakat yang dibuat marah.Tidak hanya ekonomi kelas atas, tapi juga ekonomi kelas bawah ikut merasakan dampaknya. Karena hal ini sangat berpengaruh terhadap hajat hidup manusia. Betapa tidak, hidup di masa pandemi yang mana PSBB diterapkan, membuat semua aktivitas menjadi terbatas atau malah tidak bisa beraktivitas. Akibatnya pendapatan menurun drastis, bahkan ada yang tidak berpenghasilan sama sekali. Sedangkan di sisi lain kebutuhan perut menuntut untuk dipenuhi. Keadaan yang demikian ini, sungguh menyebabkan masyarakat terbebani, hidup merasa sulit. Sebab antara pemasukan dan pengeluaran tidak seimbang, bahkan tekor atau bangkrut. Apalagi ditambah beban tagihan listrik yang selangit, membuat rakyat semakin menjerit.

Kenaikan tagihan listrik sangat dirasakan oleh golongan 900 Volt Ampere (VA) dan 1300 VA nonsubsidi. Instagram @pln_id pun menjadi sasaran protes kemarahan sejumlah netizen sejak 2/5/2020 lalu.
Di sisi lain PT PLN (Persero) Direktur Niaga dan Managemen Pelanggan PLN Bob Syahril angkat suara mengelak, bahwa PLN tidak pernah menaikkan tarif listrik karena bukan kewenangan BUMN.
Menurut Bob, selama PSBB, masyarakat diharuskan untuk melakukan kegiatan dari rumah baik untuk sekolah hingga bekerja. Semua itu butuh fasilitas internet yang membutuhkan listrik, otomatis penggunaan listrik akan bertambah sehingga ada kenaikan.

Kemana rakyat harus mengadu? PLN pun mengelak. Negara yang dinilai abai selama pandemi akankah bisa memberikan solusi? Ibarat anak ayam kehilangan induk, mencari hidup sendiri. Itulah yang dirasakan rakyat.

Bukankah sejak dinyatakan pandemi virus Corona atau Covid'19, pemerintah kelihatan gagap dan kebijakannya labil atau plinplan sehingga membingungkan rakyat. Berusaha lepas dari tanggung jawab, dengan mengkhianati konstitusi (hukum dasar tertulis) yang dibuatnya sendiri.

Seharusnya pemerintah melaksanakan UU Nomor 6 Tahun 2018, tentang karantina kesehatan. Di antaranya Pasal 55
"Disebutkan bahwa pemerintah pusat bertanggung jawab akan kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina, dimana proses karantina wilayah berlangsung."

Hal tersebut tidak dilakukan, hanya sebagian kecil saja rakyat yang mendapatkan santunan atau bantuan. Ironis, sampai ada yang meninggal dunia karena tidak makan beberapa hari. Belum lagi yang kelaparan tidak bisa dihitung dengan jari. Parahnya lagi, sudah kondisinya rakyat seperti ini, masih dibebani tagihan biaya listrik yang tinggi. Siapa pun yang merasakan akan menjerit. Benar-benar pemerintah sudah hilang rasa nalurinya. Sungguh zalim.

Semua itu disebabkan negara berasaskan sekularisme yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama tidak boleh mengatur negara, hanya mengatur ibadah mahdah saja. Wajar jika terjadi kerusakan di semua lini kehidupan. Karena dalam mengatur masyarakat semaunya (liberalisme) hanya berdasarkan asas manfaat, bukan berdasarkan haram dan halal, serta fatalnya merasa tidak diawasi Allah.

Bagi mereka sah-sah saja. Justru, masalah listrik termasuk aset negara yang bisa dikomersialkan mendapatkan keuntungan,  mendatangkan pundi-pundi rupiah. Itulah salah satu paham kapitalisme yang dipikirkan hanya uang dan uang. Oleh sebab itu, wajar jika tidak mau memperhatikan dan memedulikan   kesulitan rakyatnya.

Hal tersebut berbeda dengan Islam. Islam dibangun oleh asas akidah Islam, yang melahirkan seperangkat aturan. Dimana aturan tersebut berasal dari Allah, untuk mengatur semua lini kehidupan. Termasuk aturan tentang kelistrikan. 

Di dalam Islam kelistrikan merupakan kepemilikan umum,
termasuk sumber daya alam yang tidak boleh dimiliki secara privat oleh seseorang. Sebagaimana dalam sebuah hadis. Rasulullah saw. bersabda:

الناس شركاء في ثلاثة الماء والكلا والنار

"Manusia berserikat dalam tiga perkara yakni padang rumput, air, dan api." (HR. Ahmad)

Jadi, listrik merupakan bentuk dari api (energi). Oleh karena itu negara wajib mengelolanya. Adapun hasilnya diserahkan kembali ke rakyat baik muslim maupun nonmuslim untuk kesejahteraannya.
Oleh sebab itu haram hukumnya, menyerahkan pengurusan listrik kepada swasta dan asing. Apalagi mengomersialkan listrik untuk bisnis. Negara wajib menyediakan listrik secara cukup, bahkan gratis untuk semua rakyatnya

Untuk semua itu,  dibutuhkan peran seorang pemimpin. Dalam Islam pemimpin disebut imam atau khalifah yang memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai raa'in dan junnah. Sebagaimana sabda 
Rasulullah saw.

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Bahwa para pemimpin (khalifah), diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat, dengan menjalankan aturan Allah. Kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. apakah mereka telah mengurusnya dengan baik atau tidak.

Adapun fungsi kedua, bahwa pemimpin (khalifah) sebagai junnah (perisai).
Nabi Muhammad saw. bersabda:

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

”Sesungguhnya al-Imam (khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Inti dari hadis tersebut bahwa pemimpin berkewajiban mengayomi manusia ke jalan yang benar sesuai dengan tuntunan syariat.

Kedua fungsi tersebut telah dijalankan oleh para khalifah selama 13 abad, sesuai dengan syariat Islam dan telah terbukti membawa kesejahteraan dan kejayaan Islam.

Saatnya kita tinggalkan sistem demokrasi kapitalisme yang sudah terbukti menyengsarakan. Beralih ke sistem Islam yaitu sistem kekhilafahan atau  sistem pemerintahan Islam, untuk menyatukan negeri-negeri muslim seluruh dunia. Yang dipimpin oleh seorang khalifah. Berfungsi mengatur urusan umat dengan syariat Islam dan mengemban dakwah, serta jihad ke seluruh penjuru dunia. Dengan demikian rahmatan lil alamin akan terwujud.

Allah Subhanallahu wa ta'ala berfirman:

... فَٱحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ ٱلْحَقِّ ۚ 

".... Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu." (QS. al-Maidah [5]: 48)

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post