Orangtua Mengijinkan Anak Berpacaran, Bolehkah ?

Oleh : Sri Rahmawati

Dulu ketika masa-masa kuliah, saya tinggal di tempat kost khusus putri yang super seram menurut saya. Mengapa demikian? Karena dari sekian puluh kamar yang ada di situ, para penghuninya rajin membawa pacarnya bermalam. Saya yang belum pernah membawa laki-laki ke kost-an langsung diinterogasi oleh dua orang teman sebelah kanan dan kiri kamar saya, karena mereka menganggap saya ini berpenyakit kelainan, kok anti banget sama pacaran. Jujur saja, sebetulnya kedua orangtua saya mendukung saya untuk punya pacar, mereka khawatir anaknya kurang gaul, kurang update dan terbelakang. Hanya saja, saya sebagai anak memang terlahir kurang gaul mungkin. 

Di tempat kost saya itu pernah ada kejadian seorang ibu yang marah sejadi-jadinya hingga membawa pergi anaknya pindah dari situ karena ketahuan membawa nginap teman laki-lakinya. Ada celetukan teman adik kelas saya yang juga kost disitu, “Idih tega banget sih ibunya si Fulan, masa urusan bawa cowok ke kost-an sampai marah-marah. Alhamdulillah kalau Mama aku sih ngijinin cowok aku nginap tiap hari karena ngertiin banget kalau aku penakut dan enggak bisa tidur sendirian dari sejak kecil,” dan tidak lama dari situ Mamanya mengabari akan berkunjung ke kost-annya. Tuh anak panik habis, teman-temannya disuruh akting dihadapan mamanya agar berbohong, dan semua barang-barang cowoknya tadi dititipkan di teman kamar sebelahnya. Tingkah polah ini anak bikin saya ketawa, mana ada orangtua yang rela anaknya kumpul kebo alias tinggal sekamar dengan pacarnya.     

Fenomena jaman dulu dan jaman sekarang, muda mudi bebas berduaan dengan pacarnya, atas ijin kedua orangtuanya juga. Ada yang rajin datang ke rumah pacarnya dan dibiarkan berdua-duaan di ruang tamu, kemana orangtuanya ya, apakah mungkin sembunyi di dapur agar kedua muda mudi itu leluasa bergerak. Saya pernah mendapat pengakuan seorang teman yang sengaja dibukakan jalan oleh kedua orangtuanya berpacaran, dan pilu hati saya mendengarnya, rutin setiap kali di ruang tamu dia berduaan dengan pacarnya nyaris tak terlewatkan adegan kissing, embrasing, petting, and more than it. Ada juga yang mengajak pergi pacarnya jalan-jalan ke tempat wisata, atas ijin orangtuanya, disana banyak sekali hotel hingga motel-motel murah meriah yang sengaja disediakan warga di situ sebagai sarana maksiat para wisatawan. Saya pernah iseng survey kesana barengan saudara laki-laki, begitu kami turun dari mobil segera berhamburan para calo motel menghampiri kami dan menawarkan paket istirahat di kamar hotel per jam, ada yang satu jam, dua jam, tiga jam. 

Bolehkah sepasang muda mudi berpacaran melakukan perjalanan jauh tanpa mahromnya?

Agama Islam menjaga kehormatan dan akhlaq kaum muslimin serta menjaga masyarakat agat tidak jatuh kedalam kehinaan. Di antara cara mewujudkan hal tersebut adalah larangan bagi wanita untuk bersafar tanpa mahrom yang menyertainya.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Janganlah wanita safar (bepergian jauh) kecuali bersama dengan mahromnya, dan janganlah seorang (laki-laki) menemuinya melainkan wanita itu disertai mahromnya.


Mari kita buka mata lebar-lebar, untuk melakukan perbuatan maksiat tidak harus di kamar hotel, di tempat terbuka pun banyak berita yang beredar, asalkan tertutup pohon atau tembok, orang bisa bebas melakukannya. Astaghfirulloh. Mohon maaf saya menyampaikan fakta mengerikan di alinea  ini, namun hal ini harus benar-benar saya sampaikan. Bahkan ada pengakuan remaja yang membenarkan pacaran dengan alasan orangtua mengijinkan, orangtua membebaskan apapun, asal jangan sampai selaput kesuciannya ternodai alias hamil, naudzubillah min dzalik. Setelah hamil, orangtua panik dan tidak percaya karena menganggap anaknya dan pacarnya sholeh sholeha, nah kalau sudah kebablasan begini, jadi siapa yang tidak sholeh, orangtuanya ataukah anaknya ?

Ada kisah nyata yang lebih parah dari kisah di atas, ada seorang ibu yang mengijinkan pacar anak laki-lakinya masuk ke dalam kamar anak laki-lakinya. Beberapa saat setelah itu sang ibu ada perlu sesuatu kepada anaknya, dibuka lah pintu kamar anaknya yang tertutup, betapa kaget bukan main ketika sang ibu melihat pemandangan kedua muda mudi itu melepaskan pakaian mereka. Spontan si ibu tanpa berpikir panjang segera membawa pacar anaknya ke klinik bersalin hanya sekedar ingin memasangkan IUD untuk pacar anaknya tersebut. Wahai ibu, kemana hati nuranimu, dimana imanmu, malah membukakan jalan anaknya untuk melanjutkan aksi kemaksiatannya. Pacaran  intim dianggap baik dan hal biasa oleh orangtua terhadap anaknya. 

Perbuatan zina adalah perbuatan keji yang sangat jelas keburukannya. Jalan itu adalah merupakan jalan yang paling buruk.

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (Al Isro ayat 32)

Perbuatan zina ini adalah perbuatan yang buruk, keji, jorok, dan kotor serta moral yang rusak. Zina akan membawa kepada kehinaan, menyebabkan kerusakan, serta mendatangkan adzab di dunia, di kubur, dan di akhirat nanti. 

Apa sangsinya berzina dalam Islam?
Hukuman bagi pelaku zina yang berlaku pada pezina laki-laki dan perempuan yang belum menikah, yakni bahwa keduanya didera seratus kali. Sedangkan yang sudah menikah, maka As Sunnah menerangkan, bahwa hadnya adalah dengan dirajam.Yakni memukul kulitnya (mencambuk). 

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Artinya :
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.

Hukuman di atas adalah dinilai ringan dibandingkan siksa Alloh di akhirat, dan untuk menyelamatkan pelakunya dari azab Alloh SWT yang pedih dan berlipat-lipat sakitnya di akhirat kelak. 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
 كُـتِبَ عَلَـى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُـهُ مِنَ الـِزّنَا مُدْرِكٌ ذٰلِكَ لَا مَـحَالَـةَ : فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُـمَـا النَّظَرُ ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُـمَـا الْاِسْتِمَـاعُ ، وَالـِلّسَانُ زِنَاهُ الْـكَلَامُ ، وَالْيَـدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْـخُطَى ، وَالْقَلْبُ يَـهْوَى وَيَتَمَنَّى ، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَ يُـكَـذِّبُـهُ 
Telah ditentukan atas anak Adam (manusia) bagian zinanya yang tidak dapat dihindarinya : Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah berbicara, zina tangan adalah dengan meraba atau memegang (wanita yang bukan mahram, Pen.), zina kaki adalah melangkah, dan zina hati adalah menginginkan dan berangan-angan, lalu semua itu dibenarkan (direalisasikan) atau didustakan (tidak direalisasikan) oleh kemaluannya.


Hadits ini menunjukkan larangan terikat dengan wanita (yang bukan mahramnya); yaitu dengan suaranya, memandang kepadanya, menyentuhnya, berjalan ke arahnya, dan juga keinginan dan angan-angan terhadapnya. Karena itu semua termasuk jenis zina, wal ‘iyâdzu billâh. Maka hendaklah manusia yang berakal dan menjaga harga dirinya berhati-hati terhadap anggota tubuhnya agar tidak terikat dengan wanita. Jika seseorang merasa dalam dirinya perkara tersebut, maka wajib baginya mejauhinya, karena setan mengalir dalam diri anak adam seperti aliran darah. Dan memandang adalah salah satu panah beracun dari panah-panah setan. Terkadang ada seseorang yang melihat wanita dan dia tidak tertarik pada awalnya, tetapi pada pandangan kedua dan ketiga akhirnya dia jadi terikat dengan wanita tersebut, wal ‘iyâdzu billâh. Hingga dia tidak mengingat apapun kecuali wanita tersebut, di saat duduk, berdiri, tidur dan bangun dia selalu mengingat wanita tersebut. Akhirnya perbuatannya tersebut menghasilkan kejelekan dan fitnah.

Allâh Azza wa Jalla melarang mendekati jalan-jalan menuju zina, apapun bentuknya. Misalnya dengan menonton tayangan yang mengumbar aurat, membaca majalah-majalah atau buku-buku porno, khalwat (berduaan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram), berpacaran, tinggalnya seorang laki-laki di rumah bersama pembantu perempuannya atau bentuk-bentuk khalwat lain walaupun asalnya berniat baik seperti mengantarkan seorang wanita ke tempat tertentu, mengumbar pandangan, sering teleponan dengan perempuan atau sebaliknya, ber-sms-an, chatting, facebook, dan beragam sarana lainnya yang akhirnya akan menjerumuskan manusia kepada perzinaan


Allâh Azza wa Jalla berfirman :
 وَذَرُوا ظَاهِرَ الْإِثْمِ وَبَاطِنَهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَكْسِبُونَ الْإِثْمَ سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوا يَقْتَرِفُونَ 
Dan tinggalkanlah dosa yang terlihat ataupun yang tersembunyi. Sungguh, orang-orang yang mengerjakan (perbuatan) dosa kelak akan diberi balasan sesuai dengan apa yang mereka kerjakan. [al-An’âm/6:120]. 
Maksud dari firman Allâh Azza wa Jalla , yang artinya,“tinggalkanlah dosa yang terlihat ataupun yang tersembunyi”, yakni perbuatan maksiat, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Sebagian ahli tafsir menafsirkan bahwa “dosa yang tampak” maksudnya berzina dengan pelacur. Dan yang “tersembunyi” maksudnya berzina dengan kekasih, teman perempuan, dan pacar.


Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: 
“Tidaklah berzina seorang pezina, ketika berzina ia dalam keadaan beriman, tidaklah seorang pencuri, ketika ia mencuri dalam beriman, tidaklah seorang peminum khamr, ketika ia meminumnya ia dalam keadaan beriman, tidaklah seorang yang menjarah suatu jarahan yang berharga yang disaksikan oleh manusia, ketika ia menjarahnya dalam keadaan beriman.


Kepada para orangtua, jagalah buah hati kita dari perbuatan yang mendekati zina. Jauhi mereka dari jalan-jalan yang bisa menghantarkan kepada perbuatan zina, termasuk membiarkan anak berpacaran. Jangan sekali-kali meremehkan perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat lainnya. Sekecil apapun dosa dan maksiat pasti akan mendatangkan pengaruh buruk kepada kita, baik bagi urusan dunia maupun akhirat. 

Maka, mari bekali diri, agar tidak termasuk ke dalam golongan orangtua yang menjerumuskan anak ke dalam kemaksiatan. Bekali diri dengan iman, bekali dengan ilmu. Jangan berhenti belajar agama dan mengamalkannya secara paripurna. 

Wallohu a’lam bish showab
Previous Post Next Post