Dunia, Butuh Sistem Mumpuni Tangani Pandemi



Oleh: Diana Wijayanti, SP

Pandemi yang bermula pada bulan Desember 2020, di Wuhan China kini telah berlangsung lebih dari 6 bulan lamanya. Tanda-tanda berhentinya wabah, tak kunjung tampak. Pandemi ini sungguh memberi kesulitan tersendiri bagi dunia Modern.

Peradaban Kapitalisme yang diterapkan di seluruh dunia, tampak tak mampu mengatasi Pandemi. Para ekonom menyebut bahwa dunia mengalami 'the great cessation', kebekuan yang luar biasa akibat virus Corona ini.

Kondisi ini menyebabkan krisis ekonomi terberat dunia, melebihi krisis 1930, 1998, atau 2008 dikenal dengan krisis subprime mortgage  kredit rumah. Direktur IMF Gita Gopinath menyatakan bahwa Untuk pertama kalinya dunia mengalami depresi besar setelah negara berkembang dan negara maju mengalami resesi tahun 2020.

Meski di beberapa negara sudah mulai menerapkan new normal life, untuk membangkitkan perekonomian, namun IMF memprediksikan akan terjadi kontraksi ekonomi kembali hingga 3% tahun 2020.

Wajar bila Pandemi akibat Covid-19 telah membawa perubahan besar pada tatanan dunia, memukul telak Sistem Ekonomi Kapitalisme yang diterapkan saat ini. Pasalnya ekonomi sektor riil, yang menopang ekonomi non riil, saat ini ikut terpukul.

Maka solusi moneter dan fiskal yang menjadi andalan sistem ekonomi Kapitalisme tak lagi mampu mengembalikan keadaan.

Pembatasan sosial membuat produksi menurun, pabrik-pabrik tutup untuk menghindari penularan Covid-19. Akibatnya PHK massal terjadi, hingga daya beli masyarakat turun drastis.

Berhentinya pergerakan manusia menyebabkan sektor transportasi terhenti. Bahan Bakar minyak tak laku dipasaran hingga harganya jatuh.

Betul-betul terjadi "the great Lockdown", hingga ekonomi semakin terpuruk. Meski demikian kasus terinfeksi terus meningkat, tercatat lebih dari 9 juta orang terinfeksi dengan korban meninggal hampir 500 ribu orang. PikiranRakayat.com.(22/6/20202).

Dunia butuh penyelamatan, namun sistem Kapitalisme yang sesumbar mampu mengatasi Pandemi faktanya non sen. Fokus perhatian penguasanya bukan menyelamatkan nyawa namun sibuk memulihkan ekonomi.

"Sense of justice" (rasa keadilan) dunia terusik, Pemilik modal yang terjangkit Covid19 dirawat dengan sangat prima sebaliknya untuk rakyat miskin. Mereka meregangkan nyawa tanpa ada peran negara yang meringankan penderitaannya.

Ketimpangan sosial yang  sangat telanjang dirasakan sebagian besar rakyat inilah yang membuat, kasus terbunuhnya George Floyd mampu menggerakkan rakyat Amerika Serikat menuntut keadilan. Meskipun awalnya dipicu  oleh usus Rasisme.

Akibatnya kritikan keras terhadap sistem Kapitalisme betul-betul terjadi di hampir seluruh negara bagian Amerika, dilanjutkan protes di seluruh penjuru dunia.

Inilah karakter asli Sistem Kapitalisme, yang sangat tidak manusiawi. Sistem ini menjadikan harta, uang atau ekonomi adalah fokus perhatian sementara terhadap nyawa manusia cenderung diabaikan. Jikalau ada bantuan sosial, bukan karena rasa kemanusiaan, tapi bakal mengkaitkannya dengan pemulihan ekonomi.

Peradaban Kapitalisme yang batil ini kian renta dan siap menyongsong kematiannya. Saatnya dunia membutuhkan sistem pengganti yang mumpuni untuk menyelesaikan persoalan dunia yang semakin ruwet.

Secara Historis, peradaban Islam dalam naungan Khilafah adalah satu-satunya peradaban yang sangat mumpuni menangani Pandemi. Bahkan pembangunan daerah dan penaklukan wilayah terus berlangsung pada saat wabah melanda.

Hal ini terbukti dengan keberhasilan Khilafah setidaknya dalam mengatasi 3 wabah yang terjadi di dunia.

Pertama, wabah di Amwas, wilayah Syam kini Suriah di tahun 639 M.
Kedua, wabah Black Death yang mengepung Granada pada abad ke 14.
Ketiga,wabah Smallpox pada abad 19 yang melanda pemerintahan Khilafah Utsmani sekaligus cikal bakal pembuatan vaksin. Keberhasilan ini tak lepas dari kebijakan yang efektif dari Khilafah

Apa kunci sukses Khilafah menangani wabah?

Khilafah adalah negara yang memiliki harta yang melimpah karena pemasukan negara tidak terbatas pada pajak dan hutang riba.

Sistem keuangan negara diatur dalam pengelolaan Baitul mal. Sumber pemasukan negara diperoleh dari 3 pos besar yaitu
1. Pos Kharaj dan fa'i
2. Pos Kepemilikan Umum
3. Pos Zakat.

Dana yang bisa dipakai untuk menangani wabah adalah dari pos Kharaj dan fa'i serta pos Kepemilikan Umum.

Harta yang sangat besar dari kedua pos ini yang dipakai untuk menggratiskan biaya Pendidikan, Keamanan dan Kesehatan seluruh rakyat baik muslim maupun non muslim. Termasuk memberi jaminan kebutuhan pokok bagi warga negara yang diisolasi akibat adanya wabah.

Biaya perawatan bagi yang sakit dan riset ilmiah dalam menemukan obat yang manjur untuk mengendalikan dan mengobati penyakit saat wabah juga bisa diambil dari kedua pos ini.

Selain jaminan dana yang melimpah, Khilafah juga memiliki standar mata uang yang sangat stabil yaitu berdasarkan nilai instrinsik dari uang itu sendiri. Yaitu uang dinar (emas) dan dirham (perak).

Berbeda dengan standar mata uang saat ini, yaitu uang kertas yang sangat dipengaruhi oleh salah satu mata uang dengan jaminan kepercayaan. Sehingga dominasi mata uang dunia akan sangat merugikan mata uang yang lain.

Kebijakan Khilafah agar penyakit tidak menjangkit ada beberapa tahapan, diantaranya adalah

Di level pertama, yaitu pencegahan, Islam menekankan pentingnya menjaga kebersihan badan dan, pakaian, makanan sehari-hari, dan lingkungan. Sehingga tercegah dari serangan penyakit.

Allah SWT berfirman dalam Qur'an Surah al-Muddatsir ayat ke-4 yang artinya : “Dan, pakaianmu bersihkanlah.”

Bahwasanya Rasulullah Saw juga bersabda, “Kebersihan sebagian dari iman.” (HR Muslim).

Pada jenjang yang kedua, yaitu penanggulangan agar virus wabah tak menyebar luas.

Adapun penanganan daerah yang terjangkit wabah, maka Lockdown adalah langkah strategis yang sangat mumpuni menghentikan penyebaran penyakit. Ini yang disyariatkan Allah SWT melalui lisan Baginda Rasulullah Saw.

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Artinya: "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari).

Langkah inilah yang dilakukan Khalifah Umar bin Khathab saat ada wabah yaitu tha'un Amwas di wilayah Syam. Umar menghentikan perjalanannya ke Syam ketika mengetahui bahwa Syam dilanda wabah. Kemudian kembali ke Madinah, melaksanakan seruan Rasulullah Saw yaitu larangan memasuki wilayah yang terjangkit wabah.

Selanjutnya Khalifah Umar mensuport seluruh kebutuhan di Syam agar orang yang sakit dirawat dengan sebaik mungkin, dijamin kebutuhan pokoknya bagi setiap individu di daerah yang terisolasi.

Tunjangan berupa logistik dan uang memang potensi kuat penunjang hidup banyak penduduk Syam yang terkena wabah, atau daerah mereka statusnya darurat wabah tha’un. Salah satunya diambil dari pungutan jiziyah.

Penarikan jizyah awal mulanya hanya tanah ladang dan uang sebesar satu dinar untuk setiap orang Ahli Kitab, akan tetapi kemudian Umar bin Khaththab menetapkan 4 dinar kepada pemilik dinar, dan 40 dirham kepada pemilik dirham (Futuhul Buldan, Al-Baladzuri, h 158).

Di wilayah isolasi semua penduduk diperiksa sehingga bisa dipisahkan antara orang yang sehat dengan yang sakit.

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari secara mua'llaq dari hadits Abu Hurairah dari Nabi Muhammad bahwa beliau bersabda:

"Hindarilah orang yang terkena lepra seperti halnya kalian menghindari seekor singa."

Sementara dalam Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Nabi bersabda:

"Janganlah (unta) yang sakit itu didekatkan dengan (unta) yang sehat."

Seluruh warga Khilafah bahu membahu membantu warga yang tertimpa wabah, termasuk tenaga medis yang siap berjuang menolong korban wabah. Semua dilakukan atas dorongan iman.

Nabi memberi kabar gembira bagi mereka yang pernah terkena penyakit ini. Beliau bersabda: "Bahwa ada suatu azab yang Allah mengutusnya (untuk) menimpa kepada seseorang yang DIA kehendaki. Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang mukmin. Tidaklah bagi seseorang yang tertimpa tha'un kemudian ia berdiam diri di wilayahnya itu dengan sabar dan ia menyadari bahwa tha'un itu tidak akan menimpa kecuali telah ditetapkan Allah, kecuali ia memperoleh pahala bagaikan orang mati syahid. (HR. Al-Bukhari dari 'Aisyah RA).

Ketiga, pengembangan dan produksi vaksin. Vaksinasi merupakan pencegahan penyakit serta spesifik. Ketika mayoritas populasi divaksinasi dan virus tidak mampu tersebar karena sudah terblokir kemampuannya untuk menginfeksi.

Pengobatan ini pertama kali dikembangkan dan digunakan saat khilafah Utsmani dilanda wabah Smallpox atau cacar pada abad ke 19. Kebijakan ini terealisasi dan dirasakan oleh masyarakat karena didukung pendanaan dari Baitul mal  sebagai lembaga keuangan negara.

Khilafah memberikan pelayanan terbaik tanpa merasa rugi mengurusi rakyatnya, tidak takut ekonomi terpuruk tak takut bangkrut dsb karena perhatian Khalifah benar-benar sangat peduli rakyatnya.

Inilah sistem satu-satunya yang mampu menyelesaikan krisis dunia akibat Pandemi. Khilafah tidak hanya kebutuhan namun juga kewajiban bagi kaum muslimin untuk menegakkannya Allah berfirman :

...فَٱحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ ٱلْحَقِّ...
...maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu...(QS Al Maidah : 48).

Saatnya kaum muslimin bahu membahu menyampaikan dakwah Islam Kaffah, hingga Khilafah Islamiyyah ala Minhajin Nubuwah tegak kembali.
Wallahu a'lam bishshawab
Previous Post Next Post