TENAGA KESEHATAN : BERTARUH NYAWA DAN JANJI PENGUASA

Oleh : Farah Sari, A. Md
(Aktivis Dakwah Islam, Jambi) 

Perawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Anitha Supriono, hingga kini belum menerima insentif sebesar Rp 7,5 juta yang dijanjikan pemerintah. Anitha merupakan salah satu perawat yang bertugas di ruang Intensive Care Unit (ICU) menangani pasien-pasien positif Covid-19. Soal pemberian insentif ini telah disampaikan Presiden Joko Widodo sejak 23 Maret lalu. Jokowi mengatakan pemerintah akan memberikan insentif bulanan kepada tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19. Besaran insentif berkisar Rp 5-15 juta setiap bulan. Rinciannya, Rp 15 juta untuk dokter spesialis, Rp 10 juta untuk dokter umum dan dokter gizi, Rp 7,5 juta untuk bidan dan perawat, dan Rp 5 juta untuk tenaga medis lainnya. Tempo sudah berusaha menghubungi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengenai perkembangan pencairan insentif ini, tetapi belum direspons. Menurut Anitha, di RSPI, perawatan pasien Covid-19 sudah berlangsung sejak akhir Februari. Ia hanya bisa berharap insentif untuk perawat cepat cair. "Sekarang tinggal bisa berharap," ucap dia.(TEMPO.CO, 25/5/20)

Jika proteksi keselamatan nyawa  saja cenderung negara abaikan, maka sangat wajar proteksi finansial tidak diperhatikan. Seperti inilah kondisi sebuah negeri yang di dalamnya  menerapkan aturan kehidupan selain dari aturan Pencipta, yaitu Allah SWT.  Solusi yang diambil lahir dari akal manusia yang lemah dan terbatas, berdasarkan asas manfaat, bersifat tambah sulam dan gagal menyelesaikan persoalan. Penderita Covid 19 yang terus bertambah diperparah kondisi tenaga kesehatan yang tidak sejahtera. Bagaimana mereka bisa fokus dan optimal jika kebutuhan mereka dan keluarga tidak terpenuhi. Berharap pandemi usai sepertinya hanya mimpi. 

Banyaknya korban tenaga kesehatan (nakes) yang gugur saat menangani pandemi Covid 19 disebabkan banyak faktor. Salah satu faktor tersebut disebabkan tidak adanya perhatian memadai dalam proteksi keselamatan nyawa nakes. Sebab banyak fakta yang menunjukkan keterbatasan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh mereka saat menjalankan tugasnya. Berupa APD, masker,  handsanitizer, peralatan medis dsb. Semakin miris saat proteksi finansial mereka juga tidak diperhatikan. Padahal mereka telah berjuang dengan taruhan nyawa menghadapi Covid 19 yang berpotensi mengancam nyawa. Para nakes berada dalam kondisi yang sulit. Maju tanpa peralatan perang dengan resiko terinfeksi hingga berpotensi kematian atau mundur dengan penyesalan menyalahi sumpah profesi sebagai tenaga kesehatan.

Oleh karena itu, tingginya kasus di negeri ini tidak semata karena kelemahan nakes tapi lebih kepada kelemahan pemimpin. Bukankah pemimpin dan negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas jaminan keselamatan nakes dan seluruh masyarakat? Lalu sejauh mana peran ini bekerja?  Padahal pemimpin dan negara memiliki akses paling besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut melalui dana negara yang bisa disalurkan.  Tapi fakta yang ada,  donasi/bantuan dari masyarakat masih menjadi incaran untuk mengalihkan peran negara dalam menyelesaikan pandemi covid 19. 

Sungguh malang nasib nakes dan masyarakat. Akan berharap kepada siapa? Jangankan mendapat perlindungan utuh dengan kebijakan terintegrasi agar pasien covid tidak terus melonjak, bahkan proteksi finansial yang merupakan hak mereka juga tidak diberikan. Sebagian tidak mendapat tunjangan, THR perawat honorer dipotong bahkan ada yang dirumahkan karena RS daerah kesulitan dana. Ini menunjukkan ketidak seriusan pemimpin untuk menuntaskan pandemi covid 19. Abainya pemimpin mengurusi urusan rakyat. 

Padahal gugurnya tenaga medis sama dengan berkurangnya prajurit di garda depan medan tempur untuk menyelesaikan pandemi covid 19. Maka ada bahaya besar yang akan mengancam nyawa nakes dan masyarakat jika semua prajurit tiada. Jika peran pemimpin begitu minimalis bahkan cenderung abai, kepada siapa lagi masyarakat akan berharap? Padahal pemimpin dipilih dengan harapan akan ada yang mengurusi urusan mereka, memudahkan urusan mereka, menjamin kesejahteraan, menjamin keselamatan dsb. 

Tidak heran jika pemimpin hari ini cenderung abai. Karena sistem hidup yang diterapkan adalah sekuler kapitalis. Menjadikan asas kehidupan tegak pada pemisahan agama dari kehidupan. Pemisahan agama dari negara. Serta menjadikan manfaat materi atau keuntungan sebagai tujuan. Merasa bebas berbuat dan menetapkan kebijakan sesuai kepentingan dan hawa nafsu semata. Telah hilang rasa ketakutan pada Allah saat kebijakan tersebut tidak sesuai syariatNYA. Lupa akan ada penghisaban dihari akhir, ada surga dan neraka. Artinya pemimpin yang abai lahir dari sebuah sistem kehidupan yang batil/salah. 

Maka mustahil berharap adanya proteksi finansial bahkan proteksi keselamatan nyawa para nakes selama sistem hidup yang batil ini masih diterapkan. Kita membutuhkan sistem hidup yang benar. Sistem yang berasal dari Allah  SWT, zat yang menciptakan alam semesta dan seluruh isinya. Yang paling memahami apa yang dibutuhkan  oleh manusia. Yang mengetahui solusi tuntas problematika kehidupan manusia. Itulah sistem Islam. Tegak atas asas aqidah islam yang melahirkan aturan kehidupan, aturan tersebut akan mampu memecahkan problematika kehidupan manusia dengan tuntas dan menghantarkan pada kebahagian hidup di dunia dan akhirat. 

Bagaimana Islam memberi  penghargaan dan perhatian  pada tenaga medis dan prajurit yang berada di garda depan menangani pandemi Covid 19? 

Pandangan Islam Tentang Upah/Gaji dan Menepati Janji
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Karena berasal dari zat yang menciptakan manusia, langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya. Termasuk dalam menghukumi tentang gaji dan menepati janji. Allah Ta’ala berfirman mengenai anak yang disusukan oleh istri yang telah diceraikan. “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS. Ath Tholaq: 6). Dalam ayat ini dikatakan bahwa pemberian gaji itu segera setelah selesainya pekerjaan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan memberikan upah sebelum keringat si pekerja kering. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih).  Maksud hadits ini adalah bersegera menunaikan hak si pekerja setelah selesainya pekerjaan, begitu juga bisa dimaksud jika telah ada kesepakatan pemberian gaji setiap bulan. Para nakes dalam islam akan segera mendapatkan gaji atau upah setelah pekerjaannya selesai. 

Rasulullah SAW sampaikan dalam salah satu hadis yang berbicara masalah kemunafikan, “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga; apabila berkata berdusta, apabila berjanji tidak ditepati atau ingkar, dan apabila dipercaya berkhianat” (HR. Bukhari dan Muslim). Seorang pemimpin dalam islam akan menepati janji yang telah diucapkannya. 

Sungguh Al-Qur`an telah memerhatikan permasalahan janji ini dan memberi dorongan serta memerintahkan untuk menepatinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah itu sesudah meneguhkannya….” (An-Nahl: 91). Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: “Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (Al-Isra`: 34).

Jika kita berapa akan hadir sosok pemimpin yang akan memperhatikan perihal gaji dan janji yang telah diucapkannya, itu hanya mungkin saat pemimpin tersebut memiliki keimanan kepada Allah SWT. Saat syariat islam tersebut diterapkan oleh negara. Kondisi inilah yang telah hilang saat ini. Sehingga kita harus berupaya mewujudkannya kembali. 

Keimanan yang ada pada pemimpin akan menjadi kontrol terbesar dia menjalankan kebijakan yang dibuat berdasarkan tuntutan syariat. Karena dia selalu bisa merasakan kehadiran Allah saat melakukan perbuatan. Ditambah lagi dengan pemahaman utuh bahwa kelak dia akan dihisab atas perbuatannya dalam mengurusi urusan rakyat. Memastikan jaminan kebutuhan asasi/dasar rakyat terpenuhi dengan baik. Sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan, dsb. Sesuai mekanisme yang khas berdasarkan syariat islam. Jika dia melakukan kekhilafan masyarakat akan melakukan kontrol sosial melalui aktivitas dakwah (amar makruf  nahi mungkar). Maka dengan kondisi ini akan bisa menghantarkan kehidupan manusia pada kesejahteraan, kebahagian dunia dan akhirat. 

Post a Comment

Previous Post Next Post