Tanpa Aturan Syar'i, New Normal Hanya Ilusi

Oleh : Yuliatin

Hari raya tahun ini sangat luar biasa istimewanya bagi umat Islam, mengapa? Karena pada hari istimewa ini umat Islam di uji dengan wabah corona yang tak kunjung berakhir, hingga menyebabkan susahnya berkunjung ke keluarga tercinta. 
Meski telah diketahui bersama jika wabah ini belum menandakan kelandaiannya, pemerintah telah menyerukan kebijakan "new normal", setelah sebelumnya menyuruh masyarakat berdamai dengan wabah corona, hidup kembali normal ditengah ancaman wabah yang tentu menambah kekhawatiran masyarakat. Apalagi kasus tersebut kian hari makin bertambah.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra mengkritik, persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal. Menurut dia belum saatnya, karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari.
Menurutnya, new normal berarti ada perilaku baru, budaya baru, dan juga ada fasilitas maupun kebijakan yang baru baik dari sisi masyarakat maupun pemerintah berdasarkan kedisiplinan.
 (Merdeka.com, 25/05/20)

Jika di perhatikan lebih detail, pemerintah seakan belum siap secara matang untuk memulai kebijakan new normal dalam waktu dekat ini. Seharusnya jika pemerintah menginginkan aspek ekonomi dan aspek lainnya kembali normal hendaknya pemerintah memberi persiapan  yang terbaik, keseriusan dan peningkatan penanganan wabah, sebelum menyerukan kebijakan new normal, sebab jika tidak ada persiapan yang memenuhi standar-standar apa yang menjadi ukuran penghentian wabah, masyarakat merasa dipusingkan. Bagaimana tidak? Walau
disisi lain masyarakat memang menginginkan kembali beraktivitas seperti sebelum adanya wabah corona, tetapi dilihat dari banyaknya kasus kian hari makin bertambah, membuat masyarakat merasa di persulit, takut dan di bingungkan dengan keadaan.

Kebijakan memperlonggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan istilah New Normal yang akan diterapkan pemerintah, harus dijalankan dengan perhitungan yang jelas. Jangan sampai, relaksasi yang ditujukan untuk memutar kembali roda perekonomian yang juga sangat terdampak oleh pandemi Covid-19, malah mengorbankan kesehatan dan kehidupan rakyat. Hal ini disampaikan Wakil Ketua MPR Syarief Hasan. (WE Online, 28/05/20)

Menciptakan roda perekonomian yang terbaik yang dapat mensejahterakan masyarakat memang kewajiban pemerintah, akan tetapi jangan sampai mengancam keselamatan hidup masyarakat. Keselamatan hidup memang murni hak progratif Allah Subhanahu wa Ta'ala namun sebagai makhluk kita di perintahkan berusaha untuk memberikan akhir yang terbaik bukan malah bunuh diri dengan berdamai bersama wabah corona, jika bunuh diri Allah larang, lantas bagaimana jika kebijakan pemerintah yang menyalahi aturan Allah membunuh masyarakat banyak?

Untuk memulai kehidupan kembali normal harusnya pemerintah jangan hanya mengikuti tren global tanpa adanya persiapan dan perangkat memadai agar tidak menimbulkan masalah baru, sebab alih-alih ekonomi bangkit justru wabah gelombang ke dua mengintai kehidupan masyarakat. Begitulah aturan yang diciptakan kapitalisme selalu mengatasi setiap masalah dengan masalah baru.

Berbeda dengan Islam yang selalu konsisten dengan aturan yang telah Allah buat dalam mengatasi setiap problema yang ada, tidak melihat kebijakan yang membebek pada tren internasional.

Negara Islam bukan asas manfaat yang dijadikan ukuran dalam membuat kebijakan, melainkan halal-haram. Oleh karena itu pemimpin negara akan menjalankan kepemimpinan yang sesuai dengan syari'at Islam yang agung, yakni: menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan dan menjaga harta tiap rakyatnya. Dengan pemimpin yang demikian, pandemi covid-19 bisa segera berakhir. Saatnya umat Islam beralih haluan untuk segera menyongsong dan menerapkan aturan Islam agar terlahir pemimpin yang amanah dan bertanggungjawab.

Wallahu'alam bish showwab

Post a Comment

Previous Post Next Post