Pejuang Wabah Minim Proteksi

Oleh: Nurlinda
Pemerhati Sosial

Sampai hari ini, kasus corona masih menkhawatirkan negeri ini. Karena  kasus positif hingga kematian covid-19 semakin menunjukkan peningkatan, bahkan belum mencapai  puncaknya. Sebagaimana di negara kita Indonesia per 24 mei 2020 yang terkonfirmasi positif corona  sebanyak 22.750 dengan angka kematian 1.391 kasus. Angka pasien positif corona yang besar ini tentu berefek pada kerja tenaga kesehatan yang semakin besar pula.

Tenaga medis adalah pihak yang sangat rentan terpapar oleh virus ini. Karena mereka adalah prajurit garda terdepan dalam perang melawan virus corona. Hingga sampai hari ini semakin banyak korban  tenaga medis yang gugur saat menangani wabah tersebut. Namun, bukan malah dihargai atas kerja kerasnya, mereka malah  tidak mendapat perhatian memadai khususnya oleh penguasa.

Jangankan memberikan perlindungan utuh dengan kebijakan agar pasien covid tidak terus melonjak. Pada sebelumnya proteksi diri tenaga medis berupa APD yang kurang memadai menjadi persoalan, kini proteksi finansial yang tidak kunjung diberikan menjadi perseolan baru. Bahkan THR perawat honorer pun dipotong dan ada yang dirumahkan karena RS daerah kesulitan dana.

Seperti yang dilansir merdeka.com. sejumlah tenaga medis di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran belum mendapatkan insentif keuangan yang dijanjikan oleh pemerintah. Seperti diketahui, bahwa pemerintah memberikan insentif sebesar Rp 5-15 juta untuk dokter dan para tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19. Salah satu tenaga medis di Wisma Atlet Kemayoran mengatakan, pencarian insentif terkendala akibat masa libur lebaran. Akibatnya masih ada sejumlah tenaga medis yang hingga hari ini belum juga menerima insentif tersebut.

Yang paling disayangkan adalah di tengah wabah virus corona atau Covid-19 ratusan tenaga medis dipecat, yang berawal dari aksi mogog kerja yang dilakukan oleh sejumlah tenaga medis dengan alasan APD yang tidak memadai. Padahal gugurnya tenaga medis atau pemecatan itu sama dengan berkurangnya prajurit garda terdepan dalam medan tempur. Sedangkan  untuk menjadi tenaga medis di butuhkan waktu yang lama bahkan bertahun-tahun untuk bisa menjadi tenaga kesehatan yang berkualitas. 

Pemerintah sendiri tidak memberikan informasi yang akurat tentang  profesi dan pekerjaan pasien yang terinfeksi, pasien dan orang yang sedang dalam pengawasan. Padahal tampa data yang terbuka maka akan sulit untuk mengukur tingkat resiko yang dialami oleh para petugas kesehatan, baik yang secara lansung terjung menangani pasien covid-19 maupun yang tidak secara lansung terjun dalam penangan covid-19 tersebut.

Ini karena pemerintah sejak dari awal tidak mau mendengarkan saran dari para ahli, tentang  kedatangan virus covid-19 yang akan menerjang keseluruh dunia termasuk Indonesia. Ini sangat jelas bahwa pemerintah lebih mementingkan perekonomian di bandingkan dengan nyawa rakyatnya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa inilah prinsip penyelesaian wabah dalam sistem demokrasi-kapitalisme.

Sangatlah berbeda dengan sistem islam dimana apabilah sedang terjadi wabah maka pemerintah akan segera memberlakukan lockdown secara total pada wilayah yang pertama kali ditemukan wabah tersebut, supaya tidak menyebar keluar kewilayah yang lain. Sebagaimana yang perna diterapkan dimasa  Umar bin Khathab. Semua akses dari luar wilayah terdampak wabah akan ditutup agar wabah tidak semakin meluas. Baik itu akses transportasi maupun akses publik lainnya. Kebutuhan hidup rakyat yang sedang diberlakukan lockdown akan ditanggung oleh kas negara yaitu baitul mal.

Dengan memberlakukan kebijakan seperti ini maka para tenaga kesehatan tidak kewalahan dalam menangani pasien yang terus bertambah sacara massif. Karena sejak dari awal sudah dibendung dengan lockdown. Sedangkan semua fasilitas kesehatan seperti APD, masker, dan tenaga kesehatan yang profesionan wajib disediakan oleh negara.

Negara juga wajib membangun rumah sakit, sekolah kedokteran, perawat, apoteker, apotik, klinik, laboratorium, dan sebagainya yang mampu mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan secara layak kepada masyarakat. Negara juga membangun pabrik yang memproduksi alat-alat kesehatan dan obat-obatan. Pelayanan kesehatan harus diberikan secara gratis tanpa memandang status sosialnya, baik kaya maupun miskin. Negara juga mendorong para ilmuan, dokter, dan kalangan yang professional untuk membuat obat bagi masyarakat, bukan malah mengandalkan impor. Negara harus secara mandiri membangun fasilitas yang dapat mendukung percepatan penyembuhan terhadap penyakit.

Para tenaga kesehatan  akan mendapatkan jaminan pemenuhan kebutuhan hidupnya, baik ketika ada wabah ataupun tudak. Karena dalam kondisi normal pun kesejahteraan mereka senantiasa diperhatikan oleh negara,  Apalagi wabah sedang terjadi. Allahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post