Jangan Marah Bagimu Surga

By : Novianti

لاَ تَغْضَبْ ÙˆَÙ„َÙƒَ الْجَÙ†َّØ©ُ
“Janganlah engkau marah, maka bagimu surga.” (HR. Thabrani)

Pesan Rasulullah yang sudah sering kita dengar bahkan lewat mulut anak anak kita.  Ringan dihapal, mudah dilafalkan namun berat dalam prakteknya.

Bagi seorang ibu adalah ujian berat untuk tidak marah pada anak di masa Home Learning.  Rumah jadi sekolah dadakan. Ibu jadi guru "serabutan". 

Anak susah dibangunkan, makan lambat,  mainan diberantakan , diminta merapihkan susah, masuk kamar mandi setelah dipanggil dengan intonasi tinggi,  diajak ngaji mesti dibujuk lama, murojaah banyak yang lupa.  Sementara sederet pekerjaan lain sudah menunggu,  yang dilayani tidak hanya satu orang.

Situasi tersebut bisa memancing  emosi marah.  Sorang ibu punya amunisi 20000 kata setiap hari yang bisa ditumpahkan kapan saja untuk melampiaskan kemarahan.

Sesaat setelah marah meledak, barulah ingat pesan Rasulullah. Biasanya hati diliputi penyesalan.  Seharusnya berpikir dulu sebelum bicara, berpikir dulu sebelum marah. Tapi apa daya, raga ini memang lelah terasa.

Lantas..tak bolehkah kita marah? 

Pada dasarnya marah adalah emosi yang wajar. Setiap manusia memilikinya. Yang berbeda adalah cara mengungkapkannya, tergantung persepsi, kondisi fisik, psikis, lingkungan dan kematangan emosional.

Rasulullah mendefinisikan marah ,"Ketahuilah, sesungguhnya amarah itu bara api di hati anak cucu Adam, bukanlah kalian melihat dua mata (orang marah) memerah dan urat-urat lehernya membesar." (HR. Tirmidzi)

Imam Ghazali menggambarkan marah bagaikan api yang berkobar, bergejolak dalam hati manusia dan bisa menyerang orang lain.

Jadi kita perlu berhati-hati melampiaskan kemarahan karena bisa membakar diri sendiri dan orang lain. 

Orang yang marah bisa kehilangan kebijaksanaan dan kendali atas fikirannya. Saat marah jantung berdegup lebih kencang karena  dipaksa kerja keras. Lambung juga bisa terkena dampaknya karena sensitif terhadap asam lambung yang berlebihan. Asupan oksigen ke kepala berkurang, bisa sulit tidur, stres sehingga melemahkan kekebalan tubuh.

Orang tua pemarah bukan contoh yang baik karena anak melihat kemarahan adalah cara untuk menyelesaikan setiap masalah. Selain itu, suara keras dan bentakan orang tua dapat merusak sel otak anak. Kepercayaan diri anak menurun. Ia cenderung  penakut, tidak berani mencoba, khawatir berlebihan akan kegagalan.

Keseringan menerima bentakan, anak jadi malas sehingga menghambat perkembangan  menyimak. Dalam jangka panjang anak mengalami tekanan psikis, potensi belajarnya menurun karena kemampuan mendengar dan kosentrasinya yang rendah.

Hubungan orang tua-anak jadi renggang. Sifat pemarah menghilangkan kehangatan dalam keluarga.  Anak tidak nyaman bersama orang tua dan ia bisa mencari pelampiasan di luar rumah. Beruntung jika pelampiasannya positif. 

Sifat pemarah tidak mengajarkan apa-apa pada perkembangan anak. Anak meniru dari apa yang mereka lihat. Orang tua pemarah melahirkan anak pemarah. 

Marah itu manusiawi  dan boleh asal dengan cara yang tepat, kadar yang sesuai, tujuan yang dibenarkan.

Rasulullah bersabda ,"Aku ini hanya manusia biasa. Aku bisa senang sebagaimana manusia senang dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah."(HR. Muslim).

Jadi kita  bukan menghilangkan atau memendam emosi marah tapi  berlatih mengendalikannya.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan:

1. Perbanyak pengetahuan agama dan  perkembangan anak karena akan membentuk cara pandang tentang kehidupan dan terhadap anak.  Agama menjelaskan hakekat anak, cara mendidik, tahapan pendidika, yang akan memberikan panduan bagaimana memperlakukan anak. Memahami tahapan perkembangan akan memberikan ide  kreatif tentang cara yang efektif..

2. Saat orang tua melakukan poin yang pertama, ia akan memiliki sikap syukur dan sabar.  Setiap masa adalah momen untuk meninggalkan kenangan yang baik yang akan anak rindukan.   Bahagia bukan saat nanti anak sudah besar, bahagia adalah saat bisa membersamai mereka dalam setiap kesempatan.  Dari orang tua bahagia, anak akan belajar bahagia.

3. Fokus pada kelebihan anak bukan pada kekurangannya. Jangan membandingkan anak dengan saudara atau temannya karena masing-masing memiliki keunikan.

Buatlah list kelebihan anak. Orang tua akan tercengang, anak kita memiliki banyak potensi. Mengenali potensi  menjadi modal untuk melejitkan anak.

4.  Kendali diri dengan  tidak bereaksi secara emosional terhadap kesalahan anak.  Jangan sampai anak tertekan karena semuanya  harus sesuai cara orang tua. Batasan dan tujuan tetap diperlukan namun berikan ruang bagi anak menemukan cara dan belajar dari kesalahan.

5. Berpikir positif. Setiap keadaan adalah kesempatan menuai pahala. Jika belum berhasil dinasehati satu kali berarti peluang pahala lebih banyak bagi orang tua. 

Tarik napas untuk meningkatkan oksigen ke dalam darah agar tetap tetap tenang dan  bisa berpikir rasional.  Sabar menyelesaikan persoalan. Bersyukur karena dengan adanya persoalan, semua bisa berkembang.

Orang tua yang tenang akan menularkan ketenangan. Demikian juga dengan kecemasan dan kepanikan.  Ketenangan sangat membantu  menyelesaikan masalah dengan baik. 

6. Saat ingin menyampaikan kemarahan, baca ta'awudz dan lebih baik jika berwudhu.  Ambil posisi lebih rendah untuk bicara pada anak. "Jika salah seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri maka hendaknya dia duduk. Kalau kemarahannya belum hilang maka hendaknya ia lebih rendah." (HR. Abu Daud dan Ahmad).

Jika belum siap bicara lebih baik diam. Rasulullah berpesan ,"Jika salah seorang dari kalian marah maka hendaknya dia diam." (HR. Ahmad dan Bukhari).

7. Kenali pemicu kemarahan pada anak. Kelelahan, lapar, ngantuk, kecewa adalah contoh pemicu emosi pada anak. Kondisikan anak dalam situasi yang bisa memicu sebelum kemarahannya meledak.

8.  Jika anak marah jangan dibalas dengan kemarahan. Pelukan dan sentuhan  lebih efektif untuk menenangkan. Tunggu sampai anak siap untuk diajak bicara. Dengarkan perasaan dan terima. Memberi nasehat dengan menggunakan I Message biasanya lebih efektif.

"Ibu bisa memahami kamu kecewa karena mainanmu dirusak oleh adikmu. Tapi ibu khawatir, adikmu akan membalas dengan pukulan lagi  saat kakak memukulnya dengan kasar." 

9.  Berikan alternatif pada anak untuk membuat pilihan daripada memaksakan kehendak yang bisa memancing kemarahan. "Kakak mau mandi sekarang atau perlu waktu 15 menit lagi untuk bermain dan membereskan mainannya?"

10.  Tidak ada orang tua yang sempurna. Orang tua bisa  mengatakan secara jujur pada anak saat marah.  Minta waktu untuk menenangkan diri akan lebih baik untuk berpikir ulang tentang kejadian dan mencari cara menyelesaikannya.  Jika orang tua sempat meluapkan kemarahan dengan cara yang tidak baik, meminta maaf pada anak bukan hal yang tabu.  Mengakui   kesalahan pada anak tidak akan meruntuhkan harga diri orang tua.  Justru anak belajar bagaimana cara memperbaiki hubungan.

Masa Home Learning adalah masa yang tepat bagi kita sebagai orang tua untuk bermetamorfosis melejitkan potensi diri sebagai madrasah pertama sekaligus potensi anak-anak kita. Habis Corona, muncullah kupu-kupu indah dalam rumah kita.

Post a Comment

Previous Post Next Post