Pejabat Tulang Lunak, Sibuk Bernarasi Tak Punya Nyali

Oleh : Ade Noer Syahfitri 
(Aktivis Muslimah Jakarta Utara)

Jeritan itu terdengar lagi dan semakin keras, ya jeritan dari saudara-saudara kita yang berada di kamp konsentrasi Xianjiang, Cina. Beberapa tahun ini Cina melancarkan program yang disebut De-radikalisasi dengan membangun kamp-kamp konsentrasi atau kamp pendidikan ulang yang jauh dari arti pendidikan itu sendiri. Mereka yang masuk ke dalamnya bukan sebagai murid melainkan para tahanan yang siap disiksa dan ditindas.

Sebagaimana dilansir oleh Aljazeera, Sigal Samuel dari The Atlantic melaporkan bahwa para tahanan dipaksa untuk meninggalkan Islam, mengkritik keyakinan Islam mereka sendiri dan orang-orang dari sesama tahanan, dan membaca lagu propaganda partai komunis selama berjam-jam setiap harinya.

Kamp yang mulai berdiri sejak tahun 2014 ini dioperasikan secara rahasia dan di luar sistem hukum, ratusan ribu bahkan jutaan orang muslim Uighur yang merupakan etnis minoritas dapat dikurung tanpa pengadilan apa pun.

Hampir setiap tahunnya mereka para  penguasa khususnya di negeri-negeri muslim senantiasa diingatkan tentang penderitaan mereka di media namun sayang mereka justru fokus menyebarkan pencintraan dan berebut kekuasaan demi menjadi tuhan-tuhan baru di kursi parlemen. Ataupun sibuk melipat dasi dan bernarasi  basi karena tidak punya nyali.

Ketika umat mengutuk keras kamp konsentrasi. Dunia pun ikut bersuara atas dasar kemanusiaan namun sayang itu tidak berlaku bagi mereka para penguasa. Mereka lebih percaya rangkaian kata indah dari orang yang berkuasa dibanding fakta yang ada. Kejahatan genosida yang berlangsung diatas kaum muslim Uighur mereka anggap itu adalah tindak pendisiplinan karena telah melakukan hal-hal di luar kerangka negara, atau dengan kata lain mereka kaum muslim Uighur adalah kelompok separatis yang pantas mendapatkan hukuman di dalam kamp konsentrasi.

Itu terlihat bagaimana upaya yang dilakukan oleh pejabat negeri Indonesia. Yang mayoritas penduduknya muslim, pemimpinnya muslim dan mayoritas pejabatnya adalah muslim namun sayangnya reaksi yang diberikan tidak lebih dari diplomasi lunak.

Sebagaimana dikabarkan di CNN Indonesia  Menko Polhukam Mahfud MD meminta semua pihak untuk mempercayakan Menteri Luar Negeri Retno L. Marsudi untuk mengatasi polemik etnis Uighur. Sejauh ini, dia menyampaikan Kemenlu mengedepankan diplomasi lunak terkait dengan hal tersebut.
"Diplomasi kita itu diplomasi lunak aja. Kita tidak ikut mencampuri, kita melihatnya secara objektif," ujar Mahfud.

Lemah adalah kata yang pas untuk mereka yang memangku jabatan namun hanya bisa berkata atas ketertindasan yang ada. Bahkan jika dilihat dari sisi ikatan kemanusiaan pun tampaknya telah sirna hati nurani mereka,  apalagi jika dilihat dari sisi ikatan aqidah rusak sudah keimanan mereka.

Ketika komunis memasung jiwa-jiwa kaum muslimin dengan tekanan yang sungguh biadab, di sisi lain rusaknya sistem kehidupan yang diemban negeri ini menambah parah keadaan yang ada. Diplomasi lunak yang dianggap solusi sesungguhnya hanya pelarian dari tanggung jawab atas saudara sendiri.

Mungkin berita tentang mereka saudara-saudara muslim Uighur akan berlalu begitu saja entah sehari lagi,  seminggu, ataukah sebulan, tetapi sayangnya derita mereka akan tetap berlanjut selama kita hanya bergantung dengan sistem yang ada. Jika hari ini negeri barat begitu lantang menentang karena strategi politik dagang mereka, kita kaum muslimin harus lebih jauh dari itu. Bukan sekedar rasa kemanusiaan tapi karena mereka saudara kita, satu ikatan yakni aqidah yang mengalir di setiap denyut nadi kita dan helaan nafas kita.

Allah SWT berfirman:

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَ صْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَا تَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat."(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 10)

Rasulullah Muhammad SAW sang teladan kita bahkan menggambarkan kaum muslimin ibarat satu tubuh, sebagaimana sabda beliau :
 “Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]

Dalam riwayat dari Abdullah bin Umar ra, ia menuturkan: “Aku melihat Rasulullah SAW thawaf mengelilingi Ka’bah dan beliau bersabda:  Alangkah baiknya engkau dan alangkah harumnya aromamu, alangkah agungnya engkau dan agungnya kehormatanmu, dan demi Zat yang jiwa Muhammad ada di genggaman tangan-Nya, sungguh kehormatan seorang mukmin lebih agung di sisi Allah darimu, hartanya, darahnya dan agar kami hanya berprasangka baik kepadanya)”. (HR Ibnu Majah)

Hadist tersebut menggambarkan bahwa betapa berharganya darah seorang muslim,  namun kini apalah artinya. Apakah para penguasa muslim sudah lupa akan hadist ini atau tidak tahu atau apakah kepentingan mereka untuk berkuasa dan mencari posisi aman dalam dunia internasional lebih penting daripada bagaimana pertanggungjawaban mereka terhadap tetesan darah saudara muslim mereka.

Masih tergambar jelas Kisah heroik Al-Mu’tashim. Pada tahun 837, al-Mu’tasim Billah menyahut seruan seorang budak muslimah dari Bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar. yang meminta pertolongan karena diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi. Kainnya dikaitkanke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya.
Wanita itu lalu berteriak memanggil nama Khalifah Al-Mu’tashim Billah  “waa Mu’tashimaah!” (di mana engkau wahai Mutashim… Tolonglah aku!)

Setelah mendapat laporan mengenai pelecehan ini, maka sang Khalifah pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki). Seseorang meriwayatkan bahwa panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari gerbang istana khalifah di kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki), begitu besarnya pasukan yang dikerahkan oleh khalifah.

Bahkan hanya untuk membela seorang wanita yang sebagian auratnya terlihat karena diganggu, seorang khalifah al-Mu’thasim  mengirimkan puluhan ribu pasukannya. Apakah al-Mu’thasim ingin mencari kepentingan ? sama sekali tidak,  yang diselamatkannya hanya seorang budak yang tidak berpengaruh apa-apa di dunia ini  tapi sekalipun hanya seorang budak al-Mu’thasim sadar bahwa kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya.

Sayangnya pemimpin-pemimpin layaknya Al-Mu’thasim hanya lahir di dalam sistem Islam yakni Khilafah.  Seruan jihad yang amat dinantikan umat untuk menghentikan penjajahan di atas dunia hanya terdengar tatkala Khilafah itu tegak. Satu-satunya solusi yang akan menumpaskan setiap problematika umat.

Karena pada kenyataannya umat ini tidak butuh Amerika atau kebijakan ala negeri sekuler kapitalis untuk menolong saudara-saudara muslim mereka khususnya Uighur .  Umat ini hanya butuh  Khilafah. Bagaimana sejarah mengukir selama13 abad  Khilafah mampu menjadi perisai umat  dari segala kedzoliman dan ketidakadilan. Tidak hanya itu Khilafah pun satu-satunya institusi yang mampu menerapkan syariah Islam sebagai sistem kehidupan yang paripurna untuk seluruh umat manusia.
Wallahu’alam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post