Masih Perlukah Program Deradikalisasi?

Oleh : Hamsina Halisi Alfatih

Narasi dan isu radikalisme-terorisme kerap didengungkan seiring pasca terjadinya aksi-aksi bom bunuh diri. Sehingga hal ini pun membuat Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) meminta Pemerintah Daerah (Pemda) berperan aktif dalam program deradikalisasi. (Zonasultra.com,11/12/19).

Ketua FKPT Sultra, Muslim mengatakan bahwa pencegahan paham-paham radikal dan terorisme adalah tanggung jawab bersama. 

Dalam Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas) FKPT yang dilaksanakan 10-13 Desember ini, FKPT Sultra berkomitmen untuk terus melanjutkan program-program nasional. Salah satunya adalah pencegahan paham-paham radikal dan terorisme melalui kearifan lokal.

Narasi radikalisme dan terorisme memang saat ini semakin menjadi buah bibir direzim jokowi. Bagaimana tidak, kedua paham ini selalu dikaitkan dengan islam. Sebut saja  kala peristiwa bom bunuh diri, ramai-ramai media memframing hal tersebut dengan aksi terorisme. Bahkan seruan dalam mendakwahkan syariat islam pun kerap diaitkan dengan radikalisme. Padahal selama ini pemerintah pun sendiri tidak memahami apa sebenarnya makna radikalisme itu sendiri.

Lalu ketika narasi radikalisme hanyalah paradigma kontekstual belaka, apakah dengan membentuk kearifan lokal yang maju, perlukah adanya pencegahan radikalisme dan terorisme? Sementara hal yang paling mengancam saat ini adalah orang-orang yang berhasil menjual isu radikalisme dan terorisme tersebut.

Agenda Dibalik Narasi Radikalisme dan Terorisme
Narasi dan isu radikalisme-terorisme memang terbilang berhasil di gemborkan ketengah publik. Meskipun kedua isu murahan tersebut telah basi namun hal tersebut nampak jelas membawa kekacauan ditengah-tengah masyarakat. Terlebih setelah dibentuknya kabinet baru Jokowi-Ma'ruf di periode kedua, publik pun dikejutkan dengan pernyataan-pernyataan yang menegangkan yang datang dari pos-pos kementrian. 

Menteri Agama misalnya, menyebut bahwa ia ditugaskan untuk memberantas radikalisme. Hal ini pun akhirnya menjadi wacana untuk menghapus materi khilafah dan jihad di kurikulum madrasah. Sama halnya posisi Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, yang dijabatani oleh Mahfud MD  menyatakan kesiapannya untuk melanjutkan program kerja mantan Menko Polhukam Wiranto dalam menangkal radikalisme dan menuntaskan kasus yang belum diselesaikan.

Dari sini kita bisa melihat bahwa pemerintah memandang radikalisme dan terorisme sebagai ancaman nyata bagi negara. Hal ini menjadi bukti atas kewaspadaan pemerintah terhadap ajaran islam khilafah yang di dakwahkan oleh berbagai kalangan termaksud, ASN. Tak hanya itu sekolah, kampus dan mesjid pun menjadi sasaran pemerintah untuk menghentikan penyebaran ajaran islam.

Ketakutan pemerintah dengan menjadikan isu radikalisme dan terorisme sebagai senjata, sejatinya hanyalah upaya untuk menghancurkan islam. Islam tentu akan selalu dikaitkan dengan kedua isu tersebut, sehingga gambaran yang akan terjadi ditengah publik adalah bahwa islam mengajarkan tentang kekerasan dan bahwa islam itu separatis.

Mungkin bisa dibilang bahwa inilah kesuksesan dari agenda barat dan swasta untuk menghancurkan islam melalui perpanjangan tangan rezim. Dengan narasi yang dibangun atas kedua isu tersebut tentu hal ini akan semakin melegalkan kepentingan barat dan swasta.

Maka memandang situasi ini jikalau benar semua orang Islam diklaim terpapar radikalisme-terotisme seperti narasi yang dibangun, mengutip Ustadz Tengku Zulkarnain, maka tidak ada keamanan dan kenyamanan di negeri ini. Karena dari segi populasi umat Islam yang begitu banyak ini, kalau sebagian saja yang sudah terpapar radikalisme, maka negara keadaan chaos tak dapat dihindari meskipun dengan jutaan agenda deradikalisasi.

Membangun Bangsa Bukan dengan Deradikalisasi Tapi dengan Konsep Islam

Narasi dan isu radikalisme-terorisme memang saat ini tengah dibangun oleh pemerintah sebagai anggapan atas ancaman negara. Namun yang paling mengancam bangsa ini sesungguhnya adalah ideologi yang tak lain adalah kapitalisme. Sistem yang membawa kerusakan ekonomi, pendidikan, politik, pemerintahan dan sebagainya.

Karenanya jika menginginkan pembangunan yang maju seharusnya dengan menyiapkan sumber daya manusia yang tangguh. Sebab, dari SDM yang tangguh itulah kearifan lokal dalam membangun sebuah daerah maupun bangsa dapat tercapai. Tak hanya itu, sistem kapitalisme saat ini jelas tidak sesuai dengan sistem Islam. Kapitalis bersifat eksploitatif dan tidak adil serta memperlakukan manusia bukan sebagai manusia. Bahkan sistem tersebut juga tidak mampu menjawab tantangan ekonomi, politik, sosial dan moral di zaman sekarang. 

Dengan demikian bukanlah solusi dalam membangun suatu daerah atau bangsa dengan program deradikalisasi. Sebab tujuan tersebut hanyalah untuk mendeislamisasi atau menghilangkan eksistensi islam. 

Maka hanya dengan konsep islamlah pembangunan suatu bangsa dapat tercapai. Karena islam telah menawarkan bagaimana membangun ekonomi dengan sistem ekonomi islam, pendidikan islam, lingkungan sosial yang terikat dengan syara dan sistem pemerintahan yang sesuai dengan islam.

Islam sangat memperhatikan masalah ummat terutama dalam pembangunan ekonomi. Meskipun demikian islam lebih menempatkannya pada persoalan pembangunan yang lebih  besar, yaitu pembangunan umat manusia. Sebab fungsi utama Islam  adalah membimbing manusia pada jalur yang benar dan arah yang tepat bukan melalui deradikalisasi. Selain itu Semua aspek yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi harus menyatu dengan pembangunan ummat manusia secara keseluruhan.
Wallahu A'lam Bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post