Islam Agama Yang Sangat Toleransi

Oleh : Fatmawati
Pensiunan Guru

Saat ini, tampak begitu massif arus opini tentang intoleransi. Seolah negeri ini darurat intoleransi. Bahkan Kementrian Agama RI melakukan indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) tahun 2019 dengan rata-rata nasional sebesar 73, 83. 

Penilaian tersebut diukur dari tiga indikator, yaitu toleransi, kesetaraan dan kerjasama diantara umat beragama. 

Dengan tiga indikator tersebut, hasil survei KUB sangat terasa janggal. Mengapa propinsi dengan kasus pembakaran mesjid, pembakaran rumah dan pertokoan, penganiyaan, dan pembunuhan sadis terhadap warga pendatang justru menempati rangking ke-6 teratas? Sebaliknya, mengapa provinsi dengan penduduk mayoritas Muslim serta memiliki semangat keislaman yang cukup baik, justru menempati rangking di bawah?

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi. Wujudnya adalah menjunjung tinggi keadilan bagi siapa saja, termasuk non-muslim. Islam melarang keras berbuat zalim serta merampas hak-hak mereka. Allah Swt berfirman : 
Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian dalam urusan agama dan tidak pula mengusir kalian dari negeri kalian. Sungguh Allah menyukai kaum yang berlaku adil (TQS al Mumtahanah : 8)

Islampun melarang keras membunuh kafir dzimmi, kafir Musta'in dan kafir mu'ahad. Rasulullah Saw bersabda : 
Siapa saja yang membunuh seorang kafir dzimmi tidak akan mencium bau surga. Padahal bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun (HR an Nasa'i).

Narasi intoleransi yang dikampanyekan kepada umat Islam tak bisa lepas dari agenda Barat. Islam dituding sebagai pemicu fanatisme dan fundamentalisme agama. Untuk itu menurut mereka, agar umat Islam bisa bersikap toleran. Caranya dengan mengintervensi umat Islam untuk mempraktekkan pluralisme dan mendukung kebebasan beragama (liberalisme agama). Hanya dengan cara ini, Barat dapat menjauhkan umat Islam dari prinsip akidah dan syariahnya. 

Islam sudah mempraktekkan toleransi dengan baik selama 15 abad yang lalu. Sehingga umat Islam tidak perlu parameter, indeks dan ukuran-ukuran yang lain. Cukuplah akidah dan syariah Islam yang menjadi ukuran dan pegangan hidupnya. 

Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, praktik toleransi begitu nyata. Hal ini berlangsung sejak masa Rasulullah Saw hingga sepanjang masa kekhalifahan Islam setelahnya. Tentu sangat lekat dalam ingatan kisah Rasulullah Saw yang menyuapi pengemis buta di sudut pasar setiap harinya. Padahal pengemis itu seorang Yahudi. 

Meski hidup dalam naungan pemerintahan Islam, masyarakat non-muslim mendapatkan hak-hak yang sama seperti kaum muslim sebagai warga negara. Mereka memperoleh jaminan keamanan, bebas melakukan peribadatan sesuai dengan keyakinan masing-masing. 

Kisah kerukunan beragama direkam indah oleh Will Durant dalam bukunya, The Story of Civilization. Dia menggambarkan  keharmonisan antara pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen di Spanyol di era Khilafah Bani Umayyah. Mereka hidup aman, damai dan bahagia bersama orang Islam hingga abad ke-12 Masehi.
Wallahu 'alam bi ash shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post