HIV/AIDS Makin Subur di Indonesia

Oleh : Yuli Ummu Raihan
(Member Akademi Menulis Kreatif)

HIV/AIDS adalah sebuah penyakit mematikan. Semakin hari jumlah penderitanya semakin bertambah. Salah satu pemicunya adalah perilaku seks menyimpang seperti lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau LGBT.

Menurut catatan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PDSPDI) Banten,  dalam satu tahun terakhir saja sudah ada 11.238 orang, yang mana 75 persennya berada di Tangerang Raya, yang meliputi Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Tangerang Selatan.
Hal ini disampaikan oleh I Gede Raikosa di pelataran Tangerang City Mall saat memperingati Hari AIDS Sedunia, Minggu 1  Desember Lalu. (Vivanews.com, 01/12/2019)

HIV AIDS bisa menular melalui darah, hubungan seksual,  janin jika ibunya positif HIV/AIDS, ASI, dan jarum suntik.

Penyakit HIV AIDS ini seperti bola salju. Jumlahnya terus meningkat setiap tahun. Ini sangat menakutkan, karena mayoritas penderitanya berakhir kepada kematian yang tragis.

Perilaku menyimpang seperti LGBT adalah salah satu penyumbang virus HIV/AIDS. Semakin berani dan masif mempropagandakan ide gila mereka. Dengan dalih HAM mereka terus bergentayangan mencari korban, dan menularkan penyakit aneh mereka.

Sistem hidup kita yang liberal dan sekuler membuat penyakit menjijikkan ini makin tumbuh subur. Pornoaksi dan pornografi sangat mudah diakses. Gaya hidup yang serba bebas. Budaya asing yang terus dicekoki kepada masyarakat. Ditambah kurangnya iman, pemahaman agama, kontrol masyarakat, serta sanksi tegas dari negara. Sehingga makin menumbuhsuburkan virus ini. Bahkan berkembang biak dengan cepat.

Komnas Perlindungan Anak (KPAI) berkoordinasi dengan Kementrian Kesehatan. Mereka melakukan survei di berbagai kota besar di Indonesia menyatakan bahwa, 62,7 persen remaja di Indonesia pernah melakukan hubungan seks di luar nikah. Harian Merdeka juga pernah melansir pada November 2018 bahwa ada sekitar 17.000 pelajar di Jawa Tengah terindikasi mengidap HIV AIDS karena seks sejenis. Tentu ini belum angka final, karena bisa dipastikan di luar sana angkanya jauh lebih besar.

Dilansir oleh Tagar.id, 19/019/2019 bahwa situasi penyebaran HIV/AIDS di Indonesia seperti dilaporkan oleh Ditjen P2P, Kemenkes  RI pada tanggal 27 Agustus 2019 lalu menunjukkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang mendekati angka setengah juta yaitu, 466.859 yang terdiri dari 349.882 HIV dan 116.977 AIDS. Sedangkan estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia pada tahun 2016 sebanyak 640.443. Artinya baru 60 persen yang terdeteksi.

Untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya AIDS dan menekan penularannya. Maka setiap tanggal 1 Desember diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia.

Namun, adanya peringatan ini tidak serta merta mampu menurunkan angka penyebaran penyakit mematikan ini. Jika dulu dipicu oleh aktivitas mengkonsumsi narkoba jenis sabu, pemakaian jarum suntik yang bergantian, serta hubungan seksual di luar nikah. Saat ini lebih didominasi oleh aktivitas seksual yang menyimpang seperti LGBT.

 Di Indonesia penyebarannya HIV/AIDS hampir merata. Kasus terbanyak terdapat di DKI Jakarta dan Papua.

Berbagai solusi coba dilakukan oleh pemerintah guna menekan angka pertumbuhan dan penularan HIV/AIDS ini. Diantaranya sosialiasi bahaya HIV/AIDS, menghimbau masyarakat agar tidak melakukan seks bebas atau di luar nikah. Memakai kondom saat berhubungan seksual terutama yang beresiko, menjauhi narkoba, setia pada pasangan, menggunakan alat medis/kesehatan yang steril atau yang lebih dikenal dengan rumus ABCDE.

WHO sebagai organisasi kesehatan dunia juga mengeluarkan rekomendasi kepada negara- negara dengan tingkat HIV tinggi dan belum terdiagnosis dengan melakukan serangkaian tes kesehatan.

Semua upaya ini masih bersifat  pencegahan, belum mampu menyelesaikan akar masalahnya.

Semua ini tidak terlepas dari sistem yang saat ini diterapkan, yaitu sistem kapitalisme yang berazaskan sekuler dan liberal. Manusia hidup sesuai nafsu dan akalnya semata. Bahkan jauh menyimpang dari aturan Ilahi yang maha sempurna. Standar kebahagian yang hanya bertumpu pada terpuaskan naluri dan terpenuhinya kebutuhan jasmani.  Membuat manusia tidak lagi menjadikan halal haram sebagai patokan.

Gaya hidup yang serba bebas yang meniru budaya asing terutama budaya kafir. Sehingga,  menghasilkan individu yang labil dan tidak punya jati diri, serta semaunya.

HAM dijadikan alibi ketika melakukan penyimpangan. Dengan dalih tidak merugikan orang lain mereka berbuat semaunya. Ditambah tidak adanya pemahaman agama yang benar, karena kurangnya waktu untuk menuntut ilmu agama yang menjadi kewajiban setiap individu.

Karakter masyarakat yang ramah, permisif juga membuat penyakit masyarakat seperti LGBT makin berkembang biak,  yang berimbas suburnya virus HIV/AIDS.

Masyarakat tidak lagi menganggap tabu aktifitas menyimpang ini.  Bahkan seakan menikmati dengan menonton, terhibur, bahkan mengapresiasi kemaksiatan ini yang dibalut dalam bentuk sinetron, talkshow, film, iklan, dan lainnya.

Pemerintahan juga seakan memberi ruang terbuka kepada mereka. Tidak adanya payung hukum yang tegas yang melarang eksistensi mereka.

Eksistensi kaum pelangi ini juga kian eksis karena didukung penuh oleh pembelanya. CEO Starbucks Howard Schultz misalnya, terang-terangan mendukung dan membela mereka sejak 2013 lalu. (Brilio.net, 01/07/2017)

Nordstrom adalah salah satu perusahan paling ramah pada kaum pelangi ini. Melindungi hak pekerja untuk bisa menikah dengan sesama jenis dan hak dasar kesehatan.

Apple juga mendukung mereka untuk bisa menikah, serta menolak hukum yang anti LGBT yang dibuat oleh Indiana dan Orkandas.

Google serta Microsoft juga berkomitmen mendukung LGBT, untuk mendapat hak mereka menikah.

Facebook pun tidak ketinggalan.  Bahkan tidak segan menghapus setiap postingan yang anti LGBT, dan membiarkan akun-akun LGBT bertebaran untuk mempropagandakan ide mereka.  Selain itu memamerkan eksistensi mereka agar mendapat pengakuan. (tirto.id, Teen Vogue, Hiffington post)

Tidak hanya itu, para pejabat di negeri ini juga secara terang-terangan meminta agar masyarakat mau merangkul mereka. Entah apa yang merasuki mereka. Apakah tidak geli, atau takut jika sampai anggota keluarga mereka menjadi korban, atau justru pelakunya.

Akan jadi apa Indonesia beberapa tahun ke depan jika virus berbahaya ini terus dibiarkan bahkan dipelihara. Tidak terbayangkan jika nanti ada diantara mereka yang justru menjadi pemimpin di negeri yang mayoritas Islam ini.

Berharap penyelesaian pada sistem saat ini ibarat jauh panggang dari api. HIV/ AIDS dapat benar-benar dibasmi hanya saat aturan Islam diterapkan. Karena dalam Islam jelas sekali bagaimana sikap kita seharusnya terhadap kaum pelangi ini.

Dalam sistem Islam ada aturan tegas bagaimana interaksi antara pria dan wanita. Aturan pemisahan kehidupan pria dan wanita, batasan aurat, tidak tabaruj, tidak berkhalwat, tidak ikhtilat, menjaga pandangan serta hubungan suami dan istri.

Islam dengan segala aturannya menjadikan setiap individu agar senantiasa terikat dengan hukum syara dalam setiap aktivitasnya.

Dalam Islam juga ada sistem persanksian yang sangat tegas. Terutama kepada pelaku seks menyimpang. Saksi ini akan memberi efek jera kepada pelaku dan masyarakat yang lainnya agar tidak melakukan hal serupa.

Bagi pelaku zina yang belum menikah akan dicambuk seratus kali dan diasingkan (QS. An-nur ayat 2). Sedangkan jika pelakunya telah menikah maka akan dirajam sampai mati.

Bagi pelaku seks menyimpang seperti LGBT, maka akan dibunuh sesuai cara yang ditetapkan oleh penguasa muslim. Ini berdasarkan HR Ahmad 2784, Abu Daud 4462 dan disahihkan  al Albani yang artinya," Siapa saja yang menjumpai orang yang melakukan perbuatan seperti kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan objeknya".

Kenapa tidak hanya pelaku tapi objeknya juga? Karena biasanya objek tersebut di kemudian hari akan menjadi pelaku dan mencari objek baru. Kecuali ia mendapat penanganan cepat dan tepat.

Sebagai sesama muslim kita dianjurkan untuk senantiasa beramar ma'ruf pada sesama termasuk pada penguasa. Maka mari kita terus berisik pada pemerintah. Agar sadar bahwa ini adalah kemaksiatan dan sumber malapetaka. Agar pemerintah lebih memperhatikan masalah ini ketimbang sibuk mengurusi masalah radikal. Sebab, ini jauh lebih penting dan genting. Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post