Suara Mahasiswa Tak Boleh Dibungkam

Oleh : Ummu Salman 
(IRT, Anggota Komunitas Muslimah Peduli Negeri)

Menristekdikti M Nasir menyayangkan adanya dosen yang mengizinkan mahasiswanya berdemo. Nasir mengatakan nantinya akan ada sanksi kepada rektor perguruan tinggi (PT) jika terjadi pengerahan mahasiswa di kampusnya. (m.detik.com, 26/9/2019).

Upaya Membungkam Mahasiswa
Rezim terus menampakkan kepanikannya. Setelah sebelumnya Menristekdikti meminta kampus untuk mencatat akun media sosial para mahasiswa dengan alasan untuk mencegah menyebarnya paham radikalisme di kalangan mahasiswa, kali ini kembali kekuasaan dijadikan sebagai senjata untuk membungkam suara kritis dan seruan perubahan mahasiswa. Maka tidak salah jika kemudian ada yang berpendapat bahwa perlakuan rezim yang sedang berkuasa saat ini terhadap suara-suara kritis, mirip seperti rezim orde baru. 

Keberatan akan kebijakan menristekdikti tersebut juga datang dari Indonesian Democracy Initiative (TIDI). TIDI mengkritik Menristekdikti M Nasir yang akan memberikan sanksi terhadap rektor yang menggerakkan mahasiswa untuk demo. TIDI menilai pernyataan itu tak layak dilontarkan di negara demokrasi. "Ibarat kuliah, Menristekdikti ini layak Drop Out. Kampus secara sejarah adalah laboratorium gerakan moral dan intelektual. Pemerintahan di sebuah negara demokrasi tidak layak punya pernyataan seperti itu," kata Direktur Eksekutif TIDI, Arya Sandhiyudha dalam keterangan tertulis, Jumat (27/9/2019). (m.detik.com, 28/9/2019).

Upaya pembungkaman mahasiswa ini juga nampak nyata melalui arahan yang menggiring dosen hanya mendiskusikan masalah akademik. Ya, mahasiswa kita yang seharusnya sebagai agent of change digiring agar tak peduli serta kehilangan sensivitasnya atas kondisi masyarakat di sekitarnya dan kondisi negerinya. Mahasiswa dididik agar sekedar mengejar nilai-nilai akademik yang akan mereka gunakan untuk kepentingan materinya di masa depan nanti. Akibatnya mahasiswa semakin kehilangan orientasi sebagai agen perubahan bagi negeri ini. Kalaupun ada mahasiswa yang masih peduli, jumlahnya pun tak banyak. Sanksi yang diberikan kepada mahasiswa-mahasiswa kritis, cukup memberi "pelajaran" atau lebih tepatnya ketakutan pada mahasiswa lain untuk menjadi mahasiswa yang peduli. Perlakuan tak nyaman dari pihak kampus hingga drop out oleh pihak kampus, seperti yang dialami oleh hikmah sanggala, menjadi bukti atas upaya pembungkaman tersebut.

Arah Perjuangan Mahasiswa
Sudah seharusnya, mahasiswa menyadari posisinya sebagai motor perubahan. Jika kita mempelajari sejarah peradaban suatu negeri, sesungguhnya arus perubahan menuju kebangkitan, tak lepas dari peran para kaum muda. Sejarah Indonesia pun mencatat akan peran para kaum muda dan terpelajar dalam upayanya memerdekakan bangsa ini. Kaum muda digambarkan sebagai kaum yang memiliki ghiroh yang besar dalam menyerukan dan melakukan perubahan. Pun dalam sejarah Islam, yang disebutkan dalam Al qur'an, adalah para anak-anak muda. Merekalah yang berhadapan dengan kezoliman para penguasa. Nabi Daud, seorang anak muda yang menentang kezoliman raja thalut, Nabi Ibrahim yang menghancurkan patung-patung sesembahan kaumnya saat itu dan berhadapan dengan kezhaliman raja namrud. Nabi Ibrahim adalah anak muda yang pemberani. Begitu juga dengan Rasulullah Saw dan pengikutnya yang rata-rata adalah anak muda.

Satu hal yang sangat penting dan perlu disadari oleh mahasiswa, bahwa mahasiswa harus bergerak berdasarkan kesadaran yang benar dan berlandaskan ideologi yang benar. Ideologi itu adalah Islam. Sejatinya, persoalan dan berbagai kezhaliman yang terjadi saat ini adalah akibat dari tidak adanya penerapan Islam sebagai ideologi. Kita lebih memilih penerapan sistem kapitalisme yang merupakan ideologi hasil pemikiran manusia yang lemah dan terbatas. Maka Islamlah setinggi-tinggi dan semulia-mulianya perjuangan. Perjuangan yang tidak hanya masyhur di dunia, tetapi juga di akhirat. Inilah arah perjuangannya yang sesungguhnya yaitu perjuangan menegakkan risalah Allah di muka bumi.
Wallahu 'alam bishowwab

Post a Comment

Previous Post Next Post