Mencermati Issu Buzzer Politik

Oleh : Kayyisa Haazimah 
(Aktivis Dakwah Remaja Majalengka) 

Menarik untuk dicermati, hasil penelitian para ilmuwan dari Universitas Oxford, Inggris baru-baru ini. Bahwa, pemerintah dan partai-partai politik di Indonesia mengerahkan serta membiayai pasukan siber alias buzzer di media sosial untuk memanipulasi opini publik.
Pengerahan buzzer oleh pemerintah Indonesia itu diulas dua ilmuwan Oxford, Samantha Bradshaw dan Philip N Howard dalam laporan bertajuk The Global Disinformation Order, 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation.

Dalam laporan itu dibeberkan bahwa pemerintah dan partai-partai politik di Indonesia menggunakan buzzer untuk menyebarkan propaganda pro pemerintah/partai, menyerang lawan politik, dan menyebarkan informasi untuk memecah-belah publik.

Selain itu ditemukan juga bahwa di Indonesia, pemerintah dan partai-partai politik memanfaatkan pihak swasta atau kontraktor serta politikus untuk menyebarkan propaganda serta pesan-pesannya di media sosial.

Sementara alat yang digunakan adalah akun-akun palsu yang dioperasikan oleh orang-orang dan oleh bot. (Faktakini.net, 4/10/2019).

Meski keberadaan buzzer politik ini, telah dibantah oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Dalam pernyataannya, "Secara administrasi kami tidak membuat itu (buzzer), mereka berkembang masing-masing. Namun demikian yang perlu kita pahami bersama, bahwa bernegara perlu suasana yang nyamanlah,” ucap Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (4/10).

Moeldoko menilai, kemunculan para buzzer itu bertujuan untuk menjaga muruah pemimpinnya. Namun dalam kondisi sekarang, dia memandang para buzzer tersebut sudah tidak diperlukan lagi. Termasuk para pendengung politik. (JawaPos.com, 4/10/2019)

Buzzer adalah kata Bahasa Inggris yang berarti lonceng atau alarm. Lonceng atau alarm ini berfungsi untuk  memanggil, memberitahu dan mengumpulkan orang untuk berkumpul atau melakukan sesuatu.
Seiring perkembangan internet dan media sosial kata buzzer diterapkan kepada orang atau akun media sosial tertentu yang mempromosikan kandidat, tokoh, isu, atau produk tertentu untuk diminati, dipilih dan dimiliki masyarakat.

Namun fakta berkata lain, menjelang masa-masa kampanye dan pemilihan presiden, para buzzer ini sangat penting untuk menggiring isu. Media sosial (medsos) yang dipakai terutama twitter. Tim buzzer melakukan strategi dengan mencetak akun palsu. 

Perang trending topic di jagat twitter bukanlah hal yang bisa dihindari. Akun-akun pejuang Islam hadir dengan hastag yang mengkritisi kebijakan pemerintah, nyatanya selalu berhasil menguasai jagat twitter, bahkan dengan lebih dari tiga hastag. Bahkan bertahan hingga beberapa jam. Hal ini tentu mengherankan para pengamat, bahwasanya akun-akun yang pakai adalah akun-akun asli, bukan akun-akun robot. Dari sini tim buzzer kalah telak. 

Bila yang terjadi adalah demikian, lantas kualitas pemimpin seperti apakah yang diharapkan oleh umat? Apakah pemimpin yang telah hilang legitimasi dari rakyatnya? Lalu 'memproduksi' legitimasi jagat maya untuk pencitraan, mempengaruhi publik dengan menebar kebohongan? 

Maka tidak mengherankan para netizen yang 'menguasai' jagat maya ramai-ramai mengungkap rasa ketidakadilan dengan beragam cara, baik postingan, meme, video dan sebagainya. Bila kepercayaan dari rakyat sudah hilang, maka hilang pula legitimasi dari rakyat alias pemerintah yang tak punya kuasa. Apakah buzzer pun bagian dari alat negara? 

Rakyat kini mengharapkan kepada sosok pemimpin yang mencintai rakyatnya, hingga rakyatpun mencintai pemimpinnya. Adalah suatu hal yang sulit diwujudkan dalam sistem demokrasi, ketika seorang pemimpin adalah petugas partai. 

Sosok pemimpin yang dirindukan umat itu hanya ada dalam sistem Islam. Seorang pemimpin yang dipilih oleh rakyat karena keberpihakannya kepada urusan-urusan umat, tegaknya keadilan, seorang yang amanah dalam mengemban tugas mulia, serta mampu memimpin dengan segenap pemahaman Islam dan ketaatan kepada syariah Islam.

Islam merinci syarat-syarat pemimpin agar ia boleh memegang tampuk kepemimpinan, yakni 7 syarat in'iqad: muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu melaksanakan amanat kekhilafahan. 

Pemimpin yang dimaksud tentu saja pemimpin yang akan menerapkan hukum Islam dalam bingkai institusi pemerintahan Islam, khilafah Islam. Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam warisan Rasulullah. Khilafah menjadi bagian dari ajaran Islam yang mulia. Apabila salah satu dari ketujuh syarat ini kurang, maka jabatan kekhilafahan tidak dapat diberikan. Tidak perlu adanya pencitraan dan dukungan buzzer, karena sosok-sosok pemimpin umat ini akan secara alami hadir, karena mereka sosok-sosok yang sangat didambakan oleh umat. 

Saatnya memilih pemimpin Islam yang benar-benar siap dibaiat untuk menerapkan sistem Islam dengan terus-menerus memberikan penyadaran kepada umat, bahwa hanya dengan Islam, kepemimpinan berfikir Islam serta sistem politik Islam yang mampu mengantarkan keadilan, keteladanan serta kondisi yang kondusif bagi terus berkembangnya khazanah pemikiran Islam tanpa ada unsur kebohongan. 
Wallahu'alam bi shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post