Harga Batu bara Terpuruk Karena Sistem Yang Buruk

By : Ratna Munjiah 
(Pemerhati Sosial Masyarakat)

Memasuki kuartal terakhir tahun ini, harga emas hitam memang masih menunjukkan tren penurunan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, harga batu bara acuan (HBA) pada Oktober berada di posisi USD 64,8 atau setara Rp 907 ribu per ton (kurs Rp 14.000 per dolar). Angka ini merosot 1,5 persen ketimbang September lalu di angka USD 65,79 per ton.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, harga batu bara mulai awal tahun terus merosot. Tak hanya batu bara, crude palm oil (CPO) juga mengikuti. Termaksud harga minyak dunia yang masih fluktuatif. Komoditas itu semuanya menjadi andalan Kaltim."Bayang-bayang ekonomi turun bisa saja terjadi," tuturnya, Rabu (9/10).

Ia menjelaskan, Kaltim merupakan potret ekspor Indonesia. Dengan komoditas batu bara menjadi andalan. Posisi sekarang ekspor turun dan harga batu bara anjlok. Potensi perlambatan ekonomi bisa saja muncul tahun ini. "Kaltim harus bergerak cepat. Jangan terus mengandalkan komoditas ekspor. Di mana harga selalu fluktuatif karena kondisi ekonomi global yang masih belum ada kejelasan,"tuturnya.

Apalagi tujuan ekspor utama Tiongkok sudah mulai tidak mengandalkan batu bara. Tiongkok dan Jepang ke depannya bakal menggunakan energi terbarukan bukan batu bara. Ancaman pasar ekspor sudah mulai menghantui. Ia menjelaskan, dalam 1-2 tahun ini langkah antisipasi sudah harus dilakukan. Jangan hanya mengandalkan batu bara. Salah satu jalan, kembangkan industri lain, seperti manufaktur. Di Kaltim belum ada.

Ia menghimbau agar Kaltim tidak berharap besar pada proyek perpindahan ibu kota negara (IKN). Sebab, pembangunan IKN masih lama. Lima tahun ke depan mungkin baru terlihat.
https;//kaltim.prokal.co/read/news/362005-jangan-terlena-ikn-pikirkan-hilirisasi.html

Sebuah ironi yang terjadi di negeri ini. Bayang-bayang keterpurukan harga batu bara menghantui pertumbuhan ekonomi Kaltim. Pemerintah daerah  seharusnya mampu mencari jalan keluar dari ketergantungan komoditas. Namun faktanya pemerintah sampai saat ini masih dipusingkan untuk mencari solusi alternatif dalam menghadapi terpuruknya harga batu bara. Dan sampai saat ini pun pemerintah tampaknya tidak menyadari bahwa anjloknya harga batu bara tidak lain dan tidak bukan karena adanya liberalisasi SDA.

Sejatinya harga batu bara terpuruk disebabkan adanya salah kelola batu bara di negeri ini. Batu bara dikelola dengan sistem kapitalis liberal, yang dijadikan komoditi yang dikuasai oleh individu, bukan kepemilikan rakyat, sehingga jor-joran diproduksi demi keuntungan para kapitalis semata. Tata kelola dengan cara inilah yang menyebabkan berbagai kerusakan di tengah masyarakat mulai dari ekonomi, kesehatan, lingkungan, sosial dsb, terjadi.

Salah kelola tersebut terlihat dari bagaimana saat ini batu bara setelah diproduksi dijual mentah dengan mengandalkan ekspor yang menyebabkan harga tersebut akhirnya tergantung pada pasar luar negeri. Sehingga di sini berlaku hukum permintaan dan penawaran, maka negara-negara kapitalis besarlah yang mengendalikan harga. Padahal sejatinya batu bara tersebut bisa diolah kembali menjadi berbagai produk yang dapat diutamakan untuk kebutuhan dalam negeri,  jika kebutuhan dalam negeri sudah tercukupi barulah dijual keluar, sehingga harga batu bara tidak akan terpuruk, karena produsen yang mengendalikan pasar bukan dikendalikan pasar. 

Harga sendiri merupakan salah satu instrumen terpenting dalam perdagangan. Teori-teori harga muncul sejak ekonomi modern lahir dan ini menjadi rujukan ekonomi masa kini, begitu pula ekonomi Islam. Salah satu "Early Islamic thinker" yaitu Yahya Bin Umar Al-Kanani Al-Andalusia yang lahir tahun 213 Hijriyah di Cordova Spanyol, membahas secara detail tentang operasional pasar dan seluk beluk lainnya. Buku yamg ditulis berjudul Ahkam Al-Suuq, dan membahas satu topik tas'ir (penentuan harga) dalam pasar.

Permintaan penentuan harga pernah terjadi pada zaman Rasullullah. Yahya Bin Umar memulai diskusi dengan menyitir salah satu hadits dari Anas bin Malik," Sesungguhnya banyak manusia datang kepada Rasulullah dan berkata, "Tentukanlah harga bagi kami, harga-harga kami."Rasulullah SAW bersabda, "Wahai manusia! Sesungguhnya naiknya (mahalnya) harga-harga kalian dan murahnya itu berada di tangan Allah SWT, dan saya berharap kepada Allah (nanti), dan tidaklah salah satu orang terhadapku, (aku memiliki) kezaliman dalam harta dan tidak pula dalam darah.'

Penentuan harga berlandaskan hadits ini secara zahir dilarang secara keras karena datang dengan kezaliman. Pendapat Yahya merujuk pada syekhnya yaitu Ibn Wahab yang mendengar dari Imam Malik, yaitu "Janganlah di antara kalian menetapkan harga atas lainnya di pasar kalian, maka hal tersebut adalah kezaliman."

Dalam Islam tidak dibenarkan adanya intervensi terhadap harga. Jika terjadi ketidakseimbangan supply dan demand (harga naik/turun drastis), negara melalui lembaga pengendali seperti Bulog segera menyeimbangkannya. Dalam pekara batu bara maka batu bara mentah bukanlah sumber pendapatan utama, negara harus mampu membuat teknologi untuk mengolah,  diutamakan hasil pengelolaannya untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, selebihnya lalu diekspor. Sehingga harga tidak tergantung pada harga pasar dunia.

Anjloknya harga batu bara merupakan sinyal adanya liberalisasi tambang yang menguat. Hal ini merupakan dampak dari penerapan sistem yang dianut negeri ini ialah sistem kapitalis dan sekuler yang notabenya merujuk pada liberalisasi ekonomi. Pemerintah tidak lebih sebagai regulator dan fasilitator saja, sementara pengelolaan diserahkan pada mekanisme bisnis. 

Sebagaimana yang tertera pada UU no. 22 tahun 2001 yang menjadi payung hukum legalisasi perampokan terhadap ladang minyak dan gas (migas) di Indonesia, akibatnya hampir 80% ladang migas Indonesia dikuasai asing.

Sebut saja sumber energi fosil (minyak, gas dan batu bara) yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar dan penghasil listrik, sebagian besar sumber energi primer ini ternyata digunakan untuk memenuhi kebutuhan negara lain. Menurut data Ditjen Migas tahun 2012 total produksi minyak bumi yang diekspor 56,84 %, gas bumi 59,3%, LNG 99,1 %, dan batu bara 65,4% (esdm.go.id). Merupakan buah Undang-Undang No. 04 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Sehingga untuk mengatasi masalah anjloknya harga batu bara, tentu satu-satunya cara yakni kembali kepada sistem Islam. Islam hadir bukan saja sebagai agama tetapi memiliki aturan yang kompleks yang dapat menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi. Dalam kacamata Islam batu bara merupakan sumber energi yang merupakan milik umum. Sebagai milik umum, maka Islam menetapkan batu bara dan jenis tambang lainnya sepenuhnya harus dikelola oleh negara yang mana seluruh hasilnya harus dikembalikan kepada seluruh rakyat. Sumber daya alam  tidak boleh dikuasai atau diserahkan kepada swasta maupun asing. Seluruh rakyat tanpa kecuali berhak untuk menggunakan dan memanfaatkan hasil dari pengelolaan batu bara tersebut, dengan cara semudah mungkin tanpa membebani rakyat. Dan ini tidak akan terwujud melalui kebijakan liberalisasi seperti yang diterapkan pemerintah saat ini.

Kebijakan liberalisasi ini selain menyusahkan rakyat dan menyenangkan kapitalis tentu juga menyalahi syariat.     Dalam Islam, distribusi merupakan salah satu bagian yang penting. Sementara dalam kapitalisme menitikberatkan pada produksi, yakni bagaimana meningkatkan pendapatan nasional.  Keberadaan ekonomi kapitalis membiarkan setiap individu untuk memperoleh kekayaan sesuai dengan kadar produksi (penghasilan ) mereka. Sesuai kadar produksi itulah mereka bisa memperoleh penghasilan dari produksi yang mereka lakukan. Kemudian, dengan  penghasilan yang mereka peroleh itulah mereka bisa mendapatkan kekayaan negara sejumlah yang mereka miliki. 

Dengan demikian , sistem kapitalisme menetapkan bahwa orang tidak berhak hidup kecuali jika mampu berkonstribusi dalam memproduksi barang dan jasa. Asas kapitalis menjauhkan unsur ruhiah dan moral dari kehidupan dan menjadikan kehidupan hanya untuk mendapatkan materi saja. Sehingga memberikan kebebasan bagi setiap individu untuk meliberalisasi apapun yang ingin dimiliki. Dari perbedaan ini maka lahirlah perbedaan kebijakan dalam politik ekonominya.  Jadi jika   kita menginginkan kehidupan berjalan baik dan menghasilkan kesejahteraan bagi seluruh manusia, hanya dapat dilakukan dengan mengganti sistem yang ada saat ini kepada sistem Islam, sistem yang diturunkan oleh Allah SWT dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan penerapan yang kaffah sebagai sistem kehidupan. Wallahua'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post