Guru Honorer vs Influencer Politik


Oleh : Faizul Firdaus, S.Si 
(pengamat kebijakan publik)


Kesejahteraan di negeri yang dijuluki zamrud khatulistiwa ini tidak dipungkiri masih menjadi hal yang langka. Terlebih apabila kita berbicara tentang kesejahteraan tenaga pendidik terlebih yang masih berstatus honorer. 

Bukan fakta yang sulit untuk menemukan fakta guru yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Sungguh sangat ironi mengingat tugasnya yang berat juga mulia. Dipundaknya ada amanat untuk mencerdaskan generasi bangsa. Dia juga diamanatkan untuk membentuk karakter mereka. Jelas semua bukan tugas yang ringan.

Belum lagi apabila behadapan dengan medan yang tidak mudah dijangkau. Tidak sulit dijumpai tenaga pendidik di Indonesia yang jarak antara tempat tinggal dan tempat mengajarnya masih belasan bahkan puluhan kilometer. Lebih parah lagi bila selain jauh, medan yang harus dilalui juga berat. 

Disini negara harus hadir. Hadir utk memastikan lagi kesejahteraan dari tenaga pendidikan di negeri ini. Tugas mereka untuk mencerdaskan generasi bangsa layak untuk diberi penghargaan yang tinggi. Dalam sejarah peradaban islam guru digaji dengan sangat tinggi. Karena memang tugasnya yang berat dan mulia.

Sangat ironi apa yang terjadi di negeri ini. Apabila gaji tenaga pendidik dibandingkan dengan imbalan para influencer politik, bak langit dan bumi. Padahal tugas mereka bukan untuk pengabdian kepada bangsa dan negara. Tetapi lebih kepada elektabilitas personal politisi atau parpol.

Dalam Islam guru adalah starus yang mulia. Rasul mencontohkan bagaimana sistem penggajian bagi tenaga pendidik. Rasulullah memberi imbalan kebebasan bagi tawanan perang yang bisa mengajari kaum muslim baca dan tulis. Inilah posisi tingga yang ditetapkan oleh Islam kepada pendidik. Berbeda dengan kondisi guru di dalam sistem demikrasi kapitalis saat ini. Baik dari segi kesejahteraan maupun penghargaan.

Post a Comment

Previous Post Next Post