Omnibus Law : Demokrasi Permainkan Halal - Haram


By : Dian Mayasari,ST
Tenaga Pendidik

Sulitnya  hidup dalam sistem demokrasi kapitalis,  semua serba dihargai dengan uang demi meraup untung yang besar. Semua bidang terdampak karena Omnibus Law. Para kapitalis siap menanti mengalirnya keuntungan. Sertifikasi halal pun ikut diutak-atik lewat UU Cipta Kerja (Ciptaker).

Di pasal 35 A ayat 2, berdampak mengubah regulasi penerbitan sertifikasi halal. Aturan pada UU tersebut memberikan alternatif sertifikasi halal kepada Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) apabila Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak dapat memenuhi dalam batas waktu yang ditetapkan. (republika.co.id, 12/10/2020)

Jika di lapangan ada hal yang menyulitkan UMKM mendapat sertifikasi halal dari MUI, maka akan ada BPJPH yang siap membantu untuk memudahkannya. Jangan sampai standardisasi halal-haram suatu produk dalam BPJPH demi untung dan uang, UMKM dimudahkan, namun halal-haram dipermainkan.

Sudah banyak kebijakan dalam sistem demokrasi kapitalis menyengsarakan rakyat. Sistem ini  didesain untuk kepentingan para kapitalis bukan untuk rakyat ataupun umat islam. Wajar jika ditemukan para pejabat negara ramai-ramai mendukung produk demokrasi yang dihasilkan. Salah satunya Menteri Agama Fachrul Razi.

Sebelum Omnibus Law disahkan, Fahcrul Razi menyampaikan dukungannya agar klaster JPH digolkan. Menurutnya, sertifikasi halal sebuah produk akan jadi lebih cepat dengan melibatkan pihak selain MUI. Namun, hal itu menuai kritikan dari Wakil Ketua Dewan Halal Nasional Nadra Hosen.
Pemerintah memang mengeluarkan aturan yang membingungkan. Terkesan asal-asalan dalam proses penentuannya. Padahal, butuh pihak yang kompeten untuk menentukan suatu produk yang dikonsumsi umat Islam, agar tidak terjadi pelanggaran atas syariat-Nya.

Meskipun Wakil Ketua Dewan Halal, Nadra menegaskan masalah hukum agama jangan dipermainkan, tetapi faktanya demokrasi bukan hanya mempermainkan, melainkan mencampakkan hukum agama. Jika pun ada hukum agama yang diambil, hanya dilihat dari sisi manfaat bukan karena harus terikat dengan syariat.

Dalam demokrasi, yang menguntungkan bagi manusia di atas segalanya daripada ketaatan pada syariat-Nya. Harusnya MUI sadar bahwa demokrasi telah lama memandulkan peran ulama. Hanya ditempatkan sebagai badan legislasi sertifikasi halal, namun tidak sebagai penentu arah kebijakan negara agar sesuai hukum syariat.

Post a Comment

Previous Post Next Post