Kegagalan Kapitalisme Menganputasi Hak Pendidikan di Masa Pandemi

By : Siti Masliha, S.Pd 
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Cerita tentang pandemi corona belumlah berakhir. Rakyat yang berjuang melawan keganasan virus ini masih menjadi cerita yang menarik di negeri ini. Pendemi corona telah meluluh lantahkan tatanan negeri, tak terkecuali masalah pendidikan. 

Pendidikan adalah nafas kehidupan sebuah negeri. Dengannya suatu negeri akan mencetak generasi yang berkualitas yang akan menjadi pemimpin. Kualitas pendidikan hari ini akan menentukan generasi di masa yang akan datang. Oleh karena itu di masa pandemi corona jangan sampai pendidikan mati. 

Pemerintah beserta jajarannya menggodok berbagai kebijakan agar nafas pendidikan di negeri ini tetap berjalan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan merumahkan siswa dan mahasiswa sejak pertengahan bulan Maret untuk memutus mata rantai penyebaran pandemi corona. Pembelajaran daring atau on line di pilih oleh pemerintah agar pendidikan tetap berjalan. Namun hal ini tak semulus yang direncanakan oleh pemerintah. Salah satu kendala dalam pembelajaran daring adalah keterbatasan fasilitas. Pasalnya tidak semua orang tua dan sekolah dapat menyediakan fasilitas tersebut. Hal ini sebagaimana yang dialami oleh siswa siswi di daerah Timur Indonesia. 

Tinggal di daerah terpencil, menjadi cerita sendiri bagi murid dan guru di masa pandemi covid-19. Mereka harus mengeluarkan daya ekstra agar bisa belajar. Kampung Todang Ili Gai, Desa Hokor, Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka, Provinsi NTT menjadi salah satu wilayah yang terisolir dari berbagai akses kehidupan saat ini.

Untuk menuju kampung Todang Ili Gai, harus berjalan kaki sejauh tiga kilometer dengan jalan setapak yang berbukit. Sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, kehidupan masyarakat kampung Todang memang masih jauh dari semua akses baik, listrik, jalan hingga telekomunikasi.

Selama masa pandemi Corona, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tidak bisa terlaksana karena diliburkan oleh pemerintah untuk mencegah penularan virus asal Wuhan, China itu.

Pemerintah Kabupaten Sikka, melalui Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (PKO) pun membuat kebijakan pembelajaran melalui radio bagi murid Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tetapi, kebijakan itu tidak bisa diterapkan pelajar di kampung Todang. Pasalnya, orangtua siswa mengaku tidak bisa membeli radio. Hal ini membuat aktivitas belajar mengajar di SDN Todang pun tidak berjalan karena sekolah juga tidak menyiapkan radio. (Merdeka.com minggu 26/07/2020)

Itulah sekelumit kisah yang terjadi di negeri ini. Negeri jamrud khatulistiwa namun pendidikan masih menjadi barang berharga. Tak semua orang dapat mengenyam pendidikan di negeri ini. Faktor ekonomi setiap orang tua berbeda-beda membuat jurang kesenjangan semakin menganga. Orang tua yang penghasilan pas-pasan atau bahkan kurang tak mampu menyediakan fasilitas pembelajaran bagi putra-putrinya. Banyak cerita orang tua yang berusaha dengan sekuat tenaga untuk menyediakan fasilitas pembelajaran untuk putra-putrinya. 

Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh seorang ibu di Jombang Jawa Timur. Ibu tersebut rela menjual kambingnya untuk membelikan anaknya HP agar tetap bisa sekolah. Dia dan suaminya adalah seorang buruh harian. (Kompas.com kamis 23/07/2020). Selain itu ada juga seorang bapak yang rela mencuri laptop agar anaknya tetap besa bersekolah. Meski cara yang dilakukan oleh bapak ini salah. (Radarlampung Rabu, 22/07/2020).

Selain faktor ekonomi, faktor daerah juga menjadi kendala ketidaksediaan fasilitas pembelajaran. Fasilitas pembelajaran di kota dan daerah terpencil jauh sangat mencolok perbedaannya. Geografis pun berpengaruh. Semakin jauh lokasi seorang murid dari “pusat pembangunan” di Jawa, semakin terkucil ia dari pembelajaran daring. Di Jawa Timur, 40% responden menyatakan anak mereka dapat mengakses pembelajaran daring. Angka ini merosot di NTB, di mana pembelajaran daring kurang dari 10%, dan menurun lagi di NTT (hanya 5%).

Selain faktor ekonomi dan geografis, kapitalisme juga mempengaruhi pendidikan saat ini. Kapitalis atau kapitalisme adalah suatu paham yang menunjuk kepada siapa yang memiliki usaha atau modal terbanyak maka itu adalah yang berkuasa. Dimana sistem ekonomi kapitalis atau kapitalisme adalah suatu sistem yang memberikan kebebasan yang seluas-luasya kepada setiap individu untuk melakukan kegiatan perekonomian. (Wikipedia)

Kapitalisme telah merasuk jauh ke dunia pendidikan. Hal ini terkadang memang dikaitkan dengan dunia pendidikan karena disana banyak peluang-peluang usahanya seperti halnya adanya pungutan liar. Biasanya pungutan liar dari pembayaran-pembayaran yang telah dibayar tetapi pembayaran tersebut tidak masuk langsung di keuangan kampus tapi dengan kata lain dipergunakan untuk kepentingan pribadi dari pihak penyelenggara.

Adanya kapitalisasi pada dunia pendidikan tentu akan memberikan dampak yang tidak baik di dunia pendidikan khususnya bagi mereka yang  kurang mampu. Banyak anak yang putus sekolah karena peran negara yang semakin kurang dalam dunia pendidikan sehingga masyarakat resah dan gelisah. Ini terjadi karena kurang mampunya membayar dana pendidikan anaknya yang semakin mahal dan mengakibatkan banyak anak yang putus sekolah.

Akibat kapitalisasi pendidikan peran negara menjadi berkurang. Peran negara yang sesungguhnya adalah sebagai penyelenggara pendidikan karena kapitalisasi pendidikan menjadi mandul. Akibat dari kapitalisasi Pendidikan dikomersilkan bak dagangan. Dari sini pihak asing dan swasta berlomba-lomba mendirikan sekolah-sekolah di negeri kita. Mereka berusaha menyediakan fasilitas pembelajaran yang fantastis. Model kurikulumpun berbasis Internasional. Sekolah ini tak jarang dilirik para konglomerat, bagi mereka yang tak bermodal hanya bisa gigit jari. Dari sini jelas terjadi kesenjangan yang menganga antara si kaya dan si miskin. Si kaya bisa dengan tunjuk jari memilih sekolah yang diinginkan dengan biaya yang fastastis. Sedang si miskin tak bisa bertahan hidup. 

Inilah fakta pendidikan yang terjadi saat ini. Kapitalisme telah mengamputasi hak pendidikan terutama di masa pandemi saat ini. 

Pendidikan dalam Pandangan Islam 
Islam merupakan sebuah sistem yang memberikan solusi terhadap berbagai problematika yang dihadapi manusia. Setiap solusi yang disajikan Islam secara pasti selaras dengan fitrah manusia, termasuk masalah pendidikan. Pendidikan merupakan kekuasaan asasi yang wajib dirasakan oleh rakyat. Pendidikan termasuk pelayanan umum dan kemaslahatan hidup terpenting. Negara merupakan pihak yang berkewajiban mewujudkan pemenuhannya untuk seluruh rakyatnya. Islam telah menetapkan bahwa yang akan menjamin kebutuhan pendidikan adalah negara. Pendidikan ini adalah hak bagi semua rakyat baik kaya maupun miskin, muslim maupun non muslim. Baitul Maal akan menanggung pembiayannya. 

Berdasarkan sirah Nabi SAW, dan tarikh Daulah Khilafah Islam negara wajib memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara. Sistem pendidikan yang bebas biaya tersebut berdasarkan ijma' shahabat yang memberi gaji kepada para pendidik dari Baitul Maal dengan jumlah tertentu. 

Contoh praktisnya adalah Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan khalifah Al Muntahsir di kota Baghdad. Pada sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Selain kesejahteraan siswa, kesejahteraan guru sebagai pendidikan juga diperhatikan oleh negara. Ad Damsyiqi mengisahkan dari Al Wadliyah bin atha' bahwa khalifah Umar bin Khatab memberikan gajo kepada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di Madinah masing-masing sebesar 15 dinar emas setiap bulan (1 dinar = 4,25 gram emas).

Media pendidikan adalah segala sarana dan prasarana yang digunakan untuk melaksanakan program dan kegiatan pendidikan. Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, daya cipta, dan kebutuhan. Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, sekolah atau kampus, asrama siswa, perpustakaan, laboratorium, toko buku, ruang seminar, audotorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset, internet, komputer dan lain sebagainya.
Previous Post Next Post