Keluarga, Literasi Pertama Anak

Oleh : Rina Devina

Tak terasa, kembali kita memperingati Hari Anak Nasional pada hari ini, tepat pada 23 Juli 2020. Peringatan Hari Anak Nasional ini awalnya digagas oleh presiden kedua Republik Indonesia yaitu Bapak Soeharto. Pemimpin bangsa yang visioner ini memandang bahwa anak-anak bangsa ini adalah asset yang besar bagi kemajuan bangsa Indonesia kedepannya. Maka pada tahun 1984 dengan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 44 tahun 1984, ditetapkanlah tanggal 23 Juli sebagai Hari Anak Nasional (HAN) Indonesia.

Pelaksanaan HAN inipun dilaksanakan setiap tahunnya, dari tingkat pusat sampai tingkat daerah diseluruh pelosok Indonesia. Berbeda dengan pelaksanaan HAN sebelumnya, tahun ini pelaksanannya lebih terlihat sederhana dan tidak banyak melibatkan banyak pihak karena kita sedang berada dalam kondisi darurat COVID-19. Apalagi anak-anak dan orang usia lanjut adalah orang yang memiliki daya tahun tubuh yang rendah bila dibandingkan dengan daya tubuh orang yang berusia dewasa lainnya, maka sangat dianjurkan untuk merayakan peringatan HAN ini dengan kegiatan daring seperti pelaksanaan webinar atau acara seru lainnya menggunakan jasa aplikasi berbagai media online.

Sudah semestinya peringatan HAN ini dimaknai sebagai kepedulian seluruh bangsa Indonesia terhadap perlindungan anak Indonesia agar dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, caranya tentu dengan mendorong setiap keluarga Indonesia menjadi lembaga pertama dan utama di dalam memberikan perlindungan dan pengayoman kepada setiap anak. Upaya ini pastinya akan menghasilkan generasi calon penerus bangsa yang sehat, cerdas, ceria, berahlak mulia dan cinta tanah air di masa sekarang dan masa yang akan datang.

Dan peringatan HAN di masa pandemi COVID-19 ini akan menjadi momentum bagi kita bersama untuk lebih meningkatkan kepedulian semua pihak yang terlibat, seperti semua pilar bangsa ini, yaitu orangtua, keluarga, masyarakat, guru, sekolah, dunia usaha, media massa dan pemerintah terhadap pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak. Melalui sikap kepedulian untuk menghormati, menghargai, dan menjamin hak-hak anak tanpa diskriminasi serta memastikan segala hal yang terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan 79,55 juta anak Indonesia secara optimal (Profil Anak Indonesia 2019).

Dengan jumlah anak Indonesia yang sangat potensial tersebut, Indonesia dihadapkan pada pilihan yang sulit, yaitu bagaimana mengatur dan memfomulasikan suatu rumusan kebijakan agar dapat mengarahkan pertumbuhan anak dengan jumlah yang tidak sedikit itu menjadi peluang penyumbang prestasi dan mampu membanggakan bangsanya di masa yang akan datang. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa saat ini Indonesia dihadapkan pada persoalan rendahnya tingkat literasi anak bangsa. Fakta dan data ini terus diulang-ulang agar kita tetap ingat dan terus berbenah untuk melakukan perbaikan ke depannya.

Fakta lainnya lagi adalah bahwa tingkat persaingan di tingkat global semakin meningkat. Bangsa yang bertahan dan maju bukan bangsa yang memiliki asset atau sumber daya alam yang banyak lagi, tetapi adalah bangsa yang dapat mengelola asset dan memiliki sumber daya manusia yang unggul. Tak salah lagi, program Presiden Jokowi untuk menciptakan manusia-manusia unggul dari bangsa ini adalah sebuah keharusan. Bangsa ini butuh generasi yang pandai, kritis, kreatif, inovatif, berdaya juang dan berdaya saing tinggi serta punya kemampuan beradaptasi dan fleksibel dalam menghadapi segala rintangan dan tantangan kehidupan.

Profil dari manusia-manusia unggul ini adalah produk dari generasi yang literat, dan untuk mendapatkan generasi yang literat kita harus berusaha dan bergandengan tangan untuk bersama-sama menciptakan suatu lingkungan yang kondusif untuk membangun budaya yang literat juga. Lingkungan yang paling ideal dan pertama adalah keluarga. Karena keluarga adalah unit terkecil yang ada di masyarakat yang paling berperan dalam membentuk karakter seorang individu. Keluarga adalah sekolah pertama anak dalam menyerap ilmu pengetahuan.

Pemerintah kita melalui Kementerian Pendidikan dan kebudayaan RI telah mencanangkan Gerakan Literasi Nasional yang didalamnya termasuk juga Gerakan Literasi Keluarga dan Gerakan Literasi Sekolah. Namun menurut hemat saya, Gerakan Literasi Keluarga yang paling memiliki fungsi vital, karena keluarga mendidik anak dari mulai usia dini, bahkan dari dalam kandungan sekalipun, dan kita sebagai keluarga tidak bisa melepaskan pendidikan anak pada sekolah atau lingkungan tanpa pernah memperhatikan pendidikan anak dari mulai lingkungan keluarga itu sendiri, apalagi kalau kita kaitkan dengan konsep merdeka belajar sekarang ini.

Gerakan literasi keluarga merupakan langkah untuk mengembalikan peran anggota keluarga untuk memaksimalkan sumber daya yang mereka miliki guna mengembangkan karakter dan kesuksesan akademik pada diri setiap anak Indonesia. Kegiatan gerakan literasi keluarga dapat berupa komitmen dari setiap keluarga untuk mencintai ilmu pengetahuan,apapun jenis ilmunya dan melibatkan serta terus memotivasi seluruh anggota keluarga lainnya untuk terus belajar. Tentunya belajar menciptakan budaya yang positif seperti membiasakan membaca buku, menulis, memilih tontonan dan bacaan yang baik, berdiskusi serta berbagai kegiatan lain yang menunjang pengembangan diri setiap individu yang ada di dalam keluarga.

Dalam masa pandemi ini, kenyataannya orangtua telah berperan lebih dibanding sebelum datangnya wabah ini. Sebelum wabah ini datang, banyak orangtua yang tidak atau jarang mendampingi anaknya belajar, bahkan banyak yang tidak tau cara mengajar dan hanya menyerahkan urusan sekolah kepaa para guru, namun perlahan orangtua mulai memahami cara dan metode mengajar serta lebih peduli kepada persoalan pendidikan lebih daripada sebelumnya. Hal ini tentu tidak hanya dilakukan orang tua ketika ada masalah wabah atau kejadian luar biasa seperti ini saja, tapi semoga hal ini dapat berlanjut terus sehingga keterikatan antara orangtua dan anak serta budaya literasi dalam keluarga ini akan tetap ada walaupun badai COVID-19 ini nantinya akan berakhir.

Demi mempertahankan budaya literasi keluarga yang sudah terbentuk secara tidak langsung ini, orangtua diharapkan lebih terlibat aktif dalam pendidikan anak sehingga terjalin kesamaan hak, kesejajaran dan saling menghargai antar anak, orangtua dan guru demi membangun semangat gotong royong serta memperkuat saling asah,asih dan asuh dalam lingkungan keluargan dan sekolah. Semoga dengan peringatan HAN kali ini, tercipta anak-anak Indonesia yang unggul, mencintai ilmu pengetahuan dan mampu untuk berpikir kritis, kreatif dan inovatif, sebagaimana yang dibutuhkan dalam persaingan global pada masa kini dan mendatang.

Akhir kata, mari kita budayakan literasi dalam keluarga untuk menciptakan keluarga yang literat. Mulai dari menciptakan indiviu yang literat, keluarga yang literat, dan masyarakat yang literat, termasuk juga pemerintahan yang literat. Sehingga akhirnya akan menciptakan Indonesia yang literat, karena Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi Negara yang literat. Semoga kita semua dapat menjadi keluarga besar dalam proses membentuk budaya literasi di Indonesia. Salam literasi.
Previous Post Next Post