Ibadah Haji dan Ketaatan Hakiki

Oleh: Iis Siti

Hakikat keimanan kepada Allah SWT adalah menegakkan prinsp-prinsip tauhid dan meniadakan segala bentuk kesyirikan. Tauhid berarti mengesakan Allah SWT atau menisbatkan sifat-sifat yang memang milik Allah SWT hanya kepada diri-Nya. Dengan demikian mengimani Allah SWT tidak cukup sebatas meyakini Allah sebagai pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan. Mengimani Allah SWT juga berarti meyakini bahwa Allah maha mengawasi setiap amal perbuatan manusia  tentunya.

Tak terasa waktu terus berputar, haripun silih beganti, kaum muslim dari berbagai penjuru dunia akan berkumpul di tanah suci untuk menggemakan kalimat tauhid. Mempersembahkan ibadah haji yang agung ke hadapan Allah SWT. Pada hari itu tak ada kebanggaan selain mendapatkan gelar sebagai tamu-tamu Allah SWT.

Momen indah dan cerianya Idul Adha sebagai hari raya qurban tak pernah lekang dengan kisah inspiratif sarat makna, yakni makna ketabahan, kesabaran, ketaatan.  Dialah peristiwa agung tentang pengorbanan Nabi Ibrahim as dalam menaati perintah Allah SWT. Beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyembelih putranya Ismail as,  buah hati, harapan dan kecintaannya yang telah sangat lama didambakan hingga Allah SWT melukiskan momen dalam firmanNya:

"Lalu ketika Ismail telah sampai (pada umur sanggup), berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, Anakku, sungguh aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelih kamu. Karena itu pikirkanlah apa pendapatmu" (TQS ash-Shaffat [37] :102).

Menghadapi perintah itu, Nabi Ibrahim as mengedepankan kecintaan yang tinggi terhadap Allah SWT dengan menyingkirkan kecintaan yang rendah, yakni kecintaan kepada anak, harta dunia yang hanya sementara. Perintah amat berat itu pun disambut oleh Ismail as, dengan penuh kesabaran. Ia mengukuhkan keteguhan jiwa ayahandanya:

"Ismail berkata, " Ayah lakukanlah apa yang diperintahkan kepada engkau, insya Allah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar." (TQS ash-Shaffat [37] :102).

Dari kisah kedua hamba Allah SWT tersebut tentu harus menjadi teladan bagi Kaum Muslim saat ini. Teladan bukan hanya ketaatannya namun pengorbanan yang luar biasa. Apa yang bisa kita korbankan saat ini dengan kondisi umat yang telah pudar ketaatannya?

Pudar dari sisi aqidah, sakhsiyah dan tsaqafah menjadi gambaran miris nan ironis. Aqidah tak lagi murni, kepribadian tak lagi islami,  tsaqafah (wawasan/pemahaman) pun penuh ilusi. Betapa kuat dan telah mengerak pandangan kufur ala barat bercokol di benak umat. Tidak cuma virus tapi racun berbalut madu terus bersarang beranak pinak. 

Dengan demikian, uthopis belaka berharap umat akan begitu terinspirasi dengan sosok penuh ketaatan dan pengorbanan (Ibrahim dan Ismail As) jika kerak itu belum mengelupas, lepas dari akal manusia. Sementara kondisi masyarakat terus terperosok. Persatuan dan kesatuan kaum Muslimin tidaklah cukup saat beribadah haji saja, banyak faktor urgen yang harus segera ditegakkan. Dari mulai shalat hingga pemerintahan. Agar tak dirasakan lagi perbedaan 1Syawal, 1Ramadhan atau 10 Dzulhijjah. 

Cukuplah sudah umat Islam tanpa komando, tanpa sosok pemersatu dalam ikatan aqidah Islamiyyah, jemu rasanya  mendapati banyak hukum-hukum Allah SWT yang diabaikan, khususnya syariah Islam yang berkaitan dengan pengaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Syariah Islam yang belum tapi wajib segera diamalkan hanya akan sempurna pelaksanaannya ketika syariat Islam diterapkan dalam naungan Instutusi Islam, dengan satu komando penerap UU Ilahiyyah. Di sanalah terwujudnya Islam kaffah..

Saatnya kaum muslimin bangkit melawan kaum kuffar yang selama ini telah menjadikan  umat sebagai objek penderita, santapan dan hidangan lezat para penjajah, baik dari blok Barat maupun blok Timur. Kekayaan alam umat dikuras, dakwah dan perjuangan politik kaum muslim  dihadang dan dibelenggu. Darah kaum muslim  ditumpahkan, tanah air kaum muslim dirampas dan akhirnya kaum muslim terusir dari negerinya. Tanpa suaka dan kedamaian.


Sudah selayaknya segenap komponen kaum muslim turut membela Islam dan ajarannya. Pembelaan terhadap Islam secara tegas diperintahkan oleh Allah SWT dalam al-Qur'an,
"Hai orang-orang beriman, jika kalian menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan mengokohkan kedudukan kalian" (TQS Muhammad [47] :7).

Untuk itu, mari kita jadikan kalimat tauhid dalam figur penerap syariah sebagai pemersatu.. Sungguh kita adalah umat yang satu. Bertuhankan satu, yakni Allah SWT. Berhukum satu, Al-Quran. Dengan persatuan di bawah kalimat tauhid itulah Allah SWT akan menolong dan memuliakan kita hingga Allah berikan kemenangan atas agama-Nya (Islam). 

WalLahu a'lam bi ash-shawab
Previous Post Next Post