Di balik Revisi UU Ketenagakerjaan, Buruh Dikorbankan.



Oleh: Nur Fitriyah Asri
Penulis Opini Akademi Menulis Kreatif & Ko.Bid.Dakwah BKMT Jember.

Wacana yang digulirkan pemerintah terkait revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan mendapat pertentangan dari para buruh. KSPI (Kofederensi Serikat Pekerja Indonesia) dan FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia) mengintruksikan kepada serikat pekerja seluruh Indonesia, pada tanggal 12 Agustus 2019, untuk melakukan unjuk rasa besar-besaran menolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang dinilai tidak adil dan zalim.

Dilansir dari RMOL.Jabar,(11/8/2019). Vice Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Obon Tabroni mengatakan, kebijakan yang dilakukan pemerintah juga menyalahi apa yang menjadi isu lembaga perburuhan internasional, yang mengisyaratkan pemerintah harusnya memberi kesejahteraan pada buruhnya. 

Obon mengkawatirkan, jika Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan direvisi, maka kesejahteraan buruh akan semakin berkurang. Potensi terjadinya pengangguran juga semakin meluas. 

"Isunya revisi, nanti dibuat kebijakan yang mengakibatkan  pesangon hilang, kontrak dan outsorching lebih bebas, prinsip pengupahan berubah total, dan lain-lain. Kalau persoalan ketenagakerjaan diutak-atik dampaknya akan meluas," ujarnya. 

"Jika dihitung, buruh formal mencapai 85 juta orang akan terdampak karena itu. Belum yang informal, bisa mencapai 200 jutaan orang, itu sebatas bicara buruhnya saja. Belum termasuk keluarganya yang kena imbasnya.

Dilansir dari Liputan6.com, (3/8/2019). Sebagaimana diketahui  bahwa, pemerintah menginginkan ada perbaikan iklim investasi, dengan merubah Undang-Undang Ketenagakerjaan yang dianggap terlalu kaku serta tidak ramah investasi. Sejatinya arah revisi adalah untuk menekan kesejahteraan buruh. 

"Undang-undang ini bunyinya tentang ketenagakerjaan, bukan tentang investasi. Kalau mau revisi seharusnya yang diubah UU Penanaman Modal Asing, UU Perindustrian, UU Perdagangan, atau UU Perekonomian Nasional," kata Said Iqbal Presiden KSPI dan FSPMI.

Justru, buruh mendesak agar UU Peraturan Pemerintah Nomor 78, Tahun 2015 direvisi.
Sebab keberadaan beleid ini membatasi kenaikan upah buruh hanya sebatas pada inflansi dan pertumbuhan ekonomi. Buruh justru menginginkan kenaikan upah minimum berdasarkan perundingan tripartit dan berbasis pada kebutuhan hidup layak dengan melakukan survey pasar.
"Karena itu, agar pertumbuhan ekonomi meningkat maka daya beli masyarakat (purchasing power) harus dinaikkan," tandasnya.

Sejatinya semua permasalahan yang menimpa buruh senantiasa terus berulang dan tidak pernah terselesaikan. Posisi buruh selalu di tempat yang dirugikan dan dikorbankan demi para pemilik modal. Janji kampanye hanya sekedar janji. Faktanya semua itu hanya sebuah bualan.Ternyata hanya slogan semata, tidak pernah dan tidak akan terealisasi selama sistem yang dianut adalah demokrasi kapitalisme.

Terbukti setiap tahun buruh unjuk rasa, demo menuntut perbaikan kesejahteraannya. Tetapi tidak pernah berhasil. Ditambah lagi kehidupan yang susah dan sulit, harga-harga selangit yang mengakibatkan daya beli rendah. Akibatnya kehidupan kaum buruh bertambah menderita. Buruh dalam sistem kapitalis hanya sebagai sapi perahan. Buruh tidak punya kedaulatan, semua nasibnya ditentukan oleh para pemilik modal karena tidak mempunyai harga tawar mayoritas pendidikannya rendah. Juga menyangkut hajat hidup maka, meskipun ditekan dan diancam tidak bisa berbuat macam-macam.Takut jika di PHK

Wajar, negara tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan kepada rakyatnya, dan kaum buruh.
Karena lilitan dan jeratan utang serta ketergantungannya kepada investor.Tidak ada makan siang gratis.
Akibatnya negara tidak berdaulat. Sungguh memilukan, dampaknya luar biasa. Lihatlah, kebijakan-kebijakannya tidak memihak rakyat dan kaum buruh.Tetapi untuk kepentingan para pemilik modal. 
Masih segar dalam ingatan kita, MOU terkait proyek kereta api cepat investor dari Cina. Ada syaratnya yaitu semua didatangkan dari Cina termasuk tenaga kasar (buruh), akibatnya banyak terjadi pengangguran. Jika ada tenaga pribumi yang dipekerjakan gajinya pun sangat rendah jauh dibanding gajinya buruh dari Cina.

Ternyata di balik revisi UU Ketenagakerjaan, ada pesanan dari investor (para pengusaha) Apindo, yang menuntut revisi UU tentang investor, yang dinilai terlalu kaku serta tidak ramah investasi. Dalam hal ini pemerintah menginginkan ada perbaikan iklim investasi. Untuk mewujudkannya dengan merubah Undang-Undang Ketenagakerjaan, artinya harus mengorbankan nasib ratusan juta kaum buruh. Ini benar-benar menzalimi rakyatnya.

Upaya perbaikan melalui parlemen, unjuk rasa, revisi Undang-Undang apapun dan lain-lainnya akan sia-sia. Akan gagal selama sistemnya masih menganut demokrasi kapitalistik. Sistem inilah penyebab dari kerusakan, penderitaan dan kesengsaraan. Sejatinya sistem tersebut dipakai Barat sebagai alat menjajah dan menjarah negeri-negeri muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Masihkah kita pertahankan sistem yang sudah terbukti rusak dan bobrok serta zalim ini?

Islam Kaffah Solusinya.

Islam agama sekaligus ideologi, sebagai pedoman hidup dan solusi semua problematika kehidupan. 
Demikian juga untuk konteks hukum perburuhan. Sesungguhnya masalah ketenagakerjaan berkait dengan kesejahteraan yang ditentukan oleh banyak faktor. Oleh sebab itu untuk menyelesaikannya harus bersifat sistemis-integritas.

Allah Swt telah mensyariatkan untuk masing-masing individu, masyarakat dan negara. 
Negara diwajibkan menjalankan Politik Ekonomi Islam yang bertujuan untuk mengatur dan menyelesaikan berbagai permasalahan hidup manusia dalam bidang ekonomi. Dalam hal ini berbagai kebijakan harus menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) berbentuk barang berupa: Pangan, sandang dan papan; dan berbentuk jasa berupa: Kesehatan, pendidikan dan keamanan) tiap individu rakyat secara keseluruhan. Juga disertai ada jaminan untuk memenuhi kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) menurut kemampuannya.

Sebab, hal tersebut memang menjadi tanggung jawab negara. Rasulullah Saw bersabda:

«Ø§ْلاِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ù…َسْؤُÙˆْÙ„ٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ»

“Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya” (HR Bukhari dan Muslim).

Untuk menjamin terlaksananya pemenuhan kebutuhan pokok, harus secara bertahap dengan menetapkan strategi.  Tahapan-tahapannya sebagai berikut:

Langkah pertama: Mewajibkan kepada setiap kepala keluarga untuk bekerja.

Allah berfirman: "Dialah (Allah) yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah disegala penjurunya, serta makanlah sebagian rezekinya" (TQS al-Mulk [67]: 15).
Bahwa pada mulanya pemenuhan kebutuhan pokok dan upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia adalah tugas individu sendiri, yakni dengan bekerja.

Langkah kedua: Negara menyediakan berbagai fasilitas lapangan kerja agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan.

Langkah ketiga: Memerintahkan kepada setiap ahli waris atau kerabat terdekat untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tertentu, jika ternyata kepala keluarganya sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Jika negara telah menyediakan lapangan pekerjaan dan berbagai fasilitas pekerjaan, tapi seorang individu tetap tidak mampu bekerja sehingga tidak mampu mencukupi nafkah anggota keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, maka kewajiban nafkah itu dibebankan kepada para kerabat dan ahli warisnya, sebagaimana firman Allah Swt QS al- Baqarah [2]: 233).

Langkah keempat: Mewajibkan kepada tetangga terdekat yang mampu untuk memenuhi sementara kebutuhan pokok (pangan) tetangganya yang kelaparan (bersifat sementara supaya tidak meninggal), selanjutnya menjadi tanggung jawab negara)
Dalam hal ini Rasulullah Saw  pernah bersabda:
“Tidak beriman kepadaku, tidak beriman kepadaku, tidak beriman kepadaku, orang yang pada malam hari tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan dan dia mengetahui hal tersebut” (HR al-Bazzar).

Langkah kelima: Negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan dari seluruh warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan yang diambilkan dari pos Baitul Mal, berfungsi menjadi penyantun orang-orang lemah dan membutuhkan, sedangkan pemerintah adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya.

Adapun terkait dengan kebutuhan pokok berupa jasa, yang harus dipenuhi oleh negara yaitu
1. Pendidikan "Diwajibkan atas seorang imam untuk menangani masalah itu dan menggaji orang tertentu untuk mendidik masyarakat."
Mencari ilmu adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap individu. Agar bermanfaat untuk kehidupan di dunia dan di akhirat. 

2. Adapun yang berhubungan dengan jaminan kesehatan, diriwayatkan bahwa Mauquqis, Raja Mesir, pernah menghadiahkan seorang dokter untuk Rasulullah Saw. Dokter tersebut diperuntukkan kaum muslimin dan seluruh rakyat untuk mengobati yang sakit.

3. Keamanan adalah salah satu kebutuhan pokok berupa jasa yang harus dipenuhi. Rasulullah Saw bersabda:
“Barang siapa yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memilliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya” (Al-Hadis) 

Mekanisme untuk menjamin keamanan setiap anggota masyarakat adalah dengan jalan menerapkan aturan yang tegas kepada siapa saja yang melanggar aturan Allah. Hukum Allah adalah adil karena berasal dari Yang Maha Adil memberikan kemaslahatan di dunia dan kehidupan di akhirat. Sebab bersifat jawabir artinya sebagai penebus dosa di akhirat. Dan jawazir sebagai pencegah terjadinya tindak kriminal yang baru terulang lagi. 

Melihat problem ketenagakerjaan yang sejatinya tidak bisa mewujudkan  terpenuhinya kesejahteraan buruh karena disebabkan oleh banyak faktor, maka penyelesainnya harus bersifat sistematik yaitu dengan  
menerapkan Islam secara keseluruhan (kaffah) dalam bingkai khilafah minhajjin nubuwwah. Dengan demikian tidak hanya kesejahteraan yang bisa diwujudkan, tetapi untuk rahmat semua alam.

Wallahu a'lam bish shawab.
Previous Post Next Post