Stunting, Tak Sekedar Persoalan Gizi

Penulis : Rahmi Jamilah 
(Pemerhati Sosial Masyarakat)

Sebanyak 1.037 anak di Kutai Barat (Kubar) terindikasi mengalami stunting (tumbuh kerdil). Jumlah tersebut menempatkan stunting di Kubar berada di posisi lima se-Kaltim. Untuk mencegah kasus stunting terus bertambah, Dinas Kesehatan (Diskes) Kubar berupaya menangani masalah tersebut dengan menggelar berbagai program kegiatan kebutuhan gizi anak. "Kami akan membuat kegiatan dan program untuk mencukupi kebutuhan gizi anak-anak, supaya pertumbuhan mereka normal,” kata Kepala Dinkes Kubar Rita Sinaga kepada Kaltim Post, kemarin. (kaltim.prokal.co)

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis disebabkan asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting adalah persoalan serius di Indonesia. Tak hanya di Kubar, angka penderita stunting tinggi hampir di setiap provinsi di Indonesia. 
Masalah stunting tidak dapat dilihat hanya masalah kekurangan gizi semata. 

Permasalahan stunting tidak dapat dipisahkan dari lingkaran setan kemiskinan. Terbukti saat ini rakyat Indonesia yang hidup miskin dan hampir miskin (dengan jumlah penghasilan antara US$1 s/d US$ 2 per hari atau Rp 9000,- s/d Rp 18.000,- per hari menurut MDGs) jumlahnya lebih dari 90 juta orang atau 42% jumlah penduduk. 

Sedangkan apabila kemiskinan dilihat dari non-pendapatan yakni dari tingkat kesehatan, pendidikan dan pengangguran sangat memprihatinkan. Salah satunya menurut “Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia”, sebanyak 70% wanita hamil di Indonesia menderita penyakit anemia. Oleh Karena itu tak heran jika 13 juta angka anak Indonesia dibawah 5 tahun menderita kekurangan gizi kronis. Akibatnya 33% anak-anak yang berada pada usia sekolah 6 sampai 12 tahun menderita anemia. (sumber: United Nation World Food Program) 

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Welthunger Hilfe dan International Food Policy Reaserch Institue (IFPRI) pada tahun 2014, Indonesia masuk kategori ancaman serius kelaparan. Menurut FAO dari sebelas warga Indonesia, satu mengalami kelaparan. Kelaparan menurut FAO adalah kekurangan gizi atau asupan makanan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi, yang berlangsung setidaknya selama satu tahun. Tepatnya kekurangan gizi kronis.

Berdasarkan data survei sosial ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) Kubar yang dirilis pada awal januari 2019 lalu, tercatat pada 2018  penduduk miskin di Kubar terdata sebanyak 13,49 ribu jiwa atau 9,15 persen. Di Kubar sendiri ribuan orang belum memiliki pekerjaan alias pengangguran. Berdasar data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kubar, mulai Januari hingga Juni, ada 2.222 calon pencari kerja. Jumlah ini meningkat dari tahun lalu. (http://kaltim.prokal.co/15Juli2019) 

Hal ini membuktikan bahwa stunting adalah masalah yang kompleks dan sistemik. Akibat diterapkan sistem kapitalisme-sekuler. Indonesia yang kaya sumber daya alamnya dan wilayah Kubar pada khususnya dengan potensi sumber tambangnya, tak mampu mensejahterakan rakyatnya. Sumber daya alam yang harusnya dikelola negara sebagai sumber pendapatan negara diserahkan pengelolaannya kepada swasta (privatisasi), sehingga negara atau daerah tidak mendapatkan kecuali hanya sebagian kecil berasal dari pajak yang itupun swasta seringkali mangkir. 

Maka, permasalahan gizi buruk ini tidak bisa jika dikembalikan kepada keluarga dan masayarakat saja dengan memberikan kesadaran mereka akan pentingnya menjaga kecukupan gizi namun perlu ada upaya serius dari negara untuk menangani permasalahan ini. Seberapa seringpun pemerintah sosialisasi pentingnya makanan bergizi dan seimbang, program meningkatkan makan ikan, daging dan buah. Bahkan program pemerintah pemberian tablet penambah darah, pemberian vitamin, makanan tambahan untuk balita dan ibu hamil, dan remaja putri, perbaikan gizi yang fokus pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), semua solusi yang digencarkan pemerintah ini tidak akan mampu menyelesaikan masalah stunting secara komprehensif, karena, solusi tersebut digencarkan di bawah sistem kapitalis yang justru menjadi akar segala permasalahan. 
Selayaknya negara bertanggung jawab memberikan pelayanan dalam rangka ketersediaan pemenuhan gizi yang layak untuk seluruh lapisan rakyatnya tanpa terkecuali. 

Negara memiliki kewajiban untuk bisa menjamin kebutuhan pokok masing-masing individu di dalam negaranya. Tidak boleh pengukuran kesejahteraan hanya dirata-rata saja dalam masyarakat. Kebutuhan pokok tersebut meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan yang harus dijamin oleh negara. Pemimpin dalam Islam harus benar-benar memastikan masing-masing individu dalam masyarakat mendapatkan kebutuhan pokok tersebut. Inilah prioritas utama yang diperhatikan negara, selain juga menjamin setiap kepala keluarga bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Inilah konsep kesejahteraan dalam Islam yang manusiawi. 

Pemimpin adalah penanggung jawab urusan dan kemaslahatan rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas hal itu di hadapan Allah SWT.  Nabi saw. bersabda  :“Seorang iman (pemimpin) pengatur dan pemelihara urusan rakyatnya; dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya”(HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian hanya sistem Islam yang mampu memberikan pelayanan sebaik baiknya kepada rakyat, salah satu diantaranya memberikan asupan gizi yang cukup bagi rakyatnya. Karena itu semua merupakan tanggung jawab negara. Dalam sirah pun di ceritakan bagaimana seorang khalifah umar bin khatab setiap malam datang tidak pernah tidur nyeyak. Hal ini terjadi karena beliau khawatir jika masih ada anggota  masyarakatnya kelaparan. Maka tidak heran khalifah umar sering melakukan sidak ke rumah-rumah penduduknya untuk melihat bagaimana kondisi rakyatnya. Dan ketika mengetahui ada salah satu keluarga yang belum makan, beliau pun rela memanggul sendiri bahan pokok untuk diantar ke keluaga tersebut.

Sungguh luar biasa fenomena yang mungkin jarang dilakukan oleh pemimpin negeri ini. Bahkan seringnya ketika pemerintah turun ke jalan adalah sekedar ajang pencitraan, karena nyatanya rakyat tidak mendapat solusi dari permasalahan yang dihadapinya. Bahkan pemerintah dalam bingkai kapitalisme lebih memihak kepada para pemilik modal dibanding berusaha menyejahterakan rakyat.

Oleh karena itu,  jika kita ingin menyelamatkan generasi dari stunting akibat gizi buruk dan mendapatkan keberkahan hidup maka solusi yang sangat rasional adalah campakkan sistem kapitalisme dan  terapkan islam secara menyeluruh. Allah SWT berfirman, “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (TQS. Al A’raf [7] : 96). Wallahu A’lam Bi Showab.
Previous Post Next Post